NOTES!!!!
Cerita ini hanya di peruntukan untuk orang-orang dengan pikiran terbuka!!
Cerita dalam novel ini juga tidak berlatar tempat di negara kita tercinta ini, dan juga tidak bersangkutan dengan agama atau budaya mana pun.
Jadi mohon bijak dalam membaca!!!
Novel ku kali ini bercerita tentang seorang wanita yang rela menjadi pemuas nafsu seorang pria yang sangat sulit digapainya dengan cinta.
Dia rela di pandang sebagai wanita yang menjual tubuhnya demi uang agar bisa selalu dekat dengan pria yang dicintainya.
Hingga tiba saatnya dimana pria itu akan menikah dengan wanita yang telah di siapkan sebagai calon istrinya dan harus mengakhiri hubungan mereka sesuai perjanjian di awal mereka memulai hubungan itu.
Lalu bagaimana nasib wanita penghangat ranjang itu??
Akankah pria itu menyadari perasaan si wanita sebelum wanita itu pergi meninggalkannya??
Atau justru wanita itu akan pergi menghilang selamanya membawa sebagian dari pria itu yang telah tumbuh di rahimnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Merindukanmu
Sampai saat ini, sudah hampir satu bulan Kamila berada sini. Keberadaan wanita itu jelas membuat Adrian bahagia karena selalu di temani tunangannya itu kemanapun ia pergi. Kamila bahkan setiap hari akan datang ke kantor menemani Adrian tanpa rasa bosan sedikitpun.
Tapi itu semua berbanding terbalik dengan Elena. Setiap hari menjadi hari yang buruk baginya karena harus menyaksikan kemesraan mereka setiap saat.
Namun tanpa Elena ketahui, di dalam hati Adrian merasakan kekosongan yang membuat dirinya begitu hampa. Dia merindukan pelukan Elena, kehangatan wanita itu membuat pikiran Adrian tak fokus akhir-akhir ini.
"Ayo sayang" Begitulah panggilan Kamila kepada Adrian. Beberapa hati yang lalu, wanita itu memutuskan untuk mengubah panggilannya kepada calon suaminya itu.
"Ayo" Adrian menyambut uluran tangan Kamila yang sudah menunggunya di depan pintu.
"Menunggumu seharian ternyata lelah juga ya" Keluh Kamila dengan bergelayut manja di lengan Adrian.
"Kamu bosan??"
"Tentu tidak, tapi aku hanya membayangkan saja bagaimana lelahnya dirimu. Aku saja yang hanya duduk bisa lelah seperti ini"
"Aku sudah biasa seperti ini, jadi rasanya biasa saja"
Adrian dan Kamila melangkah keluar dari ruangan CEO itu. Hari yang sudah gelap di tambah permintaan Kamila untuk segera menyelesaikan pekerjaannya membuat Adrian memutuskan untuk pulang.
Adrian melihat Elena yang masih duduk di balik mejanya. Matanya yang terus menatap layar komputernya tak menyadari Adrian dan Kamila yang telah keluar dari ruangannya.
"Kau belum pulang??" Suara Adrian menyadarkan Elena.
Sekretaris cantik itu langsung berdiri dan sedikit membungkuk hormat di depan Kamila.
"Sepertinya hari ini saya akan lembur Pak Adrian. Masih banyak pekerjaan saya yang belum terselesaikan"
"Kau bisa mengerjakannya di rumah Elena. Jangan terlalu lelah bekerja. Ini sudah gelap, yang lainnya juga pasti sudah pulang" Kali ini Kamila ikut bersuara.
"Terimakasih untuk perhatiannya Nona. Tapi ini tinggal sedikit lagi. Pak Adrian dan Nona Kamila silahkan duluan saja" Dari tadi Elena tak pernah mau menatap Adrian yang berdiri agak jauh darinya itu.
Mata Elena justru tertuju kepada tangan kanan Adrian yang berada di saku celananya, sementara tangan kanannya menggenggam tangan Kamila.
"Baiklah kalau begitu kami pulang dulu. Ayo sayang" Ucap Kamila menyeret tangan Adrian menjauh dari sana.
Sementara Adrian terasa begitu berat melangkahkan kakinya. Ingin sekali dia berbalik ke belakang dan menemani Elena lembur di sana.
Semenjak Elena bekerja di perusahaan Adrian. Dia tidak pernah lembur tanpa Adrian. Ini baru pertama kalinya dan itu karena Adrian yang memilih mengantarkan Kamila pulang.
BRUKK...
Elena menjatuhkan pantatnya ke kursinya dengan kasar. Semangatnya untuk mengerjakan laporan yang harus di serahkan besok pagi menjadi hilang seketika setelah melihat pasangan romantis tadi.
"Kalian merusak mood ku" Gumam Elena.
Jika bisa, tentu saja Elena lebih memilih untuk pulang dari pada terus berkutat dengan angka-angka yang bernilai fantastis itu.
Otaknya sudah sangat kusut dan tak bisa berpikir jernih lagi sekarang. Elena justru membayangkan jika Adrian sedang bercumbu dengan Kamila saat ini.
"Ayo El, fokus!! Fokus!!" Elena kembali menatap layar komputernya denhan begitu dalam. Tak membiarkan satu digit angka meleset atau tak terlihat olehnya.
"Tidak, tidak bisa seperti ini. Aku harus menjernihkan pikiran ku dulu sepertinya" Sudah setengah jam berlalu namun Elena masih tak bisa fokus pada pekerjaannya.
Elena meninggalkan ponselnya di atas meja, lalu berjalan menuju pantry yang berasa satu lantai di dengan ruangan CEO. Memang pantry itu di khususkan untuk Adrian dan staf penting perusahaan.
Elena menuangkan kopi panas ke dalam gelasnya. Aroma minuman yang berkafein tinggi itu menusuk indra penciuman Elena. Masuk menusuk lebih dalam sampai Elena merasa lebih tenang sekarang.
"Fiuuuhhh" Elena meniup kopi yang masih terasa panas ditangannya itu.
Dengan pelan Elena mulai menyeruput kopinya. Merasakan hangatnya kopi yang masuk ke dalam mulutnya.
"Ahhhh, rasanya begitu menye..."
GREPP...
"Rasanya memang begitu merindukan saat-saat seperti ini" Sambung pria yang tiba-tiba datang memeluknya dari belakang.
Kopi Elena hampir saja tumpah karena keterkejutannya yang membuat jantungnya hampir melompat dari tempatnya.
"Bukankah kau sudah pulang?? Apa ada yang ketinggalan?? Lepaskan sebelum Kamila melihat kita seperti ini" Mendengar ucapan Elena itu justru membuat Adrian semakin mengeratkan pelukannya dengan begitu posesif.
"Aku kembali karena meninggalkan mu di sini. Kamila sudah ku antar pulang, jadi tidak perlu khawatir" Adrian mencium rambut Elena berkali-kali. Aroma sampo yang melekat pada rambut Elena itu begitu ia rindukan.
Elena tetap berusaha melepaskan diri dari Adrian. Dia takut jika ada orang lain yang lembur seperti dirinya.
"Kau lupa kalau di sini ada cctv??"
"Tidak usah pedulikan itu, aku akan mengurusnya. Saat ini aku sedang ingin seperti ini. Aku tidak tau kenapa ingin sekali memeluk mu" Jujur Adrian.
Pria itu bahkan rela kabut-kebutan di jalanan hanya untuk kembali ke kantor demi menemui Elena.
"Kenapa memangnya?? Kau kan bisa memeluk tunangan yang begitu kau cintai itu"
"Tetap saja rasanya beda. Yang ku inginkan saat ini adalah dirimu"
Hampir satu bulan Adrian tidak berhubungan dengan Elena selain maslah pekerjaan. Setiap hari Kamila terus saja berada di dekat Adrian membuat Adrian tidak bisa berbuat apapun untuk mendekati Elena. Bukan cuma di kantor, tapi Kamila juga sering menginap di apartemen Adrian. Maka dari itu, waktu yang Adrian punya untuk melihat Elena hanyalah di kantor saja. Itupun hanya sebatas melihat wajah cantik milik Elena saja.
"Lepas Adrian"
Adrian melepaskan Elena dari dekapannya, namun secepat mungkin membalik badan sekretarisnya itu hingga menghadap ke arahnya.
"Kenapa kau menghindari ku??" Elena tak bisa menghindari tatapan penuh selidik dari Adrian.
"S-siapa yang menghindari mu?? Jangan asal bicara!!" Hardik Elena.
"Lalu kenapa kau begitu susah di hubungi. Kau bahkan lebih memilih makan siang bersama Aron daripada dengan ku??"
Sudah cukup kesabaran Adrian menghadapi Elena yang hampir satu bulan ini tak pernah membalas pesan darinya selain masalah pekerjaan.
"Ayolah Adrian. Aku hanya memberikan mu waktu bersama tunangan mu. Kapan lagi kau bisa bersama dengan wanita yang kau cintai setiap hari seperti ini. Lagipula sebentar lagi dia akan pergi lagi bukan?? Kita juga bisa bersama lagi setelah ini"
Tiba-tiba Adrian terdiam. Sebenarnya ada satu hal yang ingin Adrian katakan kepada Elena. Namun entah kenapa begitu berat mengatakannya.
"El"
"Hemm" Elena memandang wajah Adrian yang begitu dirindukannya itu. Tak dapat di pungkiri jika dia sangat merindukan pria yang dicintainya itu.
"Kamila akan kembali besok lusa, tapi..."
"Tapi??" Kening Elena berkerut.
"Kamila akan menyelesaikan kuliahnya enam bulan lagi"
Deg....
...sungguh cerita author bnyk yg bikin nangis
dia hanya emosi krn elena tidak bisa jujur
dia hanya pura ² lugu saja biar kelihatan baik