Dalam satu hari hidup Almira berubah drastis setelah menggantikan kakaknya menikah dengan King Alfindra. CEO yang kejam dan dingin.
Apakah Almira sanggup menghadapi Alfin, suami yang ternyata terobsesi pada kakaknya? Belum lagi mantan kekasih sang suami yang menjadi pengganggu diantara mereka.
Atau Almira akan menyerah setelah Salma kembali dan berusaha mengusik pernikahannya?
Yuk simak ceritanya, semoga suka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Perasaan tak berbalas
"Mas, mau dibuatin apa? Kopi atau susu?" tanya Almira setelah mengeringkan rambut dan memoles tipis wajahnya. Tak lupa sapuan lipteen warna kalem membuat bibirnya terlihat semakin seksi dan menggoda.
"Susu." Alfindra berusaha untuk tak melihat istrinya. Salah ia sendiri meminta Almira memakai kemeja miliknya yang kebesaran. Meski tertutup kemeja, otak liar Alfindra bekerja sangat baik hingga bisa membayangkan betapa menggiurkannya lekukan dibalik kain putih penghalang itu.
"Susu? Tapi ini..." Almira kembali menghadap Alfindra.
"Gak ada susu, Mas! Madel belinya kopi, gula, teh, sama mie. Sayuran juga gak komplit. Kayaknya aku butuh baju buat pergi ke supermarket," keluh Almira.
Alfindra mendongkak menatapnya, "Madel udah ambil ke mansion! Susu yang ada aja," serunya menyeringai misterius.
"Maksudnya?" selain polos Almira rupanya juga loading soal kode-kode suaminya. Alfindra menunjuk bagian da da dengan dagu sambil senyum menyeringai, barulah Almira sadar kemana arah pandang suaminya.
"Ishhh, me sum!" Almira sampai menyilangkan tangan di dada sebagai bentuk perlindungan diri.
"Nolak suami, DOSA!"
Almira mengerucutkan bibirnya, sejak kapan Alfindra pintar ceramah. Pakai-pakai bawa dosa? Melihat suaminya yang mode mesyum, sudah dipastikan malam ini ia akan dimakan habis.
"Masih sore, Mas!" nada pasrah Almira.
Memang benar, hari masih sore apalagi ini baru setengah tujuh.
"Mau nyoba gaya di sofa? Atau di dapur?" bukan bertanya, melainkan sebuah pilihan yang artinya Almira wajib memilih salah satu.
"Gak di genteng aja sekalian, Mas!"
"Sudah berani kamu?" Alfindra menaikkan alisnya membuat Almira ingin segera menghindar.
Tanpa diduga, Alfin bangkit dan menyusulnya. Menggendong Almira dan menghempas tubuh istrinya ke atas meja.
"Mas, apa-apaan sih! Ya jangan disini, malu," kekeh Almira tak digubris Alfindra. Mode on fire-nya laki-laki memang susah dibujuk.
Pemanasan singkat itu akhirnya disambut juga oleh Almira hingga keduanya terbuai dalam kenikmatan dunia yang melenakan. Membopong Almira ke sofa, Alfindra melepas satu persatu kain penghalang diantara mereka, ia tersenyum puas melihat maha karya gigitan yang membekas merah di leher dan da da. Alfindra sudah memposisikan diri untuk masuk sebelum akhirnya terganggu oleh bunyi bell di luar sana.
"Ck!" decak Alfindra.
Namun, bukan bangkit dan membukanya. Ia malah kembali melancarkan aksi hingga berhasil membuat Madel menunggunya setengah jam lebih di depan.
"Mas buka dulu," seru Almira.
"Nanggung, dikit lagi sampai. Emangnya enak digantung, yang ada kepala tambah nyut-nyutan," seru Alfindra dibalas gelak tawa Almira.
Percintaan singkat mereka hanya satu putaran, Alfindra gegas membersihkan diri dan membuka pintu apartemen yang telah ia ganti sandinya.
"Tuan?" sapa Madel. Langsung mendorong banyak paperbag ke tangan Alfindra.
"Maaf Tuan, saya tidak tahu kalau Tuan sedang, ehm--- itu..." Madel menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena canggung.
"Hm, thanks Del."
Madel terkesiap, ia pikir Tuan Alfindra akan marah-marah atau memakinya. It's magic, apa dia harus syukuran tujuh hari tujuh malam?
"Oh ya, Tuan! Sebelum saya pamit, tadi di mansion ada keluarga Tuan. Ada Tuan Dominic dan kakak tuan Zion."
"Mereka? Sudah ku duga, pasti mama merencanakan sesuatu, mereka sengaja bertahan di mansion pasti ingin aku menikahi Salma."
Madel mengangguk, toh yang dikatakan Tuannya memang benar. Kecuali soal Zion, Alfindra bisa memanfaatkan kakaknya itu untuk mendapatkan restu agar hidupnya dengan Almira aman.
"Tuan, apa Tuan mencintai Nona Almira?" tanya Madel tiba-tiba mengingat dari awal mereka menikah bukan gadis itu yang Alfidra inginkan. Belum lagi masalah keluarga Dominic yang tak mengetahui pernikahan itu dan sekarang malah mengusik hingga membawa sosok Alfindra memilih menyewa apartemen demi melindungi istri penggantinya, apa tidak bisa itu dikatakan cinta?
Ha ha ha ha... Alfindra terbahak, lalu menepuk keras pundak Madel hingga asistennya itu meringis sakit.
"Kau sungguh berfikir seperti itu tentangku? Tentu saja tidak!" elak Alfindra.
Tanpa tahu di belakang sana telinga Almira mendengar semua ucapannya tanpa terlewat.
Glekkk...
Mendadak da da Almira seperti terhujam pisau belati yang tajam. Sakit, teramat sakit untuk menerima kenyataan kalau ia sedang jatuh cinta sepihak.
Almira pikir, perubahan Alfindra akhir-akhir ini karena mereka sudah sama-sama saling jatuh. Perasaan mulai tumbuh, dan bibit-bibit cinta bersemayam hingga sikap Alfindra yang tadinya kejam berubah baik. Nyatanya, itu hanyalah sebuah khayalan Almira semata. Ia mulai menerima Alfindra, terbiasa dengan lelaki itu dan berharap paling tidak ada sedikit rasa cinta. Namun, kenyataannya ia hanya cinta sendiri.
Alfindra masuk menenteng paper bag setelah Madel pamit. Melihat Almira yang berdiri tak jauh darinya membuat Alfindra gegas mendekat dan menyerahkan pakaian-pakaian Almira.
"Makasih!" Almira meraih paper bag itu dan segera berlalu menghindari Alfindra.