Ijab qabul yang diucapkan calon suaminya, seketika terhenti saat dirinya pingsan. Pernikahan yang diimpikan, musnah saat dirinya dinyatakan hamil. Terusir, sedih, sepi, merana dan sendirian. Itulah yang dirasakan oleh Safira saat ini.
Dalam keputusasaan yang hampir merenggut nyawanya, Safira dipertemukan dengan sosok malaikat dalam wujud seorang pria paruh baya. Kelahiran anak yang tidak diharapkan, justru membuat kehidupan Safira berubah drastis. Setelah menghilang hampir 6 tahun, Safira beserta sepasang anak kembarnya kembali untuk membalas orang-orang yang telah membuatnya menderita.
Satu per satu, misteri di balik kehamilan dan penderitaan Safira mulai terkuak. Lalu, siapakah ayah dari si kembar jenius buah hati Safira?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restviani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia, Wanitaku!
Faiza sangat terkejut ketika melihat wanita yang tengah berdiri di hadapannya. Seketika, kedua lututnya terasa lemas. Wajahnya langsung pucat pasi saat melihat Safira tengah berdiri sambil menatapnya. Sekelumit bayangan enam tahun silam pun, berkelebat dalam ingatan Faiza.
"Ka-kamu! Sa-safira?" gumam Faiza dengan bibir bergetar.
Safira tersenyum. Dia memang tidak salah mengenali orang. Wanita bergaya modis yang sedang berdiri di hadapannya, memanglah benar sahabatnya. Faiza, sahabat semasa kuliah dulu.
"Apa kabar, Fei?" tanya Safira seraya mengulurkan tangan kanannya.
Dengan tangan yang masih gemetar, Faiza pun menyambut uluran tangan Safira.
Kening Safira mengernyit, tatkala merasakan tangan dingin dari sahabatnya.
Hmm, aneh sekali. Padahal sinar matahari cukup terik siang ini, tapi kenapa tangan Fei terasa dingin? batin Safira, menatap tajam sembari menelisik raut wajah sahabatnya.
Mendapati tatapan setajam burung elang dari Safira, tubuh Faiza pun semakin gemetar. Dia takut jika Safira telah mengetahui apa yang pernah dia lakukan enam tahun yang lalu.
Terlebih lagi saat Faiza teringat pertemuannya dengan Adelia beberapa hari yang lalu. Saat itu Adelia pernah berkata, jika dia pernah bertemu dengan Safira beberapa bulan yang lalu.
Ish, kenapa Safira menatap aku seperti itu? Apa dia telah mengetahui tentang kejadian enam tahun lalu? batin Faiza yang semakin salah tingkah di hadapan kawan lamanya.
Safira semakin menautkan kedua alisnya ketika melihat sikap Faiza. Kegugupan Faiza tiba-tiba mengingatkan Safira tentang percakapannya dengan Adelia beberapa bulan lalu.
"Oh iya, Fei. Kebetulan sekali kita ketemu di sini. Ada yang ingin saya tanyakan sama kamu," kata Safira.
"Ah, iya. Te-tentang a-apa ya, Fir?" tanya Faiza gugup.
"Ini tentang ke–"
Drrt-drrt-drrrt!
Getaran ponsel Safira, memotong pembicaraannya.
"Sebentar ya, Fei!" lanjut Safira yang dijawab oleh anggukan Faiza.
"Halo!" sapa Safira.
"Bu! Ibu di mana? Ini sekretarisnya Datuk Faiza sudah datang. Beliau menanyakan data sketsa produk kita. Emh, flashdisk-nya, 'kan Ibu yang pegang," tutur Sarah di ujung telepon.
"Ah, ya. Sekarang juga saya ke sana, Sar. Kamu bilang saja kalau saya on the way," balas Safira yang langsung menutup sambungan teleponnya.
"Maaf ya, Fei. Saya buru-buru. Lain kali kita sambung lagi obrolannya," pamit Safira yang langsung meninggalkan Faiza dengan tergesa-gesa.
Huft! Selamat-selamat, batin Faiza seraya membuang napasnya dengan kasar.
Sejenak, Faiza menarik napas panjang. Dia mencoba mengatur debaran jantung untuk melepaskan semua kegugupannya.
"Tapi ... kenapa Safira bisa ada di perusahaan ini?" gumam faiza.
Ting!
Sebuah notifikasi pesan WhatsApp terdengar nyaring dari ponsel yang sedang dipegang oleh Faiza. Lamunan Faiza tentang keberadaan Safira di perusahaan PAMI, seketika buyar.
Faiza kemudian mengusap layar ponselnya untuk membaca pesan masuk yang ternyata dari sang sekretaris.
Pihak dari Rafila Furniture sudah datang, Nyonya.
Faiza tersenyum setelah membaca pesan dari sekretarisnya. Sesaat kemudian, dia melangkahkan kaki memasuki lobi perusahaan milik suaminya.
🌷🌷🌷
Di ruang rapat, Sarah menyiapkan laptop beserta flashdisk yang akan digunakan sebagai alat untuk bosnya melakukan presentasi. Sarah yakin, tender kali ini pun, pasti akan jatuh ke perusahaan tempat dia bekerja.
Kemampuan Safira dalam menarik konsumen, sudah tidak bisa diragukan lagi. Safira begitu handal dalam menjelaskan detail produk dengan bahasa yang mudah dicerna oleh para konsumen. Sehingga para konsumen merasa puas dan memakai jasa perusahannya.
"Sudah siap, Bu," bisik Sarah setelah selesai memasang perangkatnya.
"Terima kasih," jawab Safira.
Tak lama berselang, seorang wanita berkacamata hitam besar sehingga menutupi hidungnya, tampak memasuki ruang rapat. Dua orang laki-laki berjalan di samping kiri kanannya. Sepertinya, kedua lelaki bertubuh tegap itu, merupakan bodyguard dari wanita berkacamata hitam.
Tak lama setelah dia memasuki ruangan, sekretaris dari pihak perusahaan PAMI, beserta Sarah, berdiri untuk menyambut wanita tersebut. Begitu juga dengan Safira yang ikut-ikutan berdiri setelah melihat sekretarisnya berdiri.
"Apa dia Datuk Faiza, istri dari pemilik perusahaan ini?" bisik Safira di telinga Sarah.
"Benar, Bu," jawab Sarah, masih menatap lurus wanita berkacamata hitam itu sembari tersenyum.
"Mohon maaf, saya terlambat," ucap Datuk Faiza seraya membuka kacamatanya. "Ka-kamu?!"
Jantung Faiza kembali berdegup kencang ketika melihat Safira berdiri di balik meja presentasi. Wajahnya terlihat pucat pasi.
Sikap Faiza berbanding terbalik dengan Safira yang sedang mengulum senyum ketika kembali melihat sahabatnya. Padahal, beberapa menit yang lalu, Safira baru saja merutuki kebodohannya karena belum meminta nomor ponsel sahabatnya itu. Tapi, Tuhan memang begitu baik kepadanya.
"Hmm, kalau memang sudah jodoh, pasti tidak akan lari ke mana," gumam Safira yang masih bisa didengar oleh sekretarisnya.
"Maaf, Bu. Ibu bilang apa?" tanya Sarah.
"Enggak, Sar. Bukan apa-apa," jawab Safira.
Sarah hanya bisa bengong mendengar jawaban Safira. Padahal, sudah jelas-jelas tadi dia mendengar atasannya bergumam.
Tak lama berselang, sekretaris Datuk Faiza mempersilakan duduk kepada para peserta rapat. Setelah itu, dia memberikan waktu dan kesempatan kepada perusahaan Rafila Furniture untuk memperkenalkan sketsa produknya.
Sebenarnya, pikiran Safira sedang terbagi dengan keingintahuannya tentang keterlibatan Faiza dalam kejadian yang telah menjebak dia enam tahun yang lalu. Namun, jabatan Safira sebagai direktur perusahaan Rafila Furniture, membuat dia harus bersikap profesional.
Safira tidak ingin mencampuradukkan masalah pribadi dengan pekerjaannya. Karena itu, dia berusaha untuk bersikap profesional dalam menjabarkan presentasi terhadap Faiza yang tak lain pemilik hotel yang akan memakai jasa perusahannya.
🌷🌷🌷
Di lain tempat.
Kenzo berdecak kagum saat melihat hasil print out dari gambar sketsa-sketsa yang dikirimkan oleh sahabatnya.
Hmm, semua sketsa ini memang bagus. Sungguh, ini terlalu sempurna. Bagaimana mungkin anak berusia lima tahun bisa mengerjakan sketsa sesempurna ini? batin Kenzo.
Rasa penasaran seketika menggelitik hati Kenzo. Entah kenapa, hatinya menuntut untuk bertemu dengan bocah jenius itu. Saat Kenzo tengah membayangkan bagaimana bentuk rupa anak kecil tersebut, tiba-tiba kedua bola matanya menangkap sketsa bangunan yang begitu unik dan megah.
Ish, kenapa aku seperti mengenal bentuk bangunan ini? Tapi di mana? batin Kenzo.
Sungguh, sketsa bangunan ini akan menjadi sebuah mansion yang sangat artistik jika sudah direalisasikan. Entah kenapa, hati Kenzo pun terkunci kepada sketsa bangunan tersebut.
Kenzo mengambil ponsel yang terletak di atas meja. Sedetik kemudian, dia memotret gambar sketsa itu untuk dikirimkannya kepada Willy.
Aku mau yang ini! Tulis Kenzo pada foto yang hendak dikirimkan kepada sahabatnya.
Akan aku persembahkan mansion ini untuk orang yang mampu aku sentuh, batin Kenzo yang seketika mengingat raut wajah Lara.
"Tunggu! Sekarang aku ingat, milik siapa wajah mungil itu!" seru Kenzo ketika mengingat raut wajah Lara.
"Ya! Dia, wanitaku!"
karena setiap bab panjang dan ada ratusan bab.membacanya butuh waktu yg lumayan juga. terus semangat berkarya thor