Hutang budi membuat Aisyah terpaksa menerima permohonan majikan sang ayah. Dia bersedia meminjamkan rahimnya untuk melahirkan anak Satria dengan Zahra melalui proses bayi tabung.
Satria terpaksa melakukan hal itu karena dia tidak mau menceraikan Zahra, seperti yang Narandra minta.
Akhirnya Narandra pun setuju dengan cara tersebut, tapi dengan syarat jika kesempatan terakhir yang dia berikan ini gagal, maka Satria harus menikahi Gladis dan menceraikan Zahra.
Gladis adalah anak dari Herlina, adik tiri Narandra yang selalu berhasil menghasut dan sejak dulu ingin menguasai harta milik Narandra.
Apakah usaha Satria dan Zahra akan berhasil untuk mendapatkan anak dengan cara melakukan program bayi tabung?
Yuk ikuti terus ceritaku ya dan jangan lupa berkarya tidaklah mudah, jadi kami para penulis mohon dukungannya. Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia Fajar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32. JAGO AKTING
Narandra mengetuk pintu hingga membuat anak dan ibu itupun terdiam sembari menutup mulut.
Saat terdengar suara ketukan lagi, Herlina pun buru-buru mengubah mimik wajahnya dan gaya jalannya diubah sedikit pincang, dia akan beralasan jika tadi terpeleset saat keluar dari kamar mandi hingga kakinya keseleo.
Dasar ibu dan anak jago akting, akhirnya bisa kembali mengelabuhi Narandra.
Narandra meminta Gladis untuk menghubungi ahli pijat, lalu beliaupun kembali ke ruangan kerjanya.
Herlina mengelus dadanya, padahal dia tadi sangat takut jika Narandra bertanya-tanya tentang keberadaannya saat kejadian Aisyah yang masuk ke dalam kolam.
Gladis tertawa melihat mamanya seperti orang yang hampir terkena serangan jantung.
Herlina pun menumpuk kepala Gladis dengan bantal kursi yang ada di hadapannya hingga membuat Gladis mengaduh.
Kemudian Herlina pun menghubungi temannya agar datang menjemput. Saat ini dia lebih baik keluar untuk menenangkan diri.
Gladis menghalangi sang mama yang sedang bersiap dan dia ingin ikut daripada hanya tinggal di rumah.
Herlina melarang karena dia tidak akan bebas jika Gladis ikut. Akhirnya Gladis pun ngambek dan dia keluar sambil membanting pintu.
Gladis menelepon sang Papa dan dia ingin meminta uang. Papa Gladis yang kebetulan sedang berada di kota yang sama meminta putrinya untuk datang.
Setelah mendapatkan alamat dari sang Papa, Gladis pun buru-buru pergi dan dia hanya mengendarai motor.
Mama Gladis bingung mencari dan diapun bertanya kepada para pelayan yang lalu lalang di sana. Salah seorang pelayan mengatakan jika melihat Gladis pergi menggunakan motor.
Herlina khawatir karena Gladis belum pulih, lalu dia mencoba menghubunginya untuk menanyakan kemana dia pergi.
Tapi Gladis tidak mempedulikan ponselnya yang terus berdering. Dia terus melajukan motornya sambil bersiul-siul.
Herlina kesal, lalu dia menitip pesan kepada pelayan agar mberitahunya jika Gladis pulang.
Kemudian Herlina pun bergegas keluar, dia menunggu kedatangan sahabatnya sambil kembali menghubungi Gladis.
Karena tidak juga diangkat, Herlinapun menghubungi teman Gladis dan menanyakan apakah mereka janji ketemuan atau tidak.
Herlina makin khawatir karena ternyata Gladis tidak janjian keluar dengan temannya.
Akhirnya Herlina memutuskan akan mengajak temannya mencari Gladis dulu barulah mereka pergi bersenang-senang.
Teman Herlinapun datang dan dia seorang pria tua yang ternyata kekasih Herlina.
"Aa kita cari Gladis dulu ya, dia pergi diam-diam pakai motor, aku takut dia kenapa-kenapa dan aku yakin dia pergi ke tempat biasa."
"Baiklah, tapi aku tidak mau rencana kita gagal hanya karena ulah putri nakalmu itu."
"Dia nggak nakal lho Aa, hanya kurang perhatian saja. Seperti yang pernah aku cerita, jika dia kehilangan sosok Papa sejak suamiku menikah lagi."
"Makanya aku kesal dan aku ingin membalas perempuan itu, yang telah membuat putriku kehilangan kasih sayang papanya."
"Memangnya madumu itu melarang mereka bertemu?"
"Nggak sih, tapi suamiku jarang pulang gara-gara rayuannya. Aku sendiri bingung, sebetulnya apa sih kelebihan wanita itu hingga papa Gladis tergila-gila dan malas untuk pulang."
"Barangkali pelayanan madumu itu lebih hebat darimu, hingga membuatnya mabuk kepayang dan lupa dengan kalian."
"Bisa jadi, tapi...ah sudahlah! Aku lebih baik memikirkan Gladis daripada sakit kepalaku mikirin orang yang tidak peduli lagi dengan kami."
"Ayolah kita cari Gladis, dia pasti pergi membeli barang haram itu lagi."
"Kenapa kamu tidak membiarkan Narandra membawa putrimu ke panti rehabilitasi? bukankah di sana dia akan aman dan kita jadi leluasa kemanapun ingin pergi."
"Aku tidak mau! Gladis dan aku sejak kecil tidak pernah tinggal terpisah. Dia pasti bakal sedih dan merasa diasingkan."
"Itu hanya sementara, nanti juga terbiasa. Daripada seperti sekarang, kamu cemas dan kita tidak bisa enjoy menikmati kebersamaan."
"Nantilah Aa, aku pikirkan lagi. Yang penting sekarang kita harus bisa mencegah dia agar tidak ikut pesta di sana lagi. Aku takut Gladis akan tertangkap karena tempat itu sudah jadi incaran polisi."
Mereka pun pergi ketempat dimana Gladis biasa membeli barang haram tersebut, sementara Gladis baru saja tiba di rumah istri muda sang Papa.
Saat Gladis tiba, wanita yang selalu disebut Gladis dengan pelakor menyambut kedatangannya dengan ramah.
"Oh kamu Dis, ayo silakan masuk. Papa kamu ada kok di dalam. Ayo masuklah!"
Gladis nyelonong masuk tanpa menjawab satu kata pun hingga membuat si ibu muda menghela nafas. Beliau merasa kesusahan untuk membaur dengan anak tirinya itu.
Papa Gladis menghentikan pekerjaannya mengotak-atik laptop saat melihat Gladis tiba.
Bukannya berbasa-basi, Gladis langsung menengadahkan tangannya untuk meminta uang. Begitulah yang selalu dilakukan Gladis.
Biasanya sang papa langsung memberikan uang yang Gladis mau, tapi kali ini beliau memintanya untuk duduk. Papa Gladis ingin menasehati dia dulu sebelum memberikan uang yang anak gadisnya inginkan.