Fimi Klarisa seorang designer muda dengan karir cemerlang. Namun, kehidupan pribadinya tak semanis karirnya, karena di usianya yang masih muda, ia harus menjadi single parent untuk putra kecilnya, Firdaus Iskandar.
"Firdaus segalanya bagiku, hingga tak ada waktu bagi diriku untuk berbagi hati dengan orang baru."
Fimi Klarisa
Davanka Pramudya adalah seorang pengusaha sukses, yang sudah insyaf menjadi seorang Playboy, setelah sang mantan kekasih berubah menjadi kakak iparnya. Namun, sebuah pertemuan tak sengaja dengan seorang wanita muda yang ternyata ibu dari salah satu anak di sekolah keponakannya kembarnya, membuat hati pria itu tak karuan.
"Apa iya gue mencintai istri orang? Please, Dav lo emang patah hati, tapi nggak usah jadi perebut istri orang juga."
Davanka Pramudya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Marmaningrum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesan Terakhir
Telah terjadi sebuah kecelakaan beruntun di tol Cikampek menuju Jogja.
Banyak kendaran yang terguling dari kendaraan umum juga kendaraan pribadi. Diantaranya ada sebuah mobil warna hitam yang terdiri dari 4 penumpang dua perempuan dan dua laki-laki. Salah satunya adalah yang mengemudi mobil itu.
Keadaannya cukup parah, darah bersimbah di mana-mana, korban luka berat dan meninggal bergeletakan di jalan raya dengan beberapa kendaraan yang sudah hancur.
Suara tangis dan jeritan membuat sua ada di sana menjadi mencekam. Polisi lalu lintas berlalu lalang di tempat kejadian. Garis polisi juga sudah dibentangkan.
Sementara itu, salah satu polisi menemukan sebuah ponsel milik salah satu penumpang wanita mobil honda jazz warna biru. Sepertinya wanita tadi akan menghubungi salah satu keluarganya. Ponselnya belum terkunci, dengan segera polisi tadi menghubungi nama 'My Sista' di ponsel itu.
Polisi berbadan tinggi tegap itu memberitahukan bahwa mobil yang dibawa oleh wanita ini mengalami kecelakaan beruntun. Ia juga menjelaskan ciri-ciri mobil dan penumpangnya.
Para korban secara bergantian dibawa ke rumah sakit terdekat. Ada yang pingsan karena lukanya parah, ada juga yang masih tersadar dengan beberapa luka di tubuhnya. Namun, sebagian ada yang langsung meninggal di tempat.
Penumpang honda jazz warna biru ini, sepertinya tak sadarkan diri, tetapi luka mereka cukup parah.
****
Sementara itu, di tempat lain. Marina berteriak histeris saat mendengar kabar buruk mengenai putri sulungnya dan juga keluarga suaminya.
"Apa? Tidak mungkin …." Isak tangis tak bisa ditahan lagi oleh Marina, saat orang yang mengaku sebagai polisi itu mengiyakan bantahannya.
"Kenapa, Ma? Ada apa?" Fimi mulai panik saat melihat sang mama menangis histeris. Fir yang berada di gendongan Marina, langsung Fimi ambil alih. Bayi kecil itu pun tiba-tiba juga menangis histeris. Hendra yang mengambil alih teleponnya, tahu apa yang telah terjadi.
"Sekarang kita ke rumah sakit, ayo!" Hendra memberi perintah dan langsung masuk ke rumah. Tidak banyak yang dibawa oleh mereka, selain bekal untuk Fir. Hendra yang menyetir mobilnya saat ini.
"Kalian tenang dan berdoa semoga semuanya baik-baik saja." Pria paruh baya itu mengusap kepala istri dan anaknya bergantian, sementara itu Fir sedang minum susu di dotnya di pangkuan Fimi.
Perjalanan menuju rumah sakit yang diberitahukan pihak kepolisian tadi memakan waktu tiga sampai empat jam jika jalanan lancar. Hendra berusaha tenang di hadapan istri dan putrinya. Pria itu, saat ini hanya fokus pada jalanan di depan agar mereka cepat sampai tujuan.
Namun, semesta seperti mendukung keluarga itu untuk cepat sampai, karena jalanan tiba-tiba lengang dan mereka bisa sampai ke rumah sakit dalam waktu tiga jam.
Saat sampai di rumah sakit, banyak sekali polisi yang berlalu lalang di sana. Ternyata banyak sekali korban dalam kecelakaan beruntun itu.
Hendra berjalan dengan cepat diikuti oleh Marina dan Fimi yang menggendong erat Fir. Pria paruh baya itu bertanya pada resepsionis mengenai korban kecelakaan. Kemudian tak berapa lama seorang polisi dengan alis tebal dan berbadan tinggi besar menghampiri Hendra, dan bertanya tentang nama Firdaus Iskandar.
Hendra menjawab bahwa nama itu nama cucunya, lalu polisi itu dan satu perawat mengantar Hendra ke ruang IGD. Dengan langkah cepat seperti yang dilakukan oleh polisi dan perawat itu, Hendra berjalan di belakangnya.
Saat masuk ke ruangan itu, bau darah mulai tercium juga bau obat-obatan bercampur menjadi satu. Ada empat belankar berisi dua pasang suami istri, satu pasangan muda satu lagi sudah paruh baya.
"Fio!" Marina memekik saat melihat keadaan putri sulungnya yang tergeletak lemah di ranjang pesakitan itu, darahnya masih mengalir dari keningnya. Sementara di sampingnya Rafa juga dengan luka hampir sama, darah masih menghiasi wajah tampannya.
"Ma-ma ... Fi-Fio ... ti-titip Fir ..." Napasnya tersengal, wanita cantik itu menahan sakitnya.
"Jangan bicara seperti itu, Nak. Kamu pasti sembuh," ucap Marina sambil mengusap kepala putri sulungnya, tangannya yang penuh luka juga ia genggam dengan erat.
"Fir ... ja-jaga Fir, Mi." Kalimat itu berhenti bersama embusan napasnya yang juga berhenti.
"Fiona! Jangan tinggalin Mama, Sayang! Fio!" Marina berteriak histeris sambil menciumi wajah putri sulungnya. Sementara Hendra berusaha tetap tegar dengan mengusap punggung istrinya. Fimi mendekap erat Fir yang masih terlelap, dengan air mata yang sudah luruh sejak tadi di pipinya.
Bersamaan itu, Rafa tiba-tiba membuka matanya dan bergumam pelan. Namun, disadari oleh Fimi. Gadis itu berlari ke kakak iparnya, lalu menggenggam tangan pria itu yang berusaha meraih putranya. "Fir sedang tidur, Bang."
"Jaga dia ... seperti putramu sendiri, Mi." Kalimat itu keluar dengan pelan, tetapi masih terdengar jelas di telinga Fimi.
"Abang harus sembuh ...." Fimi mengusap pipinya yang basah, tetapi Rafa menggelengkan kepalanya pelan. "Ma-maaf ...."
Tiba-tiba suster datang dan memeriksa keduanya. Mereka mencoba segala cara untuk membantu pasiennya. Namun, takdir berkata lain, Fiona dan Rafa dikabarkan sudah meninggal dunia. Marina memeluk suaminya sambil terus menangis, sementara Fimi mendekap erat tubuh Fir, bayi kecil yang sekarang menjadi yatim piatu.
"Pa, Tante Karisa sama Om Tubagus gimana?" Tiba-tiba Fimi ingat pada mertua sang kakak. Hendra menoleh, lalu bertanya pada suster mengenai keadaan besannya. Namun, jawabannya membuat dunia seolah runtuh secara bersamaan.
"Maaf, Pak. Nyonya Klarisa dan Tuan Tubagus sudah meninggal dunia saat menuju ke rumah sakit ini. Semoga Bapak dan keluarga diberi ketabahan atas musibah ini."
"Innalillahi wainnailaihi rojiun." Hendra mengusap wajahnya dengan satu tangannya.
"Kita harus kuat demi Fir, kita tak bisa melawan takdir yang kuasa." Hendra merangkul istri dan putri bungsunya.
Setelah mengurus administrasi dan semua prosedur rumah sakit, akhirnya jenazah putri dan menantunya, juga besannya bisa diantar ke kediaman Hendra untuk dikebumikan.
*
Pesan terakhir dari sang kakak adalah menjaga putranya dengan baik, begitu juga abang iparnya berpesan yang sama. Kecelakaan beruntun itu benar-benar memakan banyak korban, termasuk keluarga Fimi. Sejak saat itu, Fimi memutuskan menjadi seorang single parent bagi Firdaus Iskandar.
Hubungannya bersama pria baru-baru ini saja wanita itu jalin. Namun, nahas pria yang mendekatinya selalu pria beristri yang ingin menjadikannya istri simpanan. Mereka tidak pernah tahu bahwa seorang Fimi adalah wanita yang belum pernah menikah.
Kehidupannya terusik setelah pertemuannya dengan seorang pria berantakan di jalan raya yang hampir menabraknya. Sampai akhirnya ia sadar bahwa pria itu adalah anak dari sahabatnya papanya yang saat mereka kecil selalu mengganggunya.
"Mulai hari ini gue akan menjadi Fimi Klarisa yang baru. Gue akan mengakhiri semua kebohongan yang menyiksa ini." Fimi menegaskan pada dirinya sendiri.
"Fimi! Kamu baik-baik saja kan, Nak?" Marina mengetuk pintu kamar Fimi.
"Iya, Ma, Fimi oke."
"Ini lo ada anaknya Om Ganendra!"
"Hah."
Bersambung...
Udah ya mewek nya, gue nyesek nulis part ini jadi akhirnya aku bikin gini biar nggak nyesek-nyesek amat. Kalau kalian sampai nggak nangis tega pokoknya, aku aja nulis sambil nangis, mana diomelin laki katanya nagapain nulis sambil nangis?"
Jempolnya tolong ya jan lupa gerakin!