Kinar menerima tawaran menikah dari sang dokter untuk melunasi hutangnya pada pihak Bank. Sedangkan, dr. Raditya Putra Al-Ghifari, Sp. B menikahinya secara siri hanya untuk mendapatkan keturunan.
Awalnya Kinar menjalaninya sesuai tujuan mereka, tapi lambat laun ia mulai merasa aneh dengan kedekatan mereka selama masa pernikahan. Belum lagi kelahiran anak yang ia kandung, membuatnya tak ingin pergi dari sisi sang dokter.
Kemanakah kisah Kinar akan bermuara?
Ikuti Kisahnya di sini!
follow ig author @amii.ras
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AmiRas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hormon Kehamilan
Kinar sedang dalam perjalanan ke rumah sakit bersana Bi Isah diantar oleh Pak Beni sang supir. Dia hanya ingin bertemu dengan Suster Lina sebentar mengenai hal pribadi.
"Mau kemana kita, Mbak?" tanya Bi Isah yang tidak tahu menahu mereka akan kemana.
"Ke rumah sakit bentar, Bi. Saya mau ketemu rekan saya!" sahut Kinar sambil mengetik di handphonenya mengabari rekannya.
Mereka sampai sepuluh menit kemudian. Karena jarak dari rumah ke rumah sakit tidak terlalu jauh. Kinar tentu saja meminta Bi Isah mengikutinya, karena dirinya tidak tahan berjalan jauh-jauh karena kehamilannya sudah membesar. Kadang dia mendengar staf yang berbisik-bisik ketika berpapasan dengannya, tapi Kinar cuek saja. Biarlah mereka mau ngomongin dia bagaimana.
...****...
"Kamu gak mandi?"
Dokter Radit menoleh sekilas pada Kinar yang masih mengenakan dasternya tadi pagi dan rambut yang hanya dicepol asal. Wajah wanita itu juga pucat tanpa bedak. Biasanya Kinar akan mengenakan bedak tabur dan sedikit liptint di bibirnya.
"Gak. Cuma cuci muka sama gosok gigi aja. Kenapa?" sahut Kinar cuek. Wanita itu sedang membaca buku dengan duduk di sofa ruang tamu.
"Jorok banget! Mandi sana!" ujar Dokter Radit sambil membuka sepatunya. Lelaki itu baru saja pulang dari rumah sakit.
"Males!" Kinar menyahut tanpa menoleh pada Dokter Radit.
"Saya gak mau ya tidur seranjang dengan orang yang gak mandi," ucap Dokter Radit datar, mendelik tak suka akan kecuekan Kinar itu.
"Terserah! Mas bisa tidur di sofa, saya di ranjang!" sahut Kinar lagi acuh tak acuh.
"Kinar... Kamu ini kenapa?" Dokter Radit tampaknya mulai kesal akan tanggapan Kinar itu.
"Gak kenapa-napa. Aku memang gak cantik dan jorokan... beda sama Dokter Ririn yang cantik dan wangi!" ucap Kinar penuh sindirian menatap Dokter Radit yang telah berdiri menjulang di seberang sofanya.
"Kamu mulai ngelantur! Ya sudah kalau tidak ingin mandi. Jangan ngomel kalau malamnya kegerahan!" sahut Dokter Radit dingin, berlalu memasuki kamar.
Kinar yang mendapati Dokter Radit yang sudah meninggalkannya itu pun merengut dengan netra yang berkaca-kaca. Padahak dia berharap akan kata-kata sedikit rayuan lelaki ituyang memintanya agar mandi.
"Ih, kan kok aku jadi cengengan gini! Gara-gara Dokter Ririn belagu itu ini!" gerutu Kinar memukuli bantal sofa di pangkuannya kesal.
Ok, ini hormon kehamilan yang dipicu kekesalannya pada Dokter Ririn siang tadi ketika ia datang ke rumah sakit. Saat ia berjalan menyusuri koridor rumah sakit siang tadi untuk menemui Suster Lina, dia tak sengaja melihat Dokter Radit dan Dokter Ririn berdiskusi sambil berjalan. Sebenarnya yang membuat Kinar kesal dan sakit hati itu adalah tingkah Dokter Ririn yang sengaja menempelkan lengannya ke lengan Dokter Radit ketika mereka berbicara sambil berjalan beriringan.
"Kenapa gak makan?" tanya Dokter Radit datar ketika mereka makan malam.
"Gak selera!" sahut Kinar hanya mengaduk-ngaduk nasi di piringnya. Ia hanya memakannya beberapa suap saja.
"Kata Bi Isah siang tadi juga kamu makannya dikit. Sekarang makan!" titah Dokter Radit tegas dengan netra memicing tajam pada Kinar yang menunduk mengaduk nasi di piringnya.
"Ih, dibilangin gak selera juga!" sahut Kinar agak kesal.
"Makan atau saya yang paksa!" ancam Dokter Radit tak kalah kesal. Si lelaki itu sudah kesal sejak sore tadi pada Kinar yang selalu saja menjawab akan titahnya.
"Dibilangin gak selera kok maksa banget sih!" gerutu Kinar.
"Terserah kamu!"
Dokter Radit membanting sendoknya ke piring hingga berbunyi nyaring. Bi Isah yang sedang di dapur sampai berjengkit kaget. Sedang, Kinar hanya diam masih menunduk.
"Ayahmu marah kan, Nak? Tolong kompromilah sama Bunda ya... Jangan ngambekan juga kayak Ayahmu!" guman Kinar meletakkan sendoknya. Mengelus perutnya karena nerasakan gerakan di dalamnya.
Pokoknya, seharian itu Kinar diam-diaman dengan Dokter Radit. Hingga esok paginya mereka masih seperti tak saling kenal. Sebenarnya salah Kinar juga sih, tapi kekesalannya juga dipicu karena hormon kehamilannya yang naik turun. Kadang dia marah, kadang sedih ya begitulah. Kinar juga tak mau berharap jika Dokter es itu akan mengerti akan hormonnya ini, dan mau merayunya dengan menurunkan gengsi. Oh, itu adalah hal mustahil yang bisa ia harapkan pada si dokter itu.
...Bersambung.... ...
Tapi gak papa suster Kinar kamu sudah ditunggu jandanya sama dr Ardi.....!