Azura adalah gadis cantik tapi menyebalkan dan sedikit bar-bar. Dia mendapatkan misi untuk menaklukkan seorang dokter tampan namun galak. Demi tujuannya tercapai, Azura bahkan sampai melakukan hal gila-gilaan sampai akhirnya mereka terpaksa terikat dalam satu hubungan pernikahan. Hingga akhirnya satu per satu rahasia kehidupan sang dokter tampan namun galak itu terkuak. Akankah benih-benih cinta itu tumbuh seiring kebersamaan mereka?
Cover by @putri_graphic
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DGGM.32 Bertemu kakek
Sesuai perkataan Arkandra semalam, maka di sinilah kini Azura berada. Di depan sebuah rumah mewah bak istana. Pilarnya kokoh tinggi menjulang dan dikelilingi pekarangan yang luas dan indah. Ada air mancur yang airnya langsung mengalir ke kolam ikan yang cukup besar. Ikan-ikan itu begitu cantik, ia yakin kalau itu ikan hias yang super mahal. Azura menelan ludahnya bulat-bulat saat melihat rumah bak istana itu. Sontak saja dirinya merasa begitu kecil, sangat kecil.
Yah, sebenarnya tanpa melihat rumahnya pun Azura sudah dapat membayangkan seberapa kaya keluarga dokter galaknya itu. Dari bayaran yang akan ia terima bila berhasil membuat dokter galak itu jatuh cinta padanya saja, sudah bisa ia ketahui kalau keluarga itu bukan keluarga kaleng-kaleng. Kekayaannya tak dapat ia ragukan lagi. Harta cucunya saja ber-M-M, apalagi kekayaan sang kakek, pasti bukan hanya ber-M, tapi ber-T alias triliun.
"Hei, ayo masuk!" tegur Arkandra saat melihat Azura justru mematung setelah turun dari dalam mobil. Tangannya sudah berkeringat dingin, bagaimana kalau ia tiba-tiba disidang lalu di masukkan ke penjara.
'Astaga, aku mikir apa sih!' gumamnya sambil memukul kepalanya sendiri.
"Kenapa?" tanya Arkandra saat melihat tingkah aneh Azura.
"Beneran aku nggak diapa-apain entar di dalam?" tanya Azura sambil bergelayutan di lengan Arkandra.
Arkandra justru mentoyor dahi Azura karena berpikiran aneh-aneh.
"Nggak diapa-apain, paling dimutilasi, terus dibuat jadi sop, kemudian dibagikan ke penghuni hutan rimba." seloroh Arkandra sambil berjalan meninggalkan Azura yang seketika mendelik tajam.
"Pak dokter galak ih, udah ada niat kayak gitu, itu bisa masuk pasal pembunuhan berencana. Untung nggak aku rekam, kalo aku rekam terus sebarin, bisa hancur karir pak dokter yang galaknya tahap akut."
"Silahkan saja!" jawabnya acuh membuat Azura kesal hingga lupa kegugupannya tadi.
Azura terus melangkahkan kakinya mengikuti langkah Arkandra. Mata Azura sibuk celingak-celinguk, memperhatikan segala isi rumah itu yang terlihat mewah dan antik. Azura sebenarnya biasa saja, walaupun ia dulu juga berasal dari keluarga kaya, tapi tetap saja kekayaannya masih jauh di bawah keluarga Arkandra. Tiba-tiba saja Arkandra berhenti tepat di depan pintu berukiran berwarna emas membuat Azura tak sengaja menabrak punggung Arkandra hingga ia terhuyung ke belakang.
"Astaga, itu punggung apa beton sih! Keras banget." rutuk Azura sambil mengusap dahinya yang sakit. Arkandra pun menoleh dengan alis berkerut hingga tanpa sadar ia tersenyum melihat tingkah konyol Azura.
"Hai, kalian udah datang!" sapa seseorang dari belakang Azura. Merasa mengenal suara itu, Azura dan Arkandra pun lantas menoleh secara bersamaan.
"Eh mbak ... Eh maksudnya iya mbak, perkenalkan saya Azura." ucap Azura pura-pura memperkenalkan diri karena hampir saja keceplosan.
"Oh, hai, saya Kencana. Kakaknya Arkandra. Kamu ... kekasih adik saya ya?" tanya Kencana sambil melirik Arkandra yang acuh tak acuh.
Azura pun menoleh ke arah Arkandra, lirikan matanya seolah bertanya Aku harus jawab apa?
Tapi Arkandra tetap acuh tak acuh membuat Azura kesal.
"Bu ... "
"Kalau iya kenapa? Ini yang kau inginkan kan!" potong Arkandra seraya mendesis.
"Apa? Dia pacal om? Alice nggak setuju. Om cuma punya Alice." ujar Alice sambil menghentakkan kakinya membuat Kencana terkekeh dan Azura membulatkan mulutnya.
"Astaga, pak dokter pedofil ya!" seru Azura membuat Kencana kian tergelak.
Arkandra melotot tak percaya, bagaimana bisa gadis itu mengatakan dirinya seorang pedofil.
"Dia putriku, Keponakan Arkan. Alice emang gitu. Dia terlalu sayang sama om nya jadi ya gitu deh." ujarnya sambil terkekeh. "Dah yuk, masuk, kakek udah nungguin kalian." ucapnya lalu Kencana pun membuka pintu ruang kerja Bachtiar.
"Silahkan duduk, Azura." ujar Kencana saat ia telah di dalam. Mulutnya terkunci saat melihat seorang pria yang usianya sudah senja duduk dengan gagah di sofa single dengan kaki terlipat dan tangan berada di atas pegangan sofa. Sorot matanya tajam, penuh intimidasi membuat Azura membuat Azura jadi panas dingin.
"Jadi kamu gadis yang ada di dalam foto itu?" tanya Bachtiar datar.
"I-iya, kek." sahut Azura gugup.
"Kek? Apa kau pikir dengan diundangnya kamu kemari berarti kamu sudah menjadi bagian dari keluargaku?" desis Bachtiar membuat Azura kian tertunduk dalam.
"Kek ... " sergah Kencana.
"Maaf." cicit Azura membuat Arkandra menghela nafas kasar.
"Jadi tujuan kakek menyuruh kami kesini untuk apa?" Arkandra mulai jengah padahal ia baru saja tiba di sana.
"Sebegitu tidak betahnya kamu di rumah ini hingga ingin cepat-cepat pergi, Arkan?"
"Kakek sudah tau bukan, bahkan aku sebenarnya enggan menginjakkan kakiku di rumah ini lagi apalagi saat harus berada satu ruangan dengan dia." ucap Arkandra datar.
Kencana dan Bachtiar tau siapa dia yang dimaksud karena baru saja ada sepasang suami istri yang baru saj masuk ke ruangan itu.
Kedua orang itu hanya bisa merapatkan bibirnya karena tau kehadiran mereka sangat tidak diharapkan Arkandra. Azura hanya bisa terpaku dalam kebingungan. Ia merasa seperti ada hawa kebencian yang menguar dari mata Arkandra pada kedua orang itu, tapi apa alasannya, Azura tidak tau.
"Ya sudah, kakek langsung ke intinya saja. 2 Minggu dari sekarang pokoknya kalian berdua harus menikah. Tenang saja, segala urusan pernikahanmu, Kencana yang akan mengatur." ucap Bachtiar tegas dan dingin membuat Azura dan Arkandra terkejut setengah mati.
"Kek ... " Arkandra mencoba bicara tapi Bachtiar mengangkat telapak tangan kanannya. Itu artinya tak ada bantahan ataupun penolakan, Arkandra pun hanya bisa terdiam dengan rahang mengeras.
Beda halnya dengan Azura, ia justru mematung tak percaya dengan apa yang dia dengar. Tidak bisakah ia berpendapat? Mengapa orang kaya selalu cenderung semena-mena pikirnya.
Setelah mengucapkan itu, Bachtiar pun berlalu diikuti Kencana meninggalkan Azura dan Arkandra yang sibuk berperang dengan pikiran masing-masing.
"Arkan, kalau kamu mau ... "
"Saya tidak butuh bantuanmu." desis Arkandra dengan nada meninggi.
"Arkan ... " sergah seorang perempuan yang berdiri di samping Bimantara.
Tapi sebelum perempuan itu mengeluarkan suaranya, Bimantara terlebih dahulu mencegahnya membuat Arkandra tersenyum sinis.
...***...
...Happy reading 🥰🙏💪...
zura ng da lawan
PA lg karakter azura oce banget..