Anesha dan Anisha adalah kakak beradik yang terpaut usia tiga tahun. Hidup bersama dan tumbuh bersama dalam keluarga yang sama. Namun mereka berdua dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda. Sebagai kakak, Nesha harus bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan Nisha hidup dalam kemanjaan.
Suatu hari saat mereka sekeluarga mendapat undangan di sebuah gedung, terjadi kesalah pahaman antara Nesha dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Hal itu membuat perubahan besar dalam kehidupan Nesha.
Bagaimanakah kehidupan Nesha selanjutnya? Akankah dia bahagia dengan perubahan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perawan tua
Nesha hendak berbaring melemaskan otot-ototnya yang kaku seharian. Namun baru beberapa menit ia rebahan, terdengar suara ponselnya yang berada diatas lemari plastik berdering.
Segera ia bangun dan meraih benda pipih itu. "Alhamdulillah", ucapnya setelah membaca pesan WA.
Akhirnya penabrak bernama Garvi itu sudah membalas pesannya dan akan segera bertanggung jawab. Senyum tipis terayun dibibir Nesha.
Garvi juga meminta maaf karena ponselnya sempat tak aktif karena tak tahu kalau batrainya habis.
Nesha kembali meletakkan ponselnya diatas lemari dan hendak menarik selimutnya. Tiba-tiba terdengar suara deru mesin mobil yang ia yakini milik Fandi. Diraihnya kembali ponselnya dan meilhat jam, pukul 20.15.
Nesha menghela nafas. Ingin sekali dia menanyakan perihal yang dilihatnya tadi pagi. Tapi pasti itu akan memicu pertengkaran antara dia dan Nisha. Pasti ibu pun tak akan diam melihat anak kesayangannya itu dituduh.
Terdengar obrolan antara Bu Rumi, Nisha dan juga Fandi di ruang tamu, sesekali mereka tertawa. Entah apa yang mereka bicarakan, sepertinya mereka lupa kalau ada dia, sebagai anggota keluarga juga.
***
Nesha sudah duduk di depan ruko Ci Fani. Semua karyawan sudah beberes, bersiap untuk pulang.
"Lu tunggu tu orang sampai kapan? Pasti itu orang penipu", ucap Ci Fani yang akan pulang. Perkataan bosnya membuat hati kecil Nesha menciut. Ia waswas kalau sampai orang tersebut tak kunjung datang memberinya uang ganti rugi.
"Mungkin masih nganter orderannya, Ci", jawab Nesha. Jawaban itu hanya untuk menenangkan dirinya sendiri.
"Nes, aku pulang dulu, ya?", pamit Leli, teman kerjanya. Semua karyawan Ci Fani sudah pulang, Leli adalah orang terakhir yang mengunci pintu ruko. "Iya, mbak. Hati-hati bawa motornya", ucap Nesha. Karena Leli sedang hamil.
Pukul 19.00 pria itu akhirnya datang juga. Sama seperti saat pertama bertemu, dia memakai jaket khas. Namun kali ini berbeda dengan jaket sebelumnya. Jika sebelumnya jaket yang dikenakan adalah ojol Grab, sekarang ia memakai jaket warna oranye terang bertuliskan ShopiFood.
"Wah pekerja keras sekali dia, sampai punya dobel pekerjaan", batin Nesha.
"Maaf, saya telat. Tadi.."
"Iya nggak apa-apa. Pasti lagi rame ya orderannya?" Nesha menyahut kalimat Garvi.
Garvi mengedipkan mata, mencerna perkataan Nesha. Barulah beberapa detik kemudian ia tersadar. Lalu menganggukkan kepala.
"Jadi berapa biaya perbaikannya?" Garvi mengeluarkan dompet yang terlihat usang dan tampak bopel sana sini.
Melihat penampilan dompet pria di depannya, membuat hati Nesha mencelos. Membayangkan betapa susahnya kehidupan yang Garvi jalani. Kemudian ia memutuskan untuk urung meminta ganti rugi.
"Hmm.. Gimana kabar Ibu anda?" Tanya Nesha basa basi.
"Sudah mendingan, tapi masih harus dirawat dulu dirumah sakit", jawab Garvi sambil mengeluarkan uang lalu menyodorkan pada Nesha.
"Tak usah.. Setelah kupikir, mungkin anda lebih membutuhkan uang itu untuk biaya Ibu anda", tutur Nesha sambil mendorong tangan Garvi yang terulur.
"Tak apa. Biaya Ibuku.."
"Tak usah anda pikirkan. Bawa saja uang itu. Salam untuk Ibu anda, semoga segera sembuh", lalu Nesha buru-buru pergi meninggalkan pria itu sembari berlari kecil.
Sesampainya di rumah, bertepatan Pak Edi yang pulang kenduri dari rumah Pak Haji Sobari yang besok akan ngunduh mantu. Mereka pun masuk bersama.
"Pulangnya bareng Nesha, Pak?" Tanya Bu Rumi sambil mengambil alih nasi berkat ditangan Pak Edi.
"Tadi ketemu di depan pintu", jawab Pak Edi dengan sedikit terkekeh.
"Kamu tumben kok pulang agak larut, Nes?" Tanya Bu Rumi.
"Iya tadi ada keperluan sedikit."
"Nesha abis ketemuan sama pacarnya yang tukang Shopifood, Bu", sahut Nisha keluar dari kamar.
"Apa maksud kamu, Nis?" Tanya Nesha bingung. Pacar? Selama ini Nesha tak pernah sekalipun memiliki hubungan dengan lelaki manapun. Teman lelaki hanya pegawai toko, itupun tak terlalu dekat.
"Tadi aku dikasih tahu sama Mas Fandi, kalau lihat Nesha ketemuan sama cowok di depan ruko Ci Fani yang sepi. Untung mata Mas Fandi itu jeli, Bu", beber Nisha sambil senyum remeh pada Nesha.
"Kamu salah paham, Nis. Dia bukan pacar aku. Dia itu.."
"Jangan ngeles kamu, Nis. Akui saja pacarmu yang tukang ojol itu. Apa jangan-jangan kamu minder ya punya pacar kerjanya ngojol?" Nisha menekankan kata terakhir untuk merendahkan kakaknya. Tangannya terkepal erat, ingin sekali dia mencubit bibir Nisha yang tak berhenti memprovokasinya.
"Beneran kamu pacar, Nak?" Tanya Pak Edi dengan hati-hati. Karena ia tahu kalau anak sulungnya itu pemalu.
Nesha menjawab dengan gelengan kepala. "Ya udah.. Cepetan masuk kamarmu, Nisha juga. Kalian istirahatlah", titah Pak Edi, lalu diikuti dengan anggukan kepala oleh Nesha.
"Bu, besok kita sekeluarga disuruh menghadiri acaranya Hendi di gedung hotel", ucap Pak Edi sambil duduk menatap istrinya yang lahap memakan nasi berkat. "Pak Haji sudah menyiapkan mobil untuk jemput kita", sambung Pak Edi.
"Sekeluarga? Sama Nesha juga, Pak?" Tanya Bu Rumi menghentikan kunyahannya.
"Iya, Bu. Namanya sekeluarga ya semua anggota keluarga. Pak Haji kan temenku sejak kecil", tutur lembut Pak Edi sambil melayangkan senyum pada istrinya.
"Bapak nggak tahu ya, kalau si Nesha itu jadi omongan tetangga sekarang? Gegara dia dilangkahi sama adiknya."
"Kenapa harus malu, Bu? Omongan tetangga kok digubris."
"Tiap ketemu tetangga, mereka selalu aja bahas tentang Nesha yang jadi perawan tua, Pak. Ibu malu setiap keluar rumah sekarang."
"Jangan denger omongan orang, Bu. Hidup kita tidak bergantung sama omongan orang!" Pak Edi sedikit menekankan setiap kalimat yang ia ucapkan.
"Terserah Bapaklah. Kalau sampai Nesha buat malu, kamu tanggung aja sendiri." Bu Rumi pergi meninggalkan nasi berkat yang masih tersisa dan masuk kekamarnya dengan perasaan jengkel.
Pak Edi hanya menggelengkan kepala melihat tingkah istrinya yang seperti anak kecil kalau marah. Lalu ia membereskan sisa makanan itu dan membawanya ke dapur.
Diam-diam Nesha mencuri dengar pembicaraan antara kedua orangtuanya. Hatinya terasa berdenyut mendengar bahwa Ibunya malu memiliki anak yang dianggap sebagai perawan tua hanya karena dilangkahi oleh adiknya.
"Memangnya usia 25 tahun sudah dianggap perawan tua?" Gumam Nesha sambil berdiri dibalik pintu kamarnya. Tak terasa air matanya sudah mengalir di kedua pipinya.