NovelToon NovelToon
Dia Pelacur, Tapi Suamiku Murahan

Dia Pelacur, Tapi Suamiku Murahan

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor / Pelakor jahat / Suami Tak Berguna / Penyesalan Suami / Selingkuh / PSK
Popularitas:11.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ame_Rain

(Based on True Story)

Lima belas tahun pernikahan yang tampak sempurna berubah menjadi neraka bagi Inara.

Suaminya, Hendra, pria yang dulu bersumpah takkan pernah menyakiti, justru berselingkuh dengan wanita yang berprofesi sebagai pelacur demi cinta murahan mereka.

Dunia Inara runtuh, tapi air matanya kering terlalu cepat. Ia sadar, pernikahan bukan sekadar tentang siapa yang paling cinta, tapi siapa yang paling kuat menanggung luka.

Bertahan atau pergi?
Dua-duanya sama-sama menyakitkan.

Namun di balik semua penderitaan itu, Inara perlahan menemukan satu hal yang bahkan pengkhianatan tak bisa hancurkan: harga dirinya.

Kisah ini bukan tentang siapa yang salah. Tapi siapa yang masih mampu bertahan setelah dihancurkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ame_Rain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

(POV Hendra) Dua Perempuan yang Berbeda

"Hm... gimana, ya. Mas ngerasa kalau dia enggak begitu menghargai usaha Mas." kataku.

Mataku menatap ke langit, mengingat-ingat kejadian yang telah lalu.

Saat pertama kali aku mengungkapkan keinginanku untuk menjadi seorang content creator, Inara tidak ambil bagian dari usahaku itu. Dia hanya memfollow, menonton, dan memberi like--- itu saja. Berbeda dengan istri-istri temanku yang lain, dimana mereka meng-share potongan video suaminya dan lain-lain agar yang lain ikut mampir. Inara memilih untuk tidak ikut-ikutan.

Begitupun saat aku membuat konten. Aku sering memintanya ikut bersamaku agar kami bisa membuat konten bersama, tapi dia tidak mau. Katanya dia malu. Padahal, apa yang dimalukan? Toh hanya ada aku, dia, dan kamera. Dia tak benar-benar berada di depan pentas dimana banyak mata menatapnya. Seringkali aku mengajaknya, tapi dia selalu menolak. Kesal, tapi aku pun tidak bisa bicara banyak.

Dewi mengerutkan dahinya.

"Kok begitu, Mas? Bagaimanapun kan Mas ini suaminya. Masa suami usaha tapi istri enggak menghargai. Enggak betul istri yang begitu."

Aku terkekeh. Yah, andai saja Inara bisa berpikiran seperti Dewi, mungkin aku akan merasa sangat senang.

"Gimana lagi. Mas kan enggak punya uang banyak, wajar lah enggak dihargai." kataku.

"Tetap enggak boleh begitu, Mas. Istri itu harus menghormati suami. Biar yang suami kasih sedikit, tetap saja itu hasil jerih payahnya. Aku kalau punya suami seperti Mas, pasti bahagia banget."

Sebelah alisku terangkat, jadi penasaran dengan ceritanya.

"Kamu janda?"

Dewi menatapku dengan agak terkejut, mungkin kaget karena tanpa sengaja keceplosan mengenai statusnya.

"Iya, Mas."

"Punya anak?"

"Satu, udah SMA."

"Kenapa cerai dulu?"

"KDRT, Mas. Makanya saya enggak sanggup lagi."

Aku ber-oh ria, turut simpati akan nasibnya. Susah memang kalau KDRT. Siapa yang tahan dipukuli setiap hari? Lebih baik cerai daripada mati sia-sia.

Aku sih tidak berani pukul Inara. Meski kalau emosi, kuakui amarahku pun meluap-luap. Kubanting barang-barang demi tidak menyakiti orang yang ada di rumah. Endingnya? aku pun dibenci oleh ibu mertua karena kipas angin yang dia beli habis tiga biji karena kurusak.

Nasib jadi orang susah. Apa-apa jadi kena marah, kena nyinyir. Padahal aku begitu demi tidak memukuli anak dan cucunya.

"Kalau Mas sih enggak berani, ya, pukul-pukul begitu. Kasihan istri dan anak." kataku.

"Baguslah, Mas. Mas orang baik berarti. Enggak seperti mantan suamiku itu. Enggak punya hati." Dewi terlihat sedih saat mengingat mantan suaminya itu.

Aku pun jadi ikut sedih melihatnya.

"Lalu bagaimana tanggung jawabnya terhadap anak kalian? Kirim uang dia untuk biaya sekolah dan jajan anak kalian?"

Dewi menggeleng. Kasihan, ya. Kok bisa ada laki-laki sekejam itu? Padahal itu anaknya, loh. Bisa-bisanya dia tidak peduli pada anaknya sendiri.

Tapi, yah, sebenarnya banyak juga laki-laki yang seperti ini. Ayahnya Meira pun begitu, enggak ada kabar sama sekali. Kami hanya tahu dia masih hidup karena tidak ada kabar kematiannya saja. Sedangkan uang belanja atau sekedar berjumpa sudah tidak ada sejak lama.

"Anakmu laki-laki atau perempuan?"

"Perempuan, Mas."

"Oh, sama berarti dengan istri saya. Istri saya pun sebelumnya janda beranak satu, anaknya perempuan. Tapi mereka sudah cerai sejak si anak ini masih kecil, jadi saya yang urus. Kenapa kamu enggak nikah lagi saja?"

Dewi menunduk, tampak sedih. Mungkin dia kepikiran putrinya.

"Susah, Mas, cari yang bisa menerima kita apa adanya. Banyak yang datang membawa cinta, tapi enggak mau nerima buntutnya. Ya saya mana mungkin ninggalin anak, enggak tega saya. Ayahnya sudah meninggalkan dia. Kalau saya meninggalkan dia juga, mau jadi apa anak saya nanti? Makanya saya tidak tega menikah lagi."

Dewi terisak pelan. Teriris lah aku melihatnya begitu. Kasihan. Aku pun beralih untuk duduk di sampingnya, mengelus pelan punggungnya. Semoga saja ini bisa membuatnya lebih tenang.

"Mas paham, Mas ngerti. Kamu bisa ceritain semua keluh kesah kamu ke Mas, Wi." kataku.

Dewi menatap wajahku dengan wajahnya yang basah. Tanganku refleks terangkat, mengusap lembut air mata di wajahnya.

"Makasih ya, Mas. Mas pengertian banget. Baru kali ini aku ngerasa bisa cerita ke orang lain dengan plong, karena selama ini semua masalah aku pendam sendiri."

Ada gelanyar aneh yang muncul di hatiku. Aku merasa iba, tak tega membiarkan dia kesulitan. Memang ada orang yang tidak bisa memberitahukan masalahnya pada orang lain, dan mungkin Dewi salah satunya. Dia sama seperti aku yang tak bisa memberitahukan orang lain betapa insecure nya aku pada istriku, karena semua orang pasti langsung berkomentar bahwa aku beruntung mendapatkan istriku---tanpa mau mengerti dari posisiku juga. Bukankah harusnya sepasang suami istri merasa beruntung memiliki satu sama lain?

Tapi nyatanya, begitu. Seolah Inara sial karena bersuamikan aku.

Sejak saat itu, kami pun saling bertukar kontak. Saat sedang sepi, aku sering mengiriminya pesan. Sengaja aku memberinya nama laki-laki di ponselku, agar istriku tak curiga. Jadi jika Inara tanya siapa dia, aku bisa bilang kalau dia adalah istrinya temanku sesama supir dari lain desa. Inara tidak mungkin kenal semua temanku, dia istri rumahan. Jarang keluar-keluar rumah.

"Dik, jangan pakai lipstik warna itu, dong. Enggak bagus dilihatnya."

Aku mengomentari istriku saat dia sedang berdandan. Kami akan pergi menghadiri pesta pernikahan salah satu warga di desa kami, tapi Inara malah pakai lipstik warna pucat. Melihatnya pun aku jadi kurang berselera.

Inara menoleh, satu alisnya terangkat.

"Biasanya kamu enggak komen masalah lipstikku, Mas. Kok tiba-tiba sekarang komen?" tanyanya.

Aku mendesah kasar.

"Ya lipstik kamu tuh jelek, Dik. Ganti, lah. Warna merah." kataku.

Padahal warna merah itu bagus, seperti yang dipakai Dewi. Tapi istriku malah suka yang warnanya begitu. Aneh memang.

Inara tampak kurang suka dengan saranku, tapi akhirnya dia menurut.

"Iya deh, biar aku ombre." katanya.

"Jangan ombre-ombre segala, merah aja semuanya. Biar bagus loh, Dik. Biar Mas sebagai suami juga merasa bangga punya istri cantik." katanya.

Aku melihat raut wajah Inara berubah dari cermin dihadapannya. Memangnya tidak boleh jika aku ingin istriku cantik?

"Emangnya biasanya aku jelek kalau pakai lipstik biasanya, Mas? Emangnya kamu malu bawa aku sebagai istrimu?" tanyanya.

Waduh, jadi ribut. Padahal bukan begitu maksudku. Aku cuma ingin dia pakai lipstik merah supaya dia makin cantik, itu saja. Tapi dia malah sewot. Padahal kalau Dewi, dia senang-senang saja jika aku menegurnya. Toh yang aku katakan untuk kebaikan mereka juga.

Tapi kenapa Inara enggak bisa seperti Dewi sedikit saja, sih?

***

Jadi gimana, nih? Menurut kalian Hendra salah, enggak?

Atau memang Inara yang salah, salah pilih suami misalnya? wkwk.

Jangan lupa like, komen, dan subscribe biar author semangat terus nulisnya~

Kalau enggak ada komen, author pundung nih 🤣

Oke, see you next time!

1
kim elly
nggak akan sembuh
kim elly
bakal di bahas seumur hidup
kim elly
🙄padahal jangan di cari cari lagi kesalahan nya cerai end sudah
Nuri_cha
idiih.. boleh dibejek aja gak sih nih ai Hendra. guemeeess aku tuuuh
Nuri_cha
bukan pandai membaca pikiranmu, Ndra. tapi karena dia udah pro, udah suhu, dia sudah tahu harus gimana di depan pria-pria hidung belang kek kamu
Nuri_cha
dan kamu percaya? mana ada di tempat gituan cuma nemenin nyanyi sama minum doang. akh, pantesan kamu gampang dibodohi, Ndra 🙄
Nuri_cha
dari sini aja udah kelihatan kalau Hendra itu picik, berpikiran sempit
Nuri_cha
iikkkhh, males banget dibanding-bandingin
Rezqhi Amalia
aku bacanya sambil gimana gtu😭😭🤣
Ameee: Tiba-tiba aura julid author menggebu-gebu 🤣
total 1 replies
Rezqhi Amalia
brrti dia mata matanya Dewi tu. musuh dalam selimut
Drezzlle
dan kamu pikir masalah bisa selesai gitu Hend
Drezzlle
Udah kena apem ya gitu kamu NDRA
rokhatii
kuatkan iman ra
rokhatii
parah main dukun ternyata
rokhatii
bodoh banget lu hendrraaaa..
rokhatii
jijik banget aku Ra sama suami mu
Anggrek Handayani
Aduh! Kamu itu oleh-oleh aja yang diingat🤦 Gita... Gita...
Anggrek Handayani
Kirain peluk kakaknya malah ingat oleh-oleh Saja. Dasar anak kecil.🤣🤣
Anggrek Handayani
Biarkan saja! Itu hukuman untuk Hendra, Inara.🤣🤣
Nuri_cha
mulai banyak keluhannya setelah mendapat kehangatan dari Dewi, hmmm
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!