Seorang psikopat yang ber transmigrasi ke tubuh seorang gadis, dan apesnya dia merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Ketika dia merasakan cemburu, dia harus mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya. Bagaimana kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9
Sinar mentari menyambut pagi hari, Alice sebenarnya malas untuk bangun, tapi kalau bukan karena harus kuliah dan memerankan tanggung jawab sebagai Alice muda, dia mungkin akan terus tidur. Dia menguap dan meregangkan tubuhnya, lalu bangun dari tempat tidur.
Alice langsung menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia mandi dengan air hangat dan menggunakan sabun yang harum untuk membersihkan kulitnya. Setelah itu, dia mengeringkan tubuhnya dengan handuk lembut dan memakai lotion untuk melembabkan kulitnya.
Setelah membersihkan diri, Alice menuju ke depan cermin untuk berdandan. Dia memilih pakaian yang sederhana namun stylish, dan mengaplikasikan makeup yang ringan untuk menonjolkan kecantikan alaminya. Rambutnya diikat rapi dengan gaya yang sederhana namun tetap terlihat stylish.
Sebelumnya, kemarin sore sebelum makan malam, Alice telah pergi ke mall yang tidak jauh dari rumah untuk berbelanja produk kecantikan. Dia menghabiskan waktu 2 jam di department store, memilih-milih produk yang tepat untuk kulit dan penampilannya. Setelah mencari-cari, dia akhirnya memutuskan untuk membeli foundation baru dari merek favoritnya yang terkenal dengan formula yang ringan dan tahan lama. Selain itu, dia juga membeli eyeshadow dengan warna-warna netral yang sesuai dengan warna matanya yang indah, serta mascara yang dapat memperpanjang dan mempertebal bulu matanya.
Tidak hanya itu, Alice juga membeli parfum yang harum dan tahan lama, dengan aroma yang manis dan feminin. Dia juga memilih lip balm yang melembabkan bibirnya, dengan tekstur yang lembut dan rasa yang enak.
Dengan menggunakan produk kecantikan yang baru dibelinya, Alice merasa lebih percaya diri dan siap untuk menghadapi hari itu. Dengan penampilan yang rapi dan stylish, Alice siap untuk turun ke bawah untuk sarapan. Dia berjalan dengan langkah yang tenang dan percaya diri, menunjukkan bahwa dia telah siap untuk menghadapi hari itu.
Setelah Alice turun ke bawah untuk sarapan, di ruang makan, sudah ada Anton dan Lucy yang sedang menunggu. Mereka berdua tidak bisa tidak terpengaruh dengan dandanan Alice yang sangat berbeda itu. Mereka terkejut melihat Alice yang biasanya terlihat sederhana dan tidak terlalu peduli dengan penampilannya, kini terlihat cantik dan stylish.
"Apa mama tidak salah lihat? Benarkah itu Alice?" tanya Lucy dengan berbisik dan mata yang terbelalak kepada Anton, seolah-olah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Anton juga tidak bisa tidak memuji, "Ya, dia benar Alice, tapi dia seperti telah berubah menjadi versi dirinya yang lain. Kecantikannya hari ini benar-benar luar biasa, seperti berkali-kali lipat lebih mempesona daripada biasanya. Bukankah sejak semalam dia juga sudah berbeda, Ma?"
"Tapi, pagi ini dia jauh lebih berbeda, seperti ada sesuatu," sahut Lucy, suaranya masih berbisik tapi penuh dengan rasa penasaran.
Anton memandang Alice dengan lebih saksama, mencoba memahami apa yang membuat putrinya begitu berbeda hari ini. "Papa tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi hasilnya sungguh luar biasa," gumamnya, masih terkesan dengan perubahan pada Alice.
"Dan jika dia seperti ini... dia benar-benar mirip dengan ibunya, Amira," tambahnya dengan nada yang sedikit sentimental, kenangan lama tentang mantan istrinya kembali menghantuinya.
Lucy memandang Alice dengan mata yang berbeda, lalu menoleh ke Anton dengan ekspresi yang tidak suka. "Mama membenci hal itu, Pa. Jangan menyebut namanya lagi," katanya dengan nada yang dingin dan tidak suka, seolah-olah perubahan pada Alice tidak hanya membuatnya penasaran tapi juga tidak nyaman.
Alice tersenyum miring mendengar bisikan mereka, namun dia tidak menanggapi secara langsung. Dia duduk tanpa menyapa, langsung mengambil tempat duduknya dan mulai menikmati sarapannya. Sikap Alice yang dingin membuat Anton dan Lucy saling menatap, seolah-olah mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting.
Meskipun tidak menanggapi secara langsung, Alice tidak bisa tidak merasa sedikit puas dengan pujian yang diberikan oleh Anton dan Lucy. Dia memang telah berusaha keras untuk terlihat cantik hari ini, dan sepertinya usahanya tidak sia-sia. Dengan senyum kecil di wajahnya, Alice terus menikmati sarapannya dengan fokus.
Tak lama kemudian, Marina datang ke ruang makan dengan wajah yang cerah dan senyum yang lebar. Namun, saat dia melihat Alice, senyumnya langsung pudar. Dia terkejut dengan penampilan Alice yang sangat berbeda dari biasanya.
Marina tidak bisa tidak merasa sedikit iri dengan kecantikan Alice. Dia merasa bahwa Alice telah mencuri perhatian Anton dan Lucy dengan penampilannya yang memukau. Dia merasa seperti tidak ada lagi di ruang makan.
Meskipun merasa iri, Marina tidak bisa tidak mengakui bahwa Alice memang terlihat sangat cantik hari ini. Alice tidak terlalu memperhatikannya, dia langsung pamit dan beranjak pergi, meninggalkan Anton dan Lucy yang masih duduk di meja makan.
"Aku sudah selesai," kata Alice singkat sebelum meninggalkan ruang makan.
Sebelum pergi, Alice memanggil Jumi yang sedang berada di dapur.
"Bi, nanti kalau ada orang datang, langsung saja suruh masuk ke dalam kamar," kata Alice dengan nada yang tegas dan tanpa penjelasan lebih lanjut.
Jumi tampak bingung, tapi dia hanya bisa mengangguk dan menjawab, "Baik, Nona."
Alice langsung pergi meninggalkan Jumi yang masih tampak bingung, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut tentang siapa orang yang akan datang itu.
"Ada apa dengan anak itu?" gumam Anton, baik Lucy dan Marina hanya diam pura-pura tidak mendengar.
Sarapan terdengar hening sebelum Lucy membuka suara, "Pa, mama ingin bicara."
Anton menatap Lucy dengan rasa penasaran, "Apa yang ingin kamu bicarakan, Ma?" tanya Anton.
Lucy menunduk sejenak sebelum mengangkat kepalanya dan menatap Anton dengan serius, matanya memancarkan tekad yang kuat. "Pa, ini tentang pembicaraan semalam, tentang apa yang dikatakan Alice soal Marina dan Bagas," kata Lucy dengan suara yang pelan tapi penuh dengan intensitas.
Anton mengerutkan keningnya, "Apa yang terjadi dengan mereka?" tanya Anton dengan rasa penasaran yang semakin besar.
"Emm bisa tidak jika pernikahan besok Alice digantikan Marina? Mereka saling mencintai, Pa," kata Lucy dengan suara yang lembut tapi penuh harap, sambil menatap Anton dengan mata yang penuh permohonan dan desakan.
Anton terkejut dan terdiam sejenak, wajahnya berubah menjadi serius. "Apa maksudmu? Pernikahan itu sudah dijadwalkan dan disepakati oleh kedua keluarga. Tidak mungkin kita mengubahnya sekarang, apalagi pernikahan mereka tinggal seminggu lagi," jawabnya dengan nada yang tegas dan tidak bisa ditawar.
Tiba-tiba Anton teringat akan masalah semalam, "Jadi, apakah yang dikatakan Alice semalam itu adalah suatu kebenaran?" tanya Anton dengan nada yang lebih dalam dan penuh dengan keraguan.
"E... sebenarnya... iya, Pa," jawab Lucy dengan suara yang sedikit bergetar.
Anton memandang Lucy dengan mata yang tajam, "Jadi benar jika Bagas bermain belakang? Bagas mengkhianati Alice? Benar-benar tidak bisa dipercaya," katanya dengan nada yang keras dan penuh dengan kemarahan.
Lucy tidak akan menyerah, dia terus memohon kepada Anton agar mempertimbangkan kembali keputusannya. "Tolong mengertilah, Pa. Pikirkan lagi. Marina dan Bagas benar-benar mencintai satu sama lain. Jika pernikahan Bagas dan Alice besok tetap dilakukan, maka itu akan membuat mereka berdua sangat tidak bahagia," kata Lucy dengan suara yang penuh emosi dan kepedulian, suaranya semakin meninggi dan desakan di matanya semakin kuat.
"Pikirkan tentang kebahagiaan mereka, Pa," kata Lucy dengan suara yang lembut namun penuh dengan ketegasan. "Jangan hanya memikirkan rencana dan kesepakatan kalian. Di sini, status Marina sebagai anak pertama harusnya menjadi pertimbangan utama. Apakah benar jika hanya karena rencana bisnis, Papa rela mengorbankan kebahagiaan putri Papa sendiri? Apakah Papa benar-benar rela melakukan hal itu, Pa?" tanya Lucy dengan suara yang sedikit meninggi, matanya berkaca-kaca menahan air mata.
"Marina dan Bagas mencintai satu sama lain, tapi Papa malah memaksakan dia menikah dengan orang lain. Apa yang Papa pikirkan sebenarnya? Apakah bisnis dan kekuasaan lebih penting daripada kebahagiaan putri Papa sendiri?"