Adelina merupakan seorang selebgram dan tiktokers terkenal yang masih duduk di bangku SMA.
Parasnya yang cantik serta sifatnya yang periang membuatnya banyak disukai para followers serta teman-temannya.
Tak sedikit remaja seusianya yang mengincar Adelina untuk dijadikan pacar.
Tetapi, apa jadinya jika Adelina justru jatuh cinta dengan dosen pembimbing kakaknya?
Karena suatu kesalahpahaman, ia dan sang dosen mau tak mau harus melangsungkan sebuah pernikahan rahasia.
Pernikahan rahasia ini tentu mengancam karir Adelina sebagai selebgram dan tiktokers ratusan ribu followers.
Akankah karir Adelina berhenti sampai di sini?
Akankah Adelina berhasil menaklukkan kutub utara alias Pak Aldevaro?
Atau justru Adelina memilih berhenti dan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marfuah Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lanjut Atau Udahan?
Pagi ini ada yang berbeda. Gadis dengan piyama tidur yang masih melekat di tubuhnya itu begitu sibuk dengan dapur. Entah makanan jenis apa yang hendak ia hidangkan untuk sarapan.
Seraya mengocok telur, ia berkali-kali menoleh ke arah hapenya. Mengikuti instruksi yang ada di sana. Wajahnya nampak begitu serius. Aku mengamatinya dari meja makan, sesekali tersenyum kecil saat melihat tingkahnya yang kebingungan.
Bukannya tak ingin membantu, tapi ia sendiri yang menolak bantuanku. Ia bilang, ingin belajar menjadi istri yang baik. Salah satunya dengan membuatkan makanan untukku. Padahal, memasak bukan satu-satunya cara untuk menjadi istri yang baik. Masih banyak jalan lain, baik di ranjang misalnya. Eh! Membersihkan ranjang maksudku. Apalagi kalau bukan itu, yang iya-iya aja pikiran kalian pasti.
Cukup lama ia berkutat di sana, hingga terpampang lah wajah lega nan bahagianya. Masakannya telah selesai. Aku menunggu dengan penasaran, seperti apa hasil dari jerih payahnya selama hampir satu jam ini.
Dengan senyum merekah di bibirnya, ia meletakkan hasil masakannya di meja makan.
“Silakan dicicipi hasil masakan selebgram ratusan ribu followers,” ucapnya dengan bangga.
Mulutku sedikit terbuka menatap hasil karyanya yang luar biasa. Dengan garpu di tangan, aku membolak balikan telor dadar yang nampak aesthetic dengan warnanya yang kehitaman. Mungkin lebih tepatnya setengah gosong.
“Saya ingin tahu, seperti apa reaksi para pengikutmu jika melihat hasil masakanmu yang amazing ini,” kataku masih membolak-balikkan telur itu.
Delina mengambil piring itu dengan wajah masamnya. “Gak usah dimakan kalau gak mau,” desisnya.
Aku menahan tangannya saat ia akan membawa telur itu kembali ke dapur. Mengambil piring itu dan menyendokan nasi ke atasnya.
“Saya bukan tipe orang yang tidak tau terima kasih,” ucapku seraya memakan telur dadar yang terasa pahit di lidah.
Gak papa Al, demi Adel!
Dia menarik kursi di sampingku lalu mendudukan bokongnya di sana. Seraya menatapku yang berusaha menelan makanan di depan mata, ia tersenyum. Senyum manis yang mampu membuat rasa pahit di lidah mengabur.
Netranya masih setia memandangiku, hingga dering di hapeku mengalihkan perhatiannya. Menatap layar hapeku yang menyala, sebuah pesan dari Anaya terpampang di sana.
...🍉🍉...
Aku menutup telinga, menghindari telingaku menjadi bolot karena mendengar omelan yang keluar dari mulut Adelina. Gadis itu tak hentinya mengomel setelah pulang dari sekolah sore tadi. Hingga hari berganti pun ia masih nampak kesal.
“Gue heran deh sama Rain. Kenapa dia masih aja suka sama buaya berbentuk Riyan,” gerutunya seraya menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya. Sedang matanya sibuk menatap layar hapenya.
“Del, gue harus gimana dong! Riyan mulai jauhin gue lagi.” Terdengar suara parau dari voice note di hapenya.
“Gue kan udah pernah bilang, Riyan tuh cuma depannya doang keliatan baik, tegas. Padahal mah, dia tuh sebenernya buaya. Lo terlalu baik buat cowok kayak dia, Rain. Lonya aja yang kagak pernah dengerin gue,” geramnya membalas voice note itu.
Aku menggelengkan kepala, dasar anak jaman sekarang. Suka banget bertahan sama rasa sakit yang sama. Banyak peluang buat ninggalin kondisi yang gak sehat, tapi mereka justru memilih bertahan. Giliran disakitin, bilangnya semua cowok sama aja.
ANJIR!
Aku beranjak meninggalkan gadis itu. Udara pengap segera menyeruak saat pintu gudang terbuka. Kunyalakan saklar lampu, terlihat tumpukan barang-barang yang berdebu. Pelan langkahku memasuki gudang menuju sebuah lemari kayu besar di pojok ruangan.
Gaun-gaun serta baju-baju perempuan terbungkus rapi dalam plastik yang melindunginya dari debu. Kusapukan tanganku pada setiap helaiannya, beberapa bulan berlalu, tapi harumnya masih sama.
Aku mengambil salah satu dress selutut berwarna soft pink. Dress yang menjadi kesayangan Keyla dulu. Dress ini sering digunakannya dalam berbagai acara keluarga. Ia nampak sangat cantik saat mengenakan dress ini.
“Del!” panggilku pada gadis yang baru selesai mengeringkan rambutnya.
Ia menoleh, aku melemparkan dress itu tepat ke wajahnya membuatnya berteriak kesal.
“Pakai itu dan ikut saya,” ucapku sebelum meninggalkan kamar.
Di sofa ruang tamu, aku menunggu gadis itu selesai berdandan. Cukup lama, sampai aku merasa ngantuk karena terlalu lama menunggunya. Selain mengantri, menunggu perempuan berdandan adalah kegiatan paling menyebalkan di dunia.
Lamanya itu loh, udah kayak nungguin Upin Ipin lulus TK!
Pintu kamar terbuka. Sesosok bidadari yang tengah menjelma menjadi manusia keluar dari sana. Dengan langkah malu-malu, perlahan ia menghampiriku. Netraku tak mau lepas dari sosoknya. Seakan ada magnet khusus yang melekat padanya. Menarik seluruh perhatianku agar hanya tertuju padanya.
Dress soft pink selutut itu benar-benar nampak semakin cantik dikenakan olehnya. Sosok Keyla seakan terkalahkan olehnya.
“Mas,” panggilnya yang menyadarkanku.
Aku bangkit dari sofa, wajahnya menunduk saat netraku terus memandanginya. Kurasa ia malu. Padahal, harusnya ia bangga karena bahkan bidadari pun akan merasa iri jika berada di sampingnya.
Jemariku terulur menyentuh rambut halusnya yang tergerai, menyelipkannya ke belakang telinga. Telunjukku menggapai dagunya yang bersembunyi malu-malu. Mengangkat wajahnya untuk menatapku.
Ia mengulum bibirnya. Pipi halusnya nampak bersemu merah. Ingin sekali aku mengecup seluruh wajahnya yang tampak sangat imut.
“Kamu cantik, jangan tutupi itu dengan menunduk,” kataku kemudian menggenggam tangannya.
Ia mengekor di belakang. Kurasakan rasa dingin yang menjalar lewat tangannya yang kugenggam.
...🍉🍉...
Aku merasa puas saat melihat raut ketakutan yang terpampang jelas di wajah papa. Meski ia tahu jika yang saat ini ada di hadapannya adalah Delina dan bukan Keyla, tapi tetap saja bayangan kematian Keyla masih melekat dalam benaknya.
Meski tak ada bukti yang kuat jika papalah yang menyebabkan kematian Keyla, tapi aku yakin jika papa memang secara tak langsung yang menyebabkannya. Jika tidak, mengapa ia harus merasa takut saat berhadapan dengan Delina yang mirip dengan sosok Keyla?
“Mas, Papa kamu ngeliatin aku terus, aku takut,” bisik Delina di sampingku.
Aku hanya tersenyum miring membalasnya seraya menatap papa yang langsung mengalihkan pandangannya. Buru-buru ia menghabiskan makanannya.
“Kenapa, Pa? Papa suka sama istri Al? Kok ngeliatin terus,” ucapku.
“Jangan ngaco kamu, Al!” geram Papa. Wajahnya nampak jelas jika ia tengah gugup.
“Ngaco gimana, Pa? Masa lalu udah ngejawab semuanya,” lanjutku lagi yang membuat Papa semakin geram.
“Ka-"
“Sudah-sudah, kalian ini anak sama bapak sama aja!” lerai Kakek.
“Al udah selesai. Ayo, Sayang, kita ke kamar,” kataku seraya meraih tangan Delina dan mengajaknya pergi meninggalkan meja makan.
Dapat kulihat raut tak enak dari wajah Anaya saat dengan mesra aku memeluk Delina dari samping. Jika waktu itu dia bilang akan melepaskanku, biar saat ini kutegaskan jika ciuman waktu itu hanya kekhilafan yang tak sengaja kulakukan.
Kulepas rengkuhan tanganku di pinggangnya saat kami telah sampai di dalam kamar. Napasku terembus panjang kemudian tubuhku jatuh di atas ranjang. Kutatap langit-langit kamar, pikiranku kalut. Antara lanjut atau berhenti dengan semua permainan ini.
Delina mendudukan diri di sampingku kemudian ikut merebahkan tubuhnya di sana.
“Aku gak tau apa yang terjadi dengan keluarga, Mas. Tapi, aku gak suka dengan tatapan papa Mas yang melihatku seperti aku adalah hantu,” gerutunya.
“Kamu memang hantu.” Ucapanku berhasil membuatku mendapat hadiah cubitan di lenganku.
Aku balas menggelitikinya hingga ia tertawa dan meminta ampun. Aku menikmati tawanya serta wajah kesalnya saat tak berhasil membalasku. Malam ini, diiringi hujan yang tiba-tiba turun aku kembali merasakan kehangatan yang telah lama hilang dalam hatiku.
Ia seolah merengkuhku dari deru hujan yang menimpaku. Mengangkatku dari kubangan es yang dalam. Memberiku kehangatan layaknya oase di tengah gurun. Mungkin untuk banyak orang, ini adalah kisah cinta yang klise. Tapi, untuk aku yang telah lama kehilangan rasa cinta ini adalah sebuah keajaiban.
Tuhan mengirimmu bukan hanya untuk mengembalikan sosok adikku yang hilang. Tapi juga untuk memperbaiki hatiku yang pernah remuk sebelumnya. Dan aku menyukai cara Tuhan menghadirkanmu.