Elise, seorang gadis keturunan bangsawan kaya, hidupnya terikat pada aturan keluarga. Untuk mendapatkan harta warisan, ia diwajibkan menikah dan segera melahirkan keturunan. Namun Elise menolak. Baginya, pernikahan hanyalah belenggu, dan ia ingin memiliki seorang anak tanpa harus menyerahkan diri pada suami yang dipaksakan.
Keputusan nekat membawanya ke luar negeri, ke sebuah laboratorium ternama yang menawarkan program bayi tabung. Ia pikir segalanya akan berjalan sesuai rencana—hingga sebuah kesalahan fatal terjadi. Benih yang dimasukkan ke rahimnya ternyata bukan milik donor anonim, melainkan milik Diego Frederick, mafia paling berkuasa dan kejam di Italia.
Ketika Diego mengetahui benihnya dicuri dan kini tengah berkembang dalam tubuh seorang wanita misterius, murka pun meledak. Baginya, tak ada yang boleh menyentuh atau memiliki warisannya.
Sementara Elise berusaha melarikan diri, Diego justru bersumpah akan menemukan wanita itu, dengan segala cara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 31
Diego mendongak dari posisinya yang terduduk canggung di lantai, satu tangan memegangi pinggangnya yang berdenyut nyeri.
Wajahnya yang biasa dipenuhi aura dingin kini tampak konyol dengan ekspresi meringis.
“Jangan pura-pura, Nona! Kau sengaja, kan? Mengakulah!”
“Sengaja apa, Tuan? Saya hanya terkejut ada yang menindih saya saat tidur. Itu refleks,” elak Elise, menarik selimut hingga menutupi dadanya dan beringsut duduk bersandar di kepala ranjang.
“Refleks katamu? Tenagamu itu seperti kuli bangunan!” gerutu Diego sambil berusaha bangkit dengan susah payah.
Diego akhirnya berhasil dan menjatuhkan diri di sisi ranjang, menjaga jarak aman sambil terus mengusap pinggangnya.
“Aku sudah pusing memikirkan acara keluarga sialan itu, dan kau malah menambah masalah dengan membuatku cacat.”
“Acara keluarga?” Elise memiringkan kepala, kini benar-benar penasaran. “Memangnya kenapa?”
Diego mendengus, tatapannya beralih dari pinggangnya ke wajah Elise yang diterpa cahaya redup.
“Kau pikir mudah membawamu ke hadapan mereka? Terutama Alana. Sepupuku itu mulutnya lebih tajam dari pisau bedah. Dia pasti akan mengejekku habis-habisan kalau tahu wanita yang kubawa ternyata...” Ia tidak melanjutkan kalimatnya, namun Elise tahu persis apa maksudnya. Masih punya suami.
Keheningan canggung menyelimuti mereka sejenak, sebelum Diego kembali menatap Elise dengan sorot mata yang berbeda. Tatapan kelaparan.
“Tapi itu urusan nanti. Sekarang, urusan kita,” ucap Diego.
“Urusan apa lagi?” tanya Elise waspada.
“Aku hanya ingin mencicipinya sedikit. Hanya sedikit!” rengek Diego, suaranya terdengar seperti anak kecil yang merajuk minta permen.
Wajah memelasnya sama sekali tidak cocok dengan postur tubuhnya yang kekar.
“Mencicipi apa, Tuan? Tidak ada makanan di kamar ini,” sahut Elise, berpura-pura bodoh.
“Itu!” Diego menunjuk bibir Elise dengan dagunya. “Bibirmu. Kenapa kau pelit sekali? Aku hanya ingin memastikan rasanya, itu saja.”
Pipi Elise seketika memanas. “Anda gila! Itu pelecehan!”
“Bukan pelecehan kalau aku menyukainya,” balas Diego enteng. “Rasanya enak sekali. Kenyal seperti jeli buah. Aku jadi ketagihan.”
“Dasar mesum!” maki Elise, tak bisa lagi menahan kekesalannya. Bagaimana bisa seorang ketua mafia yang ditakuti berbicara sebebas dan semesum ini?
“Aku memang mesum, tapi hanya padamu.” Diego mengaku tanpa rasa malu. Ia mulai menggeser tubuhnya, perlahan tapi pasti, mendekati Elise. “Jadi, biarkan aku mencicipinya lagi.”
“Eh, Anda mau apa? Jangan macam-macam!” seru Elise panik. Ia bergerak mundur, tetapi usahanya sia-sia. Punggungnya sudah menabrak sandaran ranjang yang dingin dan keras. Ia terpojok.
Diego tidak menjawab. Ia terus merayap maju hingga tubuhnya kembali mengungkung Elise di bawahnya, kedua lengannya menopang di sisi kepala wanita itu.
Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Elise bisa merasakan embusan napas hangat Diego yang beraroma mint.
“Menjauh dari saya, Tuan Diego!” desis Elise, mencoba mendorong dada bidang pria itu, tetapi tenaganya seolah lenyap.
“Dengar,” bisik Diego dengan nada berubah serius, tak ada lagi rengekan kekanakan di sana. “Ikutlah bersamaku ke Indonesia. Orang tuaku mengundangmu di perjamuan makan malam keluarga.”
Mata Elise membelalak. “Perjamuan keluarga? Apa anda sudah gila? Itu acara resmi, sementara saya… saya ini bukan siapa-siapa anda!” protesnya dengan suara tertahan.
Tatapan Diego menajam, menusuk langsung ke dalam jiwa Elise. “Kau calon istriku. Satu-satunya wanita yang akan menerima benihku selanjutnya,” tegasnya, setiap kata diucapkan dengan penekanan yang tak menyisakan ruang untuk bantahan.
“What?!” Elise benar-benar kehilangan kata-kata.
Rahangnya serasa jatuh ke lantai. Calon istri? Benih? Pria ini benar-benar tidak waras.
Cup!
Sebuah kecupan lembut dan hangat mendarat di keningnya, membuat seluruh sistem saraf Elise membeku sesaat.
Diego menarik diri, tatapannya melembut, meski aura kepemilikan masih terpancar kuat.
“Besok, pergilah bersama sopir untuk membeli gaun. Pilih yang paling kau suka,” ucapnya sambil mengeluarkan sebuah kartu berwarna hitam pekat dari laci nakas dan meletakkannya di telapak tangan Elise. “Dan bawa ini.”
Elise menatap kartu platinum itu dengan nanar, lalu kembali menatap Diego dengan tatapan menantang.
“Saya tidak mau.”
“Ini bukan permintaan, Nona. Ini perintah.”
Kilat pemberontakan menyala di mata Elise. “Baik. Kalau begitu, jangan salahkan saya jika kartu ini isinya habis dalam satu hari.”
“Tak masalah. Habiskan saja jika kau sanggup. Aku justru penasaran melihat seberapa besar seleramu.” Diego menyeringai, sebuah senyum miring yang arogan sekaligus memesona.
Ia kemudian bangkit, merapikan piyama sutranya yang sedikit kusut. Gerakannya kembali tenang dan berwibawa, seolah insiden jatuh dari ranjang beberapa menit lalu tidak pernah terjadi.
Melihat Diego berjalan menjauh dari ranjang, Elise refleks bertanya, “Anda mau ke mana malam-malam begini?”
Diego berhenti di ambang pintu kamar mandi tanpa menoleh. “Rahasia negara,” jawabnya singkat dan dingin, sebelum melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya.
Di dalam sana, ia menyalakan keran dan membasuh wajahnya dengan air dingin, mencoba menenangkan gejolak hasrat yang membakar tubuhnya.
“Sialan. Kau bangun di saat yang tidak tepat boy!”
Kalau Diego tidak segera menuntaskan urusannya sendiri, Diego bisa gila. Besok ada rapat penting, dan kepalanya bisa pusing tujuh keliling jika terus-terusan memikirkan bibir rasa jeli dan paha mulus wanita itu.
“Lihat saja, setelah aku berhasil menjauhkan mu dari suamimu, aku akan mencicipinya setiap hari!”
lanjut thor💪💪semngt
Kamu akan diratukan oleh seorang mafia kejam kerana telah melahirkan benihnya yg premium langsung penerusnya..