Ketika penggemar webtoon <Tower of God>, Arkan, tidak sengaja bertransmigrasi ke tubuh Neon Argarither dan menjadi bagian dari karakter webtoon <Tower of God> itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Echo Gardener, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Khun Eduan memegang tombak atau lembing di bagian belakang lilitan tombak dengan jari telunjuk melingkar di bagian belakang lilitan. Kemudian ibu jari menekannya di bagian permukaan yang lain. Jari lainnya melingkar di badan tombak dengan longgar. Tombak dibawa di atas bahunya. Mata tombak menghadap sedikit ke atas. Tombak dibawa di belakang badan sepanjang alur lengan. Mata tombak menghadap ke arah depan serong atas, tepat Enryu berada.
Pada tahap ini Eduan berdiam diri pada posisinya dengan membawa tombak di atas kepala dengan posisi lengan ditekuk. Yang mana sikunya menghadap ke depan dan telapak tangan menghadap ke atas. Kemudian kedua bahu diputar ke arah kanan. Lengan kanan bergerak dan diluruskan ke arah belakang dengan posisi tubuh bagian atas condong ke belakang. Pandangan lurus ke depan melihat Enryu dengan tatapan dingin.
Eduan menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan. "Ffuuh..."
Ketika itu, dia bersiap melemparkan Moga. Dia menarik bahu sebelah kanan dan lengan ke arah belakang. Kemudian dia melakukan gerakan melempar ke arah depan atas, sebelum melepaskan tombak ketika posisi tubuhnya sedikit condong ke depan.
"Terima seranganku ini dan aku berharap... matilah, Enryu!" setelahnya dia melangkahkan kaki ke depan yang berfungsi sebagai penyeimbang agar badannya tidak jatuh saat melakukan lemparan dengan tombak besarnya.
Swush—
Bzzt!
Enryu melihat sebuah kilat yang dengan sangat cepatnya menuju ke pelindung shinsu buatannya. Dan kilat itu saling berhadapan dengan pelindungnya, sehingga membuat retakan dan angin yang sangat kuat. Ini tidak terduga sama sekali olehnya, bahkan serangan itu membuatnya mundur hanya untuk menahan Moga milik Khun Eduan yang masih terus memberikannya tekanan yang sangat kuat.
Aku tidak menyangka pelindung yang ku buat ini tidak cukup kuat untuk menahan serangannya yang bahkan masih terus berlanjut membuatku mundur, pikir Enryu membuka matanya lebar-lebar dan menghembuskan napas kasar.
Enryu merasakan sensasi dingin berkat Moga yang menyapu tubuhnya. Dia belum pernah melihat sebuah tombak besar yang bergerak segesit dan seakurat Moga ini.
Perasaan meremehkan itu sudah hilang sepenuhnya. Yang tersisa hanyalah kesenangan. Enryu menghela napas dalam, dan shinsu merah memancar dari tubuhnya, menghidupkan udara di sekitarnya.
"Benar-benar Dewa Tombak yang sesungguhnya." kata Enryu tersenyum.
Dan aku juga tidak punya banyak waktu, karena aku harus menyusul guruku sebelum si itik sialan itu merebut posisiku, pikir Enryu.
...****************...
Esentia's POV
"Kita akan menunggunya sehari lagi. Jika Enryu belum tiba malam ini, lupakan dia dan kita akan langsung menaiki kereta itu besoknya." kata Neon sambil menutup buku yang dibacanya dengan pelan.
Sudah beberapa hari berlalu semenjak saat kejadian itu, ketika Enryu bilang ingin menemui ayahku. Aku tidak tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah. Sejujurnya aku tidak begitu peduli jika salah satunya mati atau lebih baik jika keduanya mati. Karena itu semua akan membuatku lebih tenang untuk hidup di Menara ini.
Aku melirik ke sebelahku, Phantaminum, orang tua itu entah kenapa semakin hari dia semakin suram suasananya. Apa ini semua karena Enryu yang akan mengikuti perjalanan kita selanjutnya? Atau karena hal lain?
"Aku harap mereka berdua mati..." gumam Phantaminun.
Sepertinya dia benar-benar dendam dengan Enryu dan juga ayahku. Dia juga menginginkan keduanya mati... ya, ini sama sepertiku. Oh, ayahku yang malang, sebenarnya apa yang membuatmu sampai membuat Phantaminum menginginkannya mati?
"Esentia."
Panggil Neon, dan itu membuatku tersadar kembali.
"Ya?"
"Apa kau mau bertarung dengan anaknya Arie Hon?"
Anaknya Arie Hon?
"Yang mana?"
"Hoaqin." jawab Neon.
"Ah, aku..."
"Tunggu, kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Nanti saja jawabnya. Kau lihat dulu anak itu, pantas atau tidak dia bisa bertarung sebagai lawanmu."
Aku mengangguk pelan, menyetujui perkataannya.
Neon berdiri dari kursi dan berkata, "Oh iya, aku dengar dari orang itu kalau ada seorang bocah yang mencoba menyabotase anakku untuk menjadi calon pembunuh."
Bocah? Maksudnya yang berada dipihak oposisi dari FUG itu?
"Oho~ siapa bocah malang yang mau menjadi musuhmu itu, Neon?" tanya Phantaminum kembali ceria.
Orang tua itu cepat sekali berubahnya.
"Apa yang kau maksudkan itu adalah Karaka?"
Setelah aku bertanya demikian, aku melihat Neon tersenyum menampilkan gigi putihnya, hanya saja ekspresinya berbanding terbalik dengan senyumannya itu.
Tanpa ku sadari, keringatku sedikit demi sedikit mulai bercucuran. Aku masih belum bisa menerima tekanan shinsu milik Neon, apalagi jika ditambah Phantaminum yang tiba-tiba suka ikutan mengeluarkan tekanan shinsunya.
Tapi setidaknya aku senang berada di dekat orang-orang terkuat seperti mereka. Karena berkat mereka, aku jadi bisa mengetahui bagaimana kehidupan orang terkuat sesungguhnya di Menara dan juga setidaknya aku masih bisa menikmati kehidupan yang bebas ini.
Hachuling juga mengatakan padaku kalau aku harus menemui adik kecil kita lainnya dan menganjurkanku untuk berinteraksi dengan mereka. Apa mereka bisa berinteraksi (bertarung) denganku? Aku pikir yang bisa berinteraksi seimbang denganku dalam Khun hanya ada Hachuling dan Maschenny.
Sisanya...
Aku jadi meragukan maksud berinteraksi dari Hachuling. Apa mungkin yang dia maksudkan berinteraksi itu seperti berinteraksi pada umumnya? Lalu jika aku berinteraksi dengan mereka... yang pertama harus ku katakan apa? Perkenalan? Pelukan? Aku tidak pernah berinteraksi tanpa tujuan tertentu. Lalu harus ku buat tujuannya dulu begitu? Memikirkan itu hanya membuat kepalaku pusing saja.
"Menyusahkan saja."
...****************...
Malam harinya, orang yang ditunggu pun tiba dengan keadaan kacau. Banyak luka terlihat hampir di sekujur tubuhnya.
"Kau masih hidup rupanya." kata Phantaminum sambil memakan potongan buah apel.
Enryu memandang Phantaminun dengan tatapan dinginnya, kemudian mengalihkan pandangannya ke arahku dan berakhir ke arah Neon yang kemudian berjalan ke arahnya.
Dia berlutut dan menundukkan kepalanya. "Guru, maaf atas keterlambatanku ini! Aku minta maaf sebesar-besarnya karena telah membuat guru menunggu kehadiranku!"
Aku menoleh melihat Neon, entah mengapa aku rasa tatapannya terlihat kosong walau hanya sebentar saja.
Tidak, mungkin aku salah lihat.
Neon diam sebentar, sebelum dirinya bertanya pada Enryu, "Bagaimana?"
Enryu mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Neon. "Apa itu artinya aku sudah dimaafkan? Daripada itu, guru! Aku telah menghancurkan sebagian kediamannya dan juga aku berhasil menahan serangan terkuatnya. Walau pada akhirnya, hasilnya seperti ini." jawabnya dengan senyuman pasrah.
Aku melihat Neon lagi, dan ada kerutan di dahinya. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan. Apa dia kecewa kalau Enryu tidak bisa menahan serangan ayahku? Atau kecewa karena melihat Enryu terluka parah? Atau karena hal lainnya?
Hm... kalau aku sendiri sih cukup kecewa.
"Istirahatlah. Besok kita akan berangkat ke kereta itu." kata Neon yang sudah berdiri dan balik berjalan menuju kamarnya.
"Baik, guru!" balas Enryu.
Kemudian Enryu berdiri dan berjalan menghadap Phantaminum.
"Oi, orang tua sialan. Kau berharap aku mati, ha?"
"Oh? Aku malah sangat berharap kau dan Eduan mati dalam pertempuran itu. Setelahnya, aku akan mengambil jasad kalian, lalu ku jadikan jasad kalian menjadi abu dan aku akan membuang abu kalian itu di toilet kediamanku. Aku juga akan membuat pesta kematian kalian dan mengundang banyak musuh kalian untuk merayakannya. Bagaimana? Baik bukan orang tua ini?" kata Phantaminum tersenyum dengan mata tertutup.
Sepertinya akan dimulai lagi. Aku yang tidak mau masuk ke dalam perselisihan konyol mereka, mulai berdiri dan berjalan menuju kamar untuk segera tidur.
...****************...
Neon's POV
Setelah berada di kamar dan tiduran dikasur, merenungkan nasibku bersama ketiga hewan liar itu—tidak, tidak, Esentia bukanlah hewan liar, tapi dia hewan peliharaan. Dia anak yang tenang dibandingkan kedua hewan liar itu.
Dan saat berada di kereta itu besoknya, aku mungkin bisa melihat beberapa pemain di sana. Apa aku harus mengajak Hoaqin sebelum dia menjadi tidak terkendali dan menjadi hewan liar lainnya? Tapi kalau ku ajak dia, nanti Bam harus bagaimana?
Demi Bam, aku rela memberinya penjaga yang kuat. Sepertinya aku memang harus menjinakkan hewan liar bernama Hoaqin itu...
"Apa aku harus membuat kandang (tempat) khusus untuk penampungan hewan liar (Phantaminum, Enryu, Urek, Hoaqin)? Kayaknya bakal seru kalau mereka saling bertemu tatap muka."
Dipikir-pikir lagi sampai sekarang ini... aku belum pernah tatap muka dengan anak itu di Menara ini.
Bam.
Apa kau masih sama seperti cerita aslinya atau ada perubahan padamu dan juga... bagaimana nasib Rachel yang masih menyimpan buku palsu buatanku itu?
"Lupakan soal perempuan mengesalkan itu, daripada itu aku malah jadi penasaran apa aku juga mempunyai dataku terdahulu di lantai rahasia itu?"
Kalau tidak ada pun juga tidak masalah. Hanya saja.. jika ada dan itu diambil dari masa laluku, bukankah itu artinya data itu adalah Neon Argarither yang sesungguhnya? Neon yang belum ku rasuki tubuhnya? Atau Neon yang dibuat sesuai ingatan dari sistem? Sesosok Dewa Shinsu...
"Perasaanku ini jadi tidak enak setelah memikirkan itu. Tapi kalau memang data itu adalah data diri yang asli... ku harap Bam bisa mengalahkannya..."
Perlahan dan tanpa disadari, aku menutup mataku dan tertidur dengan lelap hingga besok pagi tiba.