Dominic, sang maestro kejahatan, telah menawarinya surga dunia untuk menutup mata atas bukti-bukti yang akan menghancurkan kerajaannya.
Yumi, jaksa muda bercadar itu, telah menolak. Keputusan yang kini berbuah petaka. Rumahnya, hancur lebur. Keluarga kecilnya—ibu, Kenzi, dan Kenzo, anak kembarnya—telah menjadi korban dalam kebakaran yang disengaja, sebuah rencana jahat Dominic.
Yumi menatap foto keluarga kecilnya yang hangus terbakar, air mata membasahi cadarnya. Keadilan? Apakah keadilan masih ada artinya ketika nyawa ibu dan anak-anaknya telah direnggut paksa? Dominic telah meremehkan Yumi. Dia mengira uang dapat membeli segalanya. Dia salah.
Yumi bukan sekadar jaksa; dia seorang ibu, seorang putri, seorang pejuang keadilan yang tak kenal takut, yang kini didorong oleh api dendam yang membara.
Apakah Yumi akan memenjarakan Dominic hingga membusuk di penjara? Atau, nyawa dibayar nyawa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salsabilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mulai meragukan
Di tengah rasa takut dan kebingungannya, Yumi tiba-tiba teringat sesuatu. Ia kembali memeriksa foto-foto itu dengan teliti. Ia memperhatikan dengan saksama setiap detail, mencoba menemukan pola atau petunjuk. Kemudian, ia menyadari sesuatu yang aneh. Semua foto-foto itu berhenti pada titik tertentu, yaitu ketika ia berada di wilayah atau tempat yang berhubungan dengan Dominic.
"Benar, sepertinya dia tidak bisa menjangkau ku saat aku berada di daerah pria dingin itu," ujar Yumi lebih kepada dirinya sendiri sembari memperhatikan lebih detail terhadap foto-foto.
Pertama, tidak ada foto dirinya saat berada di kediaman Dominic, saat Dominic pertama kali menawarkan uang 5 miliar kepadanya. Artinya, penguntit itu tidak bisa mendekatinya di sana.
Kedua, tidak ada foto dirinya saat berlayar menggunakan kapal milik keluarga Dominic. Penguntit itu juga tidak mampu menjangkaunya di lautan lepas, di dalam wilayah kekuasaan keluarga Dominic.
Ketiga, tidak ada foto dirinya saat Dominic memasuki klub malam yang diduga merupakan tempat gelap milik Dominic. Penguntit itu sama sekali tidak dapat menembus pertahanan di wilayah kekuasaan Dominic.
Penemuan ini memberikan secercah harapan bagi Yumi. Artinya, penguntitnya tidak memiliki akses bebas ke wilayah-wilayah yang terkait dengan Dominic.
Mungkin, Dominic memiliki pertahanan yang sangat kuat, membuat penguntitnya kesulitan mendekat.
"Benar yang aku bilang. semua yang ada di daerah kekuasan Tuan Dominic tidak tertangkap oleh penguntit itu,"
Yumi berpikir, ia harus berhati-hati. Ia masih belum tahu siapa penguntitnya dan apa tujuannya yang sebenarnya. Ia harus tetap waspada dan mencari cara untuk mengungkap identitas penguntitnya.
Itu artinya, beban pekerjaannya bertambah. Kasus kematian Ibu dan kedua putranya belum terselesaikan, kini muncul masalah baru yang lebih rumit. Kehadiran penguntit misterius ini menambah lapisan kerumitan dalam hidupnya. Pikirannya kalut, berbagai kemungkinan muncul silih berganti. Namun, di tengah kekacauan pikirannya, sesuatu terlintas dalam benaknya. Sosok wanita yang mirip dengan ibunya. Ingatan itu kembali muncul, membuat kepalanya berputar.
Ia begitu yakin bahwa wanita yang dilihatnya tadi itu adalah ibunya. Wajahnya, tatapan matanya, semuanya begitu familiar. Kenangan akan ibunya begitu kuat terpatri dalam ingatannya. Tapi, bagaimana bisa? Bukankah ibunya sudah meninggal? Pertanyaan itu terus menghantuinya.
"Tunggu, apa mungkin Ibu punya saudara kembar? siapa tahu saja Ibu memang punya saudara kembar yang tidak pernah Ibu ceritakan padaku," gumam Yumi.
Yumi harus memastikan hal ini sebelum bertindak lebih jauh.
"Aku harus menemui Paman Rinto, untuk bertanya langsung,"
Ia perlu bertanya kepada Paman Rinto, apakah ibunya memiliki saudara kembar yang selama ini tidak pernah ia ketahui. Ia harus mendapatkan jawaban yang pasti. Hanya dengan begitu, ia dapat menyusun strategi untuk menghadapi masalah yang semakin rumit ini.
Karena merasa sudah larut malam, Yumi memutuskan untuk menunda pertanyaan kepada Paman Rinto hingga esok. Ia ingin menyimpan foto-foto itu dengan aman, tersembunyi dari pandangan Paman dan Tantenya.
Ia tak ingin menambah kekhawatiran mereka berdua. Dengan hati-hati, Yumi mengumpulkan tumpukan foto yang cukup banyak itu. Namun, tiba-tiba sebuah foto menarik perhatiannya. Foto itu memperlihatkan Dominic, tampaknya sedang mengangkat kepalanya, ekspresinya sulit diartikan.
Rasa penasaran membuncah dalam dirinya. Apa yang Dominic lakukan malam itu di pulau padanya? mengingat saat terbangun ia menyadari sedang membantali paha pria itu.
Pertanyaan terus menghantuinya. Ia pun mulai mencari foto-foto lain yang mungkin berkaitan, mencoba menyusun kronologi kejadian malam itu berdasarkan foto-foto yang ada. Ia berharap dapat menemukan petunjuk atau penjelasan tentang foto Dominic yang mengangkat kepalanya itu. Dengan hati-hati dan teliti, ia memeriksa setiap foto, mencari detail sekecil apapun yang mungkin terlewatkan sebelumnya. Ia harus menemukan jawaban atas rasa penasaran yang menggerogoti pikirannya.
Akhirnya, Yumi berhasil mengumpulkan semua foto yang berkaitan dengan kejadian di pulau itu. Ia menghabiskan waktu cukup lama untuk meneliti foto-foto tersebut satu per satu.
Sedetik kemudian, wajahnya memerah. Ia melihat dengan jelas, dalam beberapa foto, dirinya terlihat agresif, menarik dan memeluk tangan kokoh Dominic.
"Apa yang kau lakukan, Yumi? Memalukan sekali," gumamnya, menyesali tindakannya yang tertangkap dalam foto-foto tersebut. Rasa malu dan penyesalan memenuhi hatinya. Ia tidak menyangka bahwa dirinya melakukan hal-hal tersebut.
Ia menggigit bibir bawahnya, menahan rasa malu yang menjalar di seluruh tubuhnya.
"Aku sudah seperti wanita kesepian yang haus belaian. Menjijikkan sekali!" Umpatan itu lolos dari bibir Yumi, suaranya dipenuhi penyesalan dan rasa malu luar biasa.
Yumi termenung, memandangi foto-foto itu kembali. Kali ini, ia memperhatikan gerak-gerik Dominic dengan lebih teliti. Ia melihat Dominic membantunya mencari air tawar untuk menghilangkan dahaganya, memberinya makan, dan berbagai tindakan kebaikan lainnya. Di balik wajah datar dan dinginnya, terlihat sisi lembut dan penuh perhatian dalam diri Dominic.
Perlahan, keraguan mulai muncul dalam hatinya. Tuduhannya terhadap Dominic atas kematian Ibu dan anak-anaknya mulai goyah. "Apa mungkin aku yang salah mengartikan semuanya? Mungkinkah dia tidak terlibat?" Pertanyaan itu bergema dalam pikirannya, menantang keyakinan yang selama ini dipegangnya teguh.
Yumi menyadari ia membutuhkan bukti yang lebih kuat untuk memastikan keterlibatan Dominic. Keraguan ini membuka kemungkinan baru, sekaligus menambah beban pikirannya.
Jika Dominic memang berniat untuk menghancurkannya, mengapa saat di tengah lautan, ketika ia tidak sadarkan diri, ia justru diselamatkan dan dibawa berenang hingga keesokan harinya? Tindakan Dominic itu bertentangan dengan motif untuk membunuhnya. Ini semakin memperkuat keraguan Yumi terhadap tuduhannya terhadap Dominic.
**
"Yumi?"
Seisi kantor riuh rendah saat Yumi memasuki ruangan. Semua orang tampak lega dan bahagia melihatnya kembali bekerja, sehat dan baik-baik saja. Suasana tegang beberapa hari terakhir sirna seketika, diganti dengan kegembiraan dan rasa syukur.
Yoga sebagai kepala tim dengan antusias bertanya ke mana saja wanita itu beberapa hari ini.
"Yumi! Syukurlah kamu kembali! Kami semua sudah khawatir setengah mati. Ceritakan, apa yang terjadi? Dari mana saja kamu selama beberapa hari ini?"
Yumi tersenyum paksa dibalik cadarnya karena bingung apa yang akan dia jelaskan.
"Apa kau diculik oleh Tuan Dominic? apa saja yang dia lakukan padamu?" timpal Sabri langsung menjadikan Dominic sebagai tersangka utama.
"Iya, apa dia melakukan sesuatu yang tidak baik?" Nindi juga mencurigai Dominic.
Mereka semua terdiam penasaran menunggu jawaban dari Yumi.
"Ah, kok Tuan Dominic? Aku cuma pulang kampung, aku kangen suasana desa, jadi aku buru-buru pulang." Yumi menunduk, kata-katanya terdengar sedikit gugup karena ia berbohong.
Jawabannya yang tak terduga membuat rekan-rekannya melongo. Selama Yumi menghilang, Dominic memang menjadi tersangka utama dalam pikiran mereka. Penjelasan Yumi yang sederhana ini menimbulkan tanda tanya besar. Mereka tak menyangka Yumi akan memberikan alasan yang begitu berbeda dari dugaan mereka.
"Kamu yakin tidak ada sangkut pautnya dengan Tuan Dominic?" tanya Pak Yoga, suaranya dipenuhi rasa curiga. Ia menatap Yumi tajam, yakin bahwa instingnya tidak mungkin salah. Ada sesuatu yang disembunyikan Yumi.
Yumi merasakan kecurigaan Pak Yoga, ia pun berusaha bersikap lebih tenang. "Tentu saja tidak, Pak Yoga. Saya benar-benar dari desa," jawabnya, mencoba meyakinkan atasannya.
Meskipun ragu, Pak Yoga tak mungkin memaksa Yumi untuk jujur. "Baiklah kalau begitu, baguslah sekarang kamu sudah baik-baik saja."
Tiba-tiba, Pak Yoga teringat sesuatu. "Oya, Yumi, kamu tahu club elite yang pemiliknya Tuan Dominic? Kamu kan banyak menangani kasus-kasus tentang Tuan Dominic, siapa tahu saja kamu juga tahu tentang itu," ujarnya, mencoba menyelidiki lebih dalam soal Dominic, karena Sabri bawahannya dia perintahkan untuk menyelidiki satu kasus disana.
Yumi menggenggam tasnya erat-erat. Kemudian, dengan penuh keterpaksaan, ia menggeleng pelan. "S-saya tidak tahu, Pak," jawabnya terbata-bata. Untuk pertama kalinya, Yumi secara sengaja menyembunyikan informasi tentang Dominic, berbohong untuk melindungi sesuatu, atau mungkin, untuk melindungi Dominic secara langsung.
Dan salam kenal para reader ☺️☺️😘😘