Bagaimana jadinya jika seorang muslimah bertemu dengan mafia yang memiliki banyak sisi gelap?
Ketika dua hati berbeda warna dan bertemu, maka akan terjadi bentrokan. Sama seperti iman suci wanita muslimah asal Indonesia dengan keburukan hati dari monster mafia asal Las Vegas. Pertemuannya dengan Nisa membawa ancaman ke dunia gelap Dom Torricelli.
Apakah warna putih bisa menutupi noda hitam? Atau noda hitam lah yang akan mengotori warna putih tersebut? Begitulah keadaan Nisa saat dia harus menjadi sandera Dom Torricelli atas kesaksiannya yang tidak sengaja melihat pembunuhan yang para monster mafia itu lakukan.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LiBaW — BAB 31
RUNDINGAN MAFIA
Dengan langkah panjang dan tatapan tajam, Dom langsung masuk ke ruangan Christian saat itu juga mata silvernya melihat keberadaan Sarai, Ada dan Christian yang sudah menunggunya di sana.
“Sekarang ada hal penting apa lagi?” tanya Dom yang kini menatap lekat ke Christian di saat ketiga orang di sana duduk di sofa.
“Duduklah Dom! Ini soal surat terbuka dari kepolisian California. Dia menuding beberapa mafia termasuk dirimu atas kematian menteri perdagangan itu.” Jelas Sarai dengan tatapan serius dan cemas.
Sementara Dom masih terlihat tenang, dan Ada? Wanita itu menyeringai kecil dan duduk santai. “Jika kau tidak segera bertindak, maka duniamu akan hancur!” ujar Ada seperti nada sindiran.
“Tutup mulutmu, Ada!” gertak Christian sebelum Dom yang bertindak sendiri.
Pria bermata silver itu menatap ke ayah tirinya. “Lalu apa? Apa ada hal lainnya?” tanya Dom yang selalu meremehkan semua itu, karena dia yakin bahwa dia bisa melakukannya walaupun harus menjadi tameng lagi untuk keluarga tersebut.
“Ada pertemuan mafia malam ini, setidaknya kau bisa berunding dengan mereka.” Jelas Christian membuat Dom tersenyum kecil dan berkacak pinggang seraya tertunduk sekilas.
Melihat itu, Ada mengernyit heran, begitu juga dengan Christian.
“Berunding? Aku yang membunuhnya kenapa harus berunding?! Sebenarnya apa yang kalian takutkan— ”
“Jangan main-main Dom! Bagimu ini mudah, tapi bagi kami yang memiliki dan ingin kehidupan yang cerah, itu tidak mudah. Jadi berhentilah menganggapnya remeh!” ketus Ada yang kelepasan.
“Secerah apa hidupmu?” gertak balik Dom namun kali ini nadanya lebih ringan, namun tatapannya tajam menatap ke Ada yang langsung sadar akan ucapannya barusan.
Tentu saja wanita itu berdegup kencang sendiri saat Dom melangkah maju dan menatapnya penuh ancaman. “Jangan membuatku berbuat lebih kepadamu hanya karena ada suami mu di sini.” Lanjut Dom yang benar-benar berhasil membuat Ada bungkam menahan amarahnya, namun tak berani melampiaskannya lagi.
Sarai menutup matanya dan menatap ke kakaknya. “Dom! Ini soal yang serius, jika kau sampai tertangkap, maka mereka akan memvonis mu! Setidaknya pikiran dirimu... Dan Nisa!” jelas Sarai setenang mungkin bila dia ingin membujuk Dom.
Mendengar nama istrinya, Dom terdiam menatap lekat ke Sarai. Sedangkan Christian sendiri nampak tak begitu menyukai akan nama yang barusan di sebut oleh putrinya itu.
“Jangan menyangkut kan namanya, dia tidak ada hubungannya dengan semua ini.” Balas Dom.
“Jika tidak ada hubungannya, kenapa kau tidak melepaskan nya dan membiarkan dia pergi?”
“Kita sudah pernah membahas nya, dan jangan mengatakannya lagi.” Ujar Dom menatap ke Christian. “Aku akan menyelesaikan nya, mereka tidak akan pernah bisa menyentuh bisnis kalian, tenang saja.” Jelas Dom dengan dingin lalu melangkah pergi begitu saja.
Brakk!!
“Kau lihat! Bagaimana dia selalu menentang mu, aku tidak tahu apa yang spesial dari Dom sehingga kau terus menariknya.” Kesal Ada yang akhirnya beranjak pergi dari sana.
Tentu, dia masih tidak bisa melupakan Amor si istri pertama suaminya sekaligus wanita yang mengangkat Dom Torricelli sebagai putranya.
.
.
.
Saat Dom hendak keluar dari rumah itu, dia mengurungkan kembali niatnya ketika dia melihat ke arah lorong menuju kamarnya, dimana Nisa masih ada di sana.
Tentu saja Dom beralih arah ke kamarnya. Pria itu membuka pintu dan melihat keberadaan istrinya yang terbaring di atas kasur. Tanpa pikir panjang, pria itu menghampirinya dan memperhatikan sekilas wajah cantik Nisa yang masih mengenakan hijabnya.
“Aku tahu kau belum tidur. Mike akan datang menjemputmu bersama Ellie, dia akan mengantarmu ke bandara saat aku akan menjemputmu di sana atau tidak sama sekali.” Jelas Dom dengan suara tegas dan tatapan yang serius.
Mendengar itu, Nisa masih menutup mata, namun hatinya bergetar setelah mendengar nya. Ada perasaan senang saat mendengar kata bandara, namun ada perasaan bimbang saat dia harus mendengar kalimat terkahir Dom. -‘Dia mau pergi kemana? Ya Allah, berikan aku petunjuk untuk semua ini.’ Batin Nisa.
Sementara Dom yang sudah meninggalkan kamarnya, seketika Nisa terbangun, menatap penuh tanya ke arah pintu yang tertutup.
Dia tidak tahu, apa yang terbaik dan terburuk untuknya? Melihat Dom dan mendengar kisahnya membuat Nisa berpikir bahwa pria itu buruk untuknya, namun kenapa Tuhan mempertemukannya dan menikahkan nya dengan Dom?
Selang beberapa detik kepergian Dom, Nisa memberanikan diri untuk keluar kamar dan melihat situasi di mansion tersebut yang nampak baik-baik saja.
“Nisa!” panggil Sarai yang berjalan hendak menuju ke kamarnya.
Tentu saja Nisa terlihat seperti seorang pencuri yang terpergok saat melihat Sarai di sana.
“Kau mau ke mana?”
“Tidak, hanya berjalan di sekitar sini. Aku— sebenarnya aku ingin mencari Dom.” Ucapnya sedikit gugup.
Mendengar itu, Sarai tersenyum tipis. “Kau wanita kedua yang mengkhawatirkan nya, aku senang! Tapi ada hal penting yang harus Dom selesaikan malam ini.” Jelas Sarai semakin membuat Nisa penasaran.
“Ap-apa yang diselesaikan?” tanya Nisa.
Sarai menatapnya lekat dengan senyuman yang masih terlukis di bibirnya. “Kau tidak akan pernah paham. Aku akui kalian sudah menikah, tapi duniamu dan Dom jauh berbeda.” Jelas Sarai yang tak ingin memberitahu soal kegiatan Dom ketika harus menyelesaikan musuhnya dulu.
Nisa terdiam beberapa detik dan kembali menatap ke wanita cantik berkulit cokelat itu. “Dunia kami berbeda, tapi keyakinan kami sama. Aku akan paham jika sudah mengetahui tentang dirinya!” jelas Nisa membuat Sarai tersenyum.
“Kau wanita yang berani. Tapi tetaplah berhati-hati!” Uajr Sarai sekedar mengingatkan saja.
Tak lama wanita itu meninggalkan Nisa yang masih berdiri di sana.
Tak tinggal diam, Nisa kembali melangkah, mencari Ellie yang mungkin mau memberitahunya sesuatu yang tidak keluar Dom kau katakan kepadanya.
“Rumah ini sangat besar, aku tidak tahu di mana dapurnya?” gumam Nisa kebingungan sendiri.
...***...
“Ada apa ini? Aku tidak ada urusan lagi dengan para menteri sialan itu, kenapa aku juga harus terseret?” geram seorang pria tua yang saat ini duduk di antara tamu mafia lainnya yang saat ini berada di meja bundar.
“Kau pikir hanya dirimu saja. Kami juga terseret dan bagaimana dengan Torricelli?”
“Aku rasa dia tidak akan datang, dan itu menunjukkan bahwa mereka yang bersalah.”
“Aku datang dan aku yang bersalah.” Balas Dom yang tiba-tiba masuk dan langsung duduk di kursi kosong sehingga semua mata tertuju kepadanya.
Kini sorot mata Dom menatap ke 4 pria yang juga sama sepertinya.
“Aku yang membunuhnya. Apa ada yang ingin kalian sampaikan lagi kepadaku?”
Mereka terdiam dan saling memandang, hingga pria tua yang duduk di ujung, mulai mencondongkan tubuhnya. “Kalau begitu seharusnya kau yang bertanggung jawab, kenapa harus kami yang terseret juga Mr. Toricelli?” tegas pria tua itu menatap tajam.
“Ya, sayangnya tidak ada bukti tentang diriku, dan kalian juga pernah terlibat dengan para menteri. Langsung saja ke intinya— ” Dom bersandar, dengan tangan kiri ia letakkan santai di atas meja dan tatapan yang sangat santai.
“Kita sudahi ini dengan bernego, atau tidak sama sekali.” Lanjutnya yang membuat keempat pria tadi saling memandang dan setuju akan hal itu.
Apakah itu Malfoy?