"Kenapa selalu gue yang harus ngertiin dia? Gue pacar elo Marvin! Lo sadar itu ga sih? Gue capek! Gue muak!" ucap Ranu pada kekasihnya dengan nada marah.
"Maafin gue, Ranu. Gue ga maksud buat ngerebut Kara dari elo" Zara menatap takut takut pada Ranu.
"Diem! Gue ga butuh omongan sampah elo ya" Ucap Ranu dengan nada tinggi.
.
.
.
"Shit! Mati aja elo sini Zara!" hardik Fatiyah setelah membaca ending cerita pendek tersebut.
Fatiyah mati terpanggang setelah membakar cerpen yang dia maki maki karena ending yang tak dia sukai. Dia tidak terima, tokoh kesayangannya, Ranu harus mati mengenaskan di akhir cerita. Tapi, siapa sangka kalau Fatiyah yang harusnya pergi ke alam baka malah merasuki tubuh Zara. Tokoh yang paling dia benci. Bagaimana kelanjutan kisahnya. Kita lihat saja. Apakah Fatiyah bisa menyelamatkan tokoh favoritnya dan mengubah takdir Ranu? Apakah dia malah terseret alur novel seperti yang seharusnya?
sorry guys, harus revisi judul dan cover soalnya bib...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Telo Ungu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 Susahnya Me-Time
Zara cekikikan sendirian di pojok meja cafe depan sekolahnya itu. Pikirannya kembali mengingat aksi kerennya memarahi Ranu, Lengkara, dan Marvin. Setiap mengingat kejadian tersebut, Zara merasa bangga pada dirinya sendiri. "Anj*y keren banget gue kemarin. Berasa lega banget ngasih nasihat pada remaja tanggung kayak mereka" gumamnya sendirian.
Jujur saja, Zara stres berat menghadapi perilaku tantrum Ranu. Mungkin tokoh Zara juga merasakan frustasi yang sama dengannya. Lagian ya, kenapa Ranu harus sedramatis itu hanya untuk seorang Marvin. Kalau memang laki laki kardus itu sudah tidak bisa menjaga komitmennya sendiri, mending tinggalin aja ga sih. Untung saja Zara sudah menentukan sikapnya kemarin.
Zara akhirnya bisa bernapas lega sekarang. Zara merayakan sikap kerennya kemarin dengan melakukan Me-Time di cafe. Dia duduk sendirian dipojokan, baca buku novel transmigrasi kesukaannya, dan mencoba minuman rasa macha.
Pertama kali Zara minum minuman rasa macha. Kata Hazel Si pecinta macha itu, di cafe ini Zara harus mencoba macha supaya Zara tahu betapa enaknya macha itu. Zara sendiri tidak yakin. Namun, dia mencoba mengikuti saran sahabatnya itu.
Saat Zara menyeruput es kopi macha untuk pertama kalinya, lambung Zara bergetar dan lidahnya terasa aneh. "Yak, mirip rasa rumput. Di-kibulin lagi gue sama Hazel. Katanya macha paling enak. Apaan kek makan rumput. Udah paling bener gue minum jus-jusan"
Zara termenung sebentar, lalu menghembuskan napasnya panjang. Rasanya hari ini begitu tenang sekali. Setelah sekian lama akhirnya dirinya bisa lepas dari drama sampah itu. Capek tahu berperan sebagai tokoh Zara terus terusan. Harus selalu diam tersakiti saat Ranu memukulinya. Tubuhnya terasa remuk kembali saat mengingat setiap momen drama yang harus ia lakoni. Menangis setiap saat. Pasti kalian akan sama ilfeelnya dengan Zara. Dikit dikit panik attack, dikit dikit nangis, dikit dikit bilang maaf. Hufff! menyebalkan!
Semoga saja setelah kejadian itu, dia berubah menjadi NPC saja. Terbebas dari alur yang memuakkan itu dan bisa hidup tenang selama di dunia novel. Syukur syukur dia bisa kembali ke dunianya yang dulu. Lelah lho berakting di luar karakter setiap harinya.
Zara kembali menikmati kesunyian cafe ini di tengah hujan yang masih mengguyur di luar. Baru saja, Zara ingin memakan poured tiramisunya, seseorang tiba tiba duduk di depannya.
"Zara, rupanya kau disini juga?" sapa Gala, papa Marvin. Zara hanya tersenyum tipis sekali. Saking tipisnya mungkin hanya dirinya yang tahu kalau senyuman itu bertengger di bibirnya saat ini.
"Iya, om" jawab Zara sekenanya. "Sore, Zara. Tumben sendirian disini. Kenapa kau tidak minta ditemani Marvin saja, daripada sendirian seperti jomblo" goda Gala iseng.
Gala membuka topik percakapan dengan anak Mona itu. Terlihat sekali dia enggan menerima kedatangannya itu. Zara menghembuskan napasnya pelan. "Dan membuat tunangannya itu tantrum lagi. Marah marah, nuduh nuduh pelakor, nampar dan mukul saya lagi. Oh thank you om, saya bukan masokis yang suka dipukul pukul terus" cibir Zara dengan wajah prangat prengutnya.
Gala tersenyum menyaksikan semua ekspresi Zara yang kentara sekali kesalnya. "Cuma tunangan kan, kau bisa merebut Marvin kalau mau" ujarnya sambil melipat tangannya di depan dada.
"No, saya anti banget jadi orang ketiga" sungut Zara tak terima saran konyol Gala. Zara kembali menyendok makanannya yang sempat tertunda tadi karena kedatangan Gala seperti setan. Tiba tiba tanpa alasan.
"Kenapa? Bukankah itu menantang. Apalagi saya melihat sepertinya Marvin menyukaimu, Zara" Kali ini Zara benar benar tertawa terkekeh kekeh. "Oh ya, wow. Saya sangat tersanjung kalau begitu. Tapi, sayangnya saya tidak tertarik om. Untuk apa saya berhubungan dengan orang yang tidak bisa menjaga komitmen. Sudah punya wanita yang mencintainya dengan tulus. Namun, masih saja mencari wanita lain. Upss sorry saya lupa om juga seperti itu. Memang buah tak jatuh jauh dari pohonnya" kata Zara berpura pura menutup mulutnya seakan akan dia sedang keceplosan.
"Kau tidak takut membuat Marvin makin tertantang dengan sikapmu, Zara. Dia itu anak yang nekat dan suka sekali tantangan seperti ini. Makin sulit didapat, makin gila dia akan mengejarnya" Gala bersandar pada kursi tempatnya duduk. Dia juga membuka kancing jasnya. Matanya memejamkan sejenak sambil tetap bersedekap.
"Saya tidak peduli Om Gala. Cukup drama om dan mama saya yang belum selesai sampai sekarang. Jangan memancing saya masuk ke lingkaran setan itu. Anak setan dan bapak setan jauh jauhlah dari hidup saya oke" seru Zara sambil menyodorkan donat yang tadi ia pesan. Namun, belum sempat dimakan.
"Anak setan? Bapak setan? Siapa yang kau maksud Zara" tanya Gala heran.
Bukannya menjawab, Zara malah cekikikan sendiri. Zara berusaha mengontrol dirinya sendiri. Lucu sekali bayangan yang terlintas dipikirannya. Namun, tak mungkin Zara mengatakan secara langsung kalau Gala ini bapak setan dan Marvin itu anak setan.
Sambil mengalihkan topik pembicaraan, Zara menyodorkan sendok kecil donat pada Gala.
"Donat om, makan. Rasanya enak kok. Om ga suka donat?"
Gala membuka matanya dan memandang wajah Zara lekat lekat. "Untukmu saja, Zara. Saya sudah meminta asisten saya memesan kopi" Tolak Gala. Gala tidak terlalu suka makanan manis.
"Haish, ga boleh nolak rezeki dong om. Ini saya beli pake uang tabunganku sendiri. Jarang jarang saya mau sharing makanan begini. Tenang, ini belum saya sentuh. Coba dulu, aaaaa" Zara memaksa Gala memakan donat itu dengan cara menyuapinya secara paksa.
Terpaksa, Gala menerimanya. Ia akhirnya membuka mulutnya dan menerima suapan dari Zara. "Gimana om? Enak kan?" tanya Zara penuh antusias. "Ini saya sering makan disini. Makanannya enak enak banget. Kapan kapan om kesini lagi lah sama anak bininya. Ajak kesini"
"Ini pak kopinya" seru asisten Gala yang datang membawa pesanan kopi bosnya beserta pesanan lainnya. "Ini pasti asistennya om Gala ya? Saya Zara, om. Temennya anaknya om Gala. Om, duduk sini aja, gabung sama kita" ajak Zara pada asisten Gala yang terlihat hendak pergi dari hadapannya.
"Ah ya, saya Gema. Asisten bapak Gala. Senang berkenalan dengan anda nona. Tapi, saya duduk di meja lain saja nona. Saya tidak ingin mengganggu waktu anda dengan tuan Gala" ucap Gema menolak dengan halus.
"Santai om Gema. Jangan sungkan sungkan begitu. Duduk disini saja biar tambah ramai. Kan ngenes banget ya kalau makan sendirian udah kayak jomblo hahhahaa" Zara menunjukkan tertawa kariernya. "Lagian om, ga enak kalau ke cafe sendirian. Mending gabung sama saya. Nih, lihat om Gala aja bisa lho om, duduk disini. Datang tiba tiba di depan saya. Main duduk duduk saja tanpa ada izin dari saya. Saya ga masalah. Apalagi om. Masa om Gema yang saya ajak duduk disini malah ga sungkan. Jangan dong ya" sarkas Zara.
Melihat ajakan ramah teman Marvin itu, Gema akhirnya duduk bergabung bersama dengan bosnya itu. "Oh iya, sampai mana tadi kita ngomongnya om Gala? Duh sorry saya suka tiba tiba amnesia ya ketemu Om Gema yang ganteng begini" canda Zara yang melihat Gema tersenyum tipis.
"Ekhmm" Gala pura pura batuk untuk menarik perhatian Zara kembali padanya. "Minum, minum, om. Duh kok ya tiba tiba batuk begini" Zara buru buru menyodorkan kopi milik Gala ke hadapan pria itu.
Dengan senang hati Gala menerimanya dan menyeruput kopi tersebut. "Mendingan kan om, batuknya?" tanya Zara khawatir. Gala hanya menjawab dengan anggukan kepalanya. "Kamu benar benar ga mau jalan sama Marvin? Biar om telpon sekarang juga" tawar Gala sekali lagi.
"Ga deh om. Serius ga pengen banget. Kalau om telpon ntar misi saya gagal dong" balas Zara cepat cepat.
"Misi apa nona?" ceplos Gema penasaran. "Misi menjauh dari Marvin, om. Ga cuma Marvin sih, ada Ranu sama Lengkara juga. Pokoknya saya mau jauh jauh dari mereka bertiga. Ga mau terlibat lagi deh pokoknya trauma" keluh Zara tanpa sadar.
"Trauma? Mereka semua jahat ya pada nona?" Gema kembali membuka suara. Menyerobot Gala yang ingin menanyakan hal yang sama. Gala berdecak kesal. "Jahat banget om! Nih ya, aduh bingung saya mau jelasin dari mana. Mereka bertiga selalu bikin saya seakan akan jadi orang jahat sekaligus orang paling tersakiti di dunia"
Gema tertawa kecil, sedangkan Gala mengerjakan matanya. "Maksudnya?" tanya Gala dan Gema kompak.
"Maksudnya nih, Marvin itu selalu bikin saya selalu serba salah. Dia ngasih perhatian lebih ke saya, om-om. Berlebihan sampai tunangannya itu, Ranu cemburu. Nuduh nuduh saya pelakor yang mau rebut Marvin. Dulu sih sempat terpikir apa saya rebut beneran aja nih anak ya. Tapi, saya berubah pikiran. Saya capek dituduh tuduh terus. Saya bahkan sering keluar masuk UKS sama rumah sakit gara gara dampak cemburu Ranu. Badan saya remuk semua. Mau melawan tapi tenaga dia udah kayak gajah duduk"
Gala terkekecil kecil. "Om, kok ngetawain sih saya lagi serius ini" rengek Zara manja tanpa ia sadari. "Oke, oke, maaf. Lanjutin"
"Saya kan capek dituduh terus. Ya akhirnya saya nekad deh ngajak Lengkara pacaran. Lengkara itu sepupunya Ranu om. Biar Ranu secure gitu. Ga nuduh saya terus. Eh, endingnya malah nyesek. Saya sudah berusaha membuka hati dan ngasih perhatian. Ternyata saya disakitin. Yasudah kemarin saya tegaskan ke anak om dan printilannya itu. Kalau saya akan menjauhi mereka. Kalau inget omongannya Ranu, rasanya saya pengen sentil amandelnya. Enteng banget nuduh saya pelakor. Padahal sua anti banget jadi orang ketiga" cerocosnya.
"Kalau kamu ga mau dekat dengan Marvin, jadi anak om saya gimana?" ucap Gala polos.
"Hobahhhhh, ngeri banget lho penawarannya. Om Gala, bercandanya ga lucu. Kalau saya jadi anak om. Itu berarti, mama saya harus nikah saya om dong. Wow apa ga jadi perang dunia ke tiga nanti. Dahlah lupain saya om. Saya tahu, saya ini emang menggemaskan sekali di mata om Gala. Tapi, untuk yang satu ini skiplah. Oh nooooooo, no, no, big no, oke. Makan donat aja om, biar ga puyeng ya kan om Gema. Senyum senyum aja dari tadi kayak penonton bayaran" seru Zara dengan dramatis.
.
.
.
Di sisi lain, saat ini Marvin menunggu nunggu kedatangan papanya di ruang tamu. Namun, tak kunjung pulang. "Papa belum pulang?" tanya-nya pada kepala pelayan.
"Belum tuan. Mungkin sebentar lagi. Apa perlu saya bantu hubungi tuan besar?" tawar kepala pelayan tersebut.
"Tidak perlu. Oh ya, buatkan saya teh, Butler. Saya haus" titah Marvin sambil mengusir kepala pelayan tersebut dengan lambaian tangannya.
Setelah kepergian kepala pelayan tersebut, Marvin langsung menghubungi papanya. Namun, panggilan itu malah ditolak oleh papanya. Marvin beralih menghubungi papanya melalui chat.
Marvin
Papa dimana? Aku dirumah papa. Ada hal yang harus Marvin bicarakan pada Papa. Ini penting!
Papa Gala
Papa masih di luar, ketemu Zara. Kita bicarakan lagi kalau papa sudah ada di rumah.
Marvin
Zara?! Papa ketemu Zara? Untuk apa? Papa jangan macam-macam pada Zara. Pa!!
Marvin berkali kali mencoba menghubungi papanya. Ia terlihat panik saat tahu kalau papanya sedang menemui Zara. Banyak pikiran buruk yang seliweran di otaknya. "Sial!" Marvin membanting ponselnya ke sofa. Ia begitu kesal pada papanya itu.
"Apa yang orang tua bangka itu katakan pada Zara. Semoga saja Zara tidak semakin menjauhiku gara gara ulah papa ini. Awas saja papa, jika itu terjadi aku akan membocorkan rahasiamu pada mama" gumam Marvin pada dirinya sendiri dengan napas memburu dan rahang mengeras.
To Be Continue.