Kisah ini bercerita tentang seorang pemuda berbakat bernama Palette. Ia terlahir sebagai pelukis yang luar biasa. Kemampuan istimewanya menyeretnya masuk ke dalam masalah hidup yang jauh lebih pelik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon David Purnama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kematian Rosemary
Diana Safier dibuat tercengang ketika ia tiba di restaurant mahal tempat ia dan Kurt Fuzz janjian untuk bersantap malam.
Ini bukan kali pertama Diana datang ke tempat makan terbaik untuk kencan di kota ini. Meja-meja yang biasanya setiap malam selalu penuh sekarang begitu kosong.
Hanya ada satu meja yang sudah ditempati oleh seseorang.
Rupanya yang duduk di meja tengah itu adalah Kurt Fuzz. Ia sudah sampai lebih awal.
Jika benar apa yang ada di pikiran Diana. Maka laki-laki itu benar-benar penuh kejutan.
Kurt berdiri lalu melambaikan tangannya ke Diana.
Diana Safier tersipu malu dengan apa yang diperbuat oleh Kurt di kencan pertama mereka.
“Kurt, yang benar saja?”,
“Apa kamu memesan seluruh meja untuk makan malam kita berdua?”, tanya Diana.
“Benar sekali, aku tidak mau ada yang mengganggu kita di malam yang penting ini”,
“Ini adalah makan malam pertama kita Diana”,
“Aku tidak ingin kamu melupakannya begitu saja”, jawab Kurt.
Sekarang Diana dan Kurt telah duduk berhadapan di meja makan malam yang begitu romantis.
Di atas meja berselimut kain putih yang panjang itu terdapat lilin-lilin dan bunga mawar yang harum. Begitu juga dengan ratusan meja lainnya di restaurant tersebut yang kosong tanpa pengunjung.
Semua meja sudah dibayar oleh Kurt supaya tidak ada yang menempatinya. Khusus untuk malam ini tempat ini milik Kurt dan Diana.
“Darimana asal mu Kurt?”,
“Apakah kamu pernah mendengar sebuah kota yang bernama Potrait Diana?”,
“Dari sana lah aku berasal”, jawab Kurt.
“Bagaimana denganmu Diana?”,
“Apakah kamu pernah pergi ke Eropa?”, tanya Kurt.
“Aku belum pernah pergi ke Eropa atau Amerika”,
“Tapi aku ingin sekali suatu hari nanti bisa pergi ke sana”,
“Aku lahir dan besar di kota ini”, jawab Diana.
“Kurt, buku apa yang kamu bawa?”, tanya Diana.
“Oh, ini adalah buku sketsa ku”,
“Sejujurnya aku ingin menunjukkannya kepadamu Diana”,
“Tapi aku malu karena gambar ku biasa-biasa saja”, jawab Kurt.
“Tidak apa-apa Kurt”,
“Boleh kah aku melihatnya?”,
“Kamu tidak perlu malu”, kata Diana.
Kurt pun membiarkan Diana mengambil buku sketsa yang sengaja ia bawa.
“Gambar mu bagus-bagus Kurt”,
“Seharusnya kamu mempertimbangkan karirmu untuk menjadi seorang pelukis”,
“Kamu benar-benar berbakat”, puji Diana setelah melihat gambar-gambar di buku sketsa Kurt.
“Terimakasih Diana, tapi rasanya itu terlalu berlebihan”, Kurt merasa malu dipuji.
“Oh my God Kurt”,
“Ini aku?”,
“Kamu benar-benar membuatku tersanjung”, kata Diana setelah melihat gambar dirinya ada di dalam buku sketsa Kurt.
“Semoga kamu menyukainya Diana”, ucap Kurt.
“Tentu saja aku menyukainya Kurt”,
“Kamu sungguh-sungguh menggambar aku”, kata Diana.
“Diana, apakah kamu tidak keberatan jika aku melepaskan sarung tanganku?”, pinta Kurt.
“Ya silahkan Kurt”,
“Apa yang terjadi dengan tanganmu?”,
“Kenapa kamu selalu memakai sarung tangan berwarna hitam itu?”, tanya Diana.
“Tanganku sudah tidak sempurna lagi”,
“Aku kehilangan jari-jari ku selama perang”, jawab Kurt.
“Jadi kamu juga seorang soldier Kurt?”, tanya Diana.
“Ya bisa dibilang begitu”, jawab Kurt.
Diana terperanjat ketika Kurt melepaskan sarung tangan hitam yang selalu dipakainya.
Sekarang Diana bisa melihat tangan palsu Kurt yang terbuat dari kayu.
Kemudian Kurt juga melepaskan kedua tangan kayunya.
Terlihat lah kedua pergelangan tangan Kurt yang buntung.
“Kenapa kamu diam saja Diana?”,
“Apakah kamu mengingat sesuatu?”, tanya Kurt.
Diana tiba-tiba diam membisu. Tubuhnya pun mematung.
“Apakah kamu mengingat sesuatu?”,
“Rosemary”,
“Atau aku bisa memanggilmu Lusiana Mask”, Kurt mengulang pertanyaannya.
Setelah cukup lama terdiam akhirnya Diana Safier alias Rosemary alias Lusiana Mask membuka mulutnya.
“Jack”,
“Kamu kah itu?”,
“Oh Jack”,
Tiba-tiba Rosemary berbicara sambil menangis memperlihatkan wajah sedihnya.
“Maaf kan aku Jack”,
“Aku tidak bisa menyelamatkanmu”,
“Asalkan kamu tahu Jack, sebenarnya mereka menyuruhku untuk membunuhmu”,
“Tapi aku beralasan memotong jari-jarimu adalah penyiksaan yang lebih menyakitkan bagi seorang pelukis”,
“Aku mencintaimu Jack”,
“Aku telah menyelamatkan nyawamu Jack”,
“Aku hendak menyelamatkanmu lalu membawamu pergi bersamaku Jack”,
“Tapi mereka sudah terlebih dahulu mengasingkan mu”,
“Aku sudah mencari mu kemana-mana”,
Tangis Rosemary semakin menjadi-jadi.
“Lihat lah sisi terangnya Jack”,
“Sekarang kita kembali dipertemukan”,
“Masih ingatkah janjimu kepadaku Jack?”,
“Kamu ingin membawaku pulang ke kampung halamanmu dan menikah denganku”,
“Kita akan hidup bersama dan punya anak”,
“Bagaimana kabar ibu mu Jack?”,
“Kamu bilang ibu mu pasti akan senang jika dia bertemu denganku”,
“Semua belum terlambat Jack, kita masih bisa mewujudkan semua itu”,
“Perang sudah berakhir Jack, tidak perlu lagi untuk membawa kepahitan yang telah tertinggal di masa lalu”,
“Kita harus memikirkan masa depan Jack, aku akan ikut bersamamu kemana pun kamu mau”,
“Aku akan selalu mendukungmu Jack”,
Rosemary berbicara panjang kepada Jack. Ia berusaha keras untuk meyakinkan Jack.
Wajah Rosemary banjir air mata. Ia hendak mengambil sapu tangan yang ada di dalam tasnya untuk mengusap wajahnya.
Kata-kata Rosemary yang panjang itu hanya dibalas oleh Jack dengan singkat;
“Selamat tinggal Rosemary”,
Rosemary terjatuh dari tempat duduknya. Ia mati.
Jack membunuh Rosemary.
Di bawah meja makan mereka Jack membawa lukisan Diana Safier dan Hagi Wells.
Jack memberikan sentuhan terakhir kepada lukisan Rosemary tanpa perlu melihatnya. Sebuah tanda silang yang mematikan.
Sama seperti yang dilakukan Jack kepada lukisan Hagi Wells sebelumnya.
Seketika Lusiana Mask jatuh mati. Sebelum ia bisa mengambil senjata api yang berada di dalam tasnya.
Misi Jack berhasil dipenuhi.
*
Jack berlayar untuk kembali,
Jack pulang ke Potrait seperti janjinya kepada Eliana adiknya dan juga Helen.
Potrait,
Perlahan kota itu mulai pulih. Rumah-rumah mulai dibangun kembali. Begitu juga dengan orang-orang Potrait yang mulai menata hidup mereka lagi.
Begitu juga dengan seorang Jack Palette,
Meski sempat menjalin hubungan yang putus nyambung. Jack akhirnya menikah dengan Helen Bottomheart.
Seorang wanita yang usianya lebih tua dari Jack empat tahun dan telah saling mengenal sebagai teman baik.
Dengan keterbatasan yang Jack miliki. Ia diterima bekerja di pabrik yang sama mengikuti jejak ayah dan kakaknya.
Pabrik pembuat perlengkapan dan peralatan melukis di kota Potrait kembali dibuka paska perang dunia berakhir.
Setiap beberapa bulan sekali Eliana dan keluarganya selalu datang ke Potrait untuk mengunjungi Jack dan Helen. Di rumah mereka yang telah kembali dibangun di atas puing rumah tua mereka yang lama.
Setelah pulang ke Potrait sesudah menyelesaikan misinya membunuh Rosemary,
Jack Palette tidak pernah melukis lagi sampai akhir hidupnya.