*Khusus Bacaan Dewasa*
Sinopsis: Make, pemuda tampan dan kaya, mengalami kebangkrutan keluarga. Dia menjadi "anak orang kaya gagal dan terpuruk" dan dibuang pacarnya yang berpikiran materialistis adalah segalanya. Namun, nasib baik datang ketika dia mendapatkan "Sistem Uang Tidak Terbatas".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MZI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27: Informasi yang Mendadak
Kepanikan langsung melanda kedua orang tua Make. Mereka bergegas mendekati tubuh Make yang tergeletak tak bergerak di lantai. Ibunya berteriak histeris memanggil namanya, sementara ayahnya dengan sigap memeriksa denyut nadinya.
"Cepat bantu Ayah, Bu!" seru ayahnya dengan nada cemas. Mereka berdua berusaha memapah Make ke sofa terdekat. Wajah Make pucat, dan ia tidak memberikan respons sama sekali.
Setelah membaringkan Make di sofa, ibunya terus memanggil namanya sambil menepuk-nepuk pipinya dengan lembut. Ayahnya segera menghubungi layanan darurat rumah sakit. Suara sirine ambulans yang mendekat semakin menambah ketegangan di rumah itu.
Tak lama kemudian, petugas medis tiba dan segera memberikan pertolongan pertama kepada Make. Mereka memasangkan masker oksigen dan memeriksa kondisinya. Setelah beberapa saat, Make mulai menunjukkan respons. Matanya bergerak perlahan sebelum akhirnya terbuka dengan tatapan kosong.
"Make... Nak, kamu tidak apa-apa?" tanya ibunya dengan suara khawatir sambil menggenggam tangannya erat.
Make mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha memfokuskan pandangannya. Ia melihat wajah cemas kedua orang tuanya di atasnya. Ingatan tentang pengakuan mereka dan hasil tes DNA kembali membanjiri benaknya.
"A... aku..." suara Make terdengar lemah dan serak. Ia mencoba bangkit namun kepalanya terasa berputar.
"Jangan bergerak dulu, Nak," kata ayahnya dengan lembut sambil menahannya. "Kamu baru saja pingsan. Biarkan petugas medis memeriksa kondisimu."
Setelah diperiksa lebih lanjut oleh petugas medis, Make dinyatakan mengalami syok emosional akibat informasi yang diterimanya. Mereka menyarankan agar Make beristirahat dan menghindari tekanan pikiran untuk sementara waktu.
Setelah petugas medis pergi, keheningan kembali menyelimuti ruangan itu. Make berbaring lemah di sofa, menatap langit-langit dengan tatapan kosong. Kedua orang tuanya duduk di sampingnya, raut wajah mereka penuh penyesalan dan kekhawatiran.
"Make... kami minta maaf," kata ibunya akhirnya, air matanya kembali menetes. "Kami tahu kami salah tidak memberitahumu sejak awal. Tapi kami sangat takut kehilanganmu."
Ayahnya mengangguk setuju. "Kami mencintaimu, Nak. Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga kami. Kami tidak pernah bermaksud menyakitimu."
Make memejamkan matanya. Ia merasa hatinya hancur berkeping-keping. Kebohongan yang didasari cinta ini telah mengubah seluruh kehidupannya. Ia memiliki keluarga kandung yang selama ini mencarinya, dan keluarga yang membesarkannya ternyata menyimpan rahasia besar tentang masa lalunya. Ia tidak tahu harus merasa apa. Marah? Sedih? Bingung? Semuanya bercampur aduk menjadi satu kesakitan yang tak tertahankan.
"Saya... saya butuh waktu," kata Make pelan, tanpa membuka matanya. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, namun ia tahu hidupnya tidak akan pernah sama lagi. Misi sampingan 'Bisikan dari Masa Lalu' telah membawanya pada kenyataan yang lebih rumit dan menyakitkan dari yang pernah ia bayangkan.
Tiba-tiba, sebuah notifikasi berwarna biru cerah muncul di benak Make, memecah kekacauan emosi yang sedang melandanya:
[Pemberitahuan Sistem!]
[Deteksi: Pengguna telah mengungkap informasi signifikan mengenai masa lalu.]
[Hadiah Misi Sampingan 'Bisikan dari Masa Lalu' (Tahap Awal): Kekuatan Mental yang Stabil.]
[Deskripsi: Hadiah ini akan memperkuat ketahanan mental pengguna, mengurangi risiko syok emosional berlebihan dan membantu dalam memproses informasi traumatis.]
Seketika, Make merasakan gelombang energi yang tenang menyebar ke seluruh tubuhnya, terutama di area kepalanya. Pikiran yang tadinya kacau perlahan mulai terasa lebih jernih. Emosi yang bergejolak mereda, digantikan oleh rasa tenang yang aneh namun membantu. Ia membuka matanya, menatap langit-langit dengan pandangan yang lebih fokus.
"Make? Nak, kamu baik-baik saja?" tanya ibunya dengan nada khawatir, melihat perubahan di ekspresi wajahnya.
Make menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia merasakan perbedaan yang signifikan dalam dirinya. Meskipun rasa sakit dan kebingungan masih ada, ia tidak lagi merasa limbung atau terancam pingsan. Kekuatan mental yang diberikan Sistem seolah menjadi jangkar yang menahannya dari keterpurukan emosi yang lebih dalam.
Ia menoleh ke arah kedua orang tuanya, tatapannya kini lebih tenang meskipun masih menyimpan kesedihan. "Saya... saya tidak akan pingsan lagi," katanya dengan suara yang lebih stabil. "Terima kasih." Ia merasakan sedikit kebingungan dengan perubahan yang tiba-tiba ini, namun ia menyadari bahwa Sistem kembali membantunya di saat yang genting.
"Make..." ayahnya memulai, namun Make mengangkat tangannya untuk menghentikannya.
"Saya bilang, saya butuh waktu," ulang Make dengan nada yang lebih tegas namun tanpa amarah. "Saya perlu mencerna semua ini. Kalian menyimpan rahasia besar dari saya selama ini. Saya... saya tidak tahu harus bagaimana sekarang."
Ia bangkit perlahan dari sofa, merasa sedikit lebih kuat secara fisik dan mental. "Saya akan pergi sebentar," katanya tanpa menatap mereka. "Saya perlu sendiri."
Make berjalan keluar dari rumah mewah itu, meninggalkan kedua orang tuanya yang terpukul dan penuh penyesalan. Langkahnya terasa berat, namun pikirannya kini lebih fokus. Ia harus mencari tahu lebih banyak tentang masa lalunya, tentang Raka, tentang keluarga kandungnya. Dan ia juga harus menghadapi kenyataan bahwa orang-orang yang selama ini ia cintai ternyata menyimpan kebohongan besar.
Tepat saat Make hendak membuka pintu dan melangkah keluar, suara riang khas kedua adiknya terdengar dari arah pintu masuk utama. "Kak Make!" seru Mia dan Mua bersamaan, suara mereka penuh kejutan dan kegembiraan melihat kakaknya pulang.
Kedua gadis kembar itu, dengan seragam sekolah mereka yang masih rapi dan tas ransel di punggung, berlari menghampiri Make dengan senyum cerah. Mereka langsung memeluk kakaknya dengan erat, meluapkan kerinduan mereka.
"Kakak kok tumben pulang? Kami kangen banget!" ujar Mua sambil mengeratkan pelukannya.
"Iya, Kak! Kami pikir Kakak sibuk terus," timpal Mia dengan nada manja.
Make membalas pelukan kedua adiknya dengan canggung. Melihat wajah polos dan penuh kasih sayang mereka, hatinya terasa semakin perih. Bagaimana ia harus menjelaskan semua ini kepada mereka? Kebohongan yang selama ini menjadi dasar keluarga mereka akan mengguncang dunia kedua gadis ini juga.
Ia berusaha memasang senyum tipis, menyembunyikan gejolak batinnya. "Hai, kalian sudah pulang sekolah? Iya, Kakak ada urusan sebentar di rumah."
"Urusan apa, Kak?" tanya Mia dengan mata penuh rasa ingin tahu. Ia melihat ekspresi tegang di wajah kedua orang tuanya yang berdiri tak bergerak di ruang tamu. "Ayah sama Ibu kenapa diam saja?"
Mua juga merasakan ada yang aneh. "Iya, Kak. Kakak juga kelihatan beda. Ada apa sih?"
Make menarik napas dalam-dalam lagi. Ia tidak ingin melibatkan kedua adiknya dalam kebingungan dan kesakitannya saat ini. Mereka tidak bersalah.
"Tidak ada apa-apa, Sayang," jawab Make berusaha terdengar meyakinkan sambil mengusap rambut kedua adiknya. "Kakak hanya sedikit lelah. Kalian sudah makan siang?"
"Belum, Kak," jawab Mua. "Kami baru sampai."
"Ya sudah, kalian ganti baju sana. Kakak juga mau istirahat sebentar," kata Make. Ia berusaha menghindari tatapan penuh pertanyaan dari kedua adiknya.
Mia dan Mua saling bertukar pandang, merasa ada sesuatu yang disembunyikan, namun mereka menurut dan berjalan menuju kamar mereka. Setelah kedua adiknya menghilang di balik pintu,
Make kembali menatap kedua orang tuanya dengan tatapan dingin.
"Saya akan pergi sekarang," katanya pelan namun tegas. "Saya butuh waktu sendiri untuk memikirkan semuanya. Jangan hubungi saya untuk sementara waktu."
Tanpa menunggu jawaban, Make berbalik dan melangkah keluar dari rumah itu, meninggalkan kehangatan keluarga yang selama ini ia kenal, menuju ketidakpastian masa lalu yang baru terungkap.
Kehadiran Mia dan Mua hanya menambah rasa sakit dan kebingungannya. Ia mencintai mereka, tetapi ia juga merasa hidupnya selama ini adalah sebuah kebohongan besar.
Bersambung...