Xavier Zibrano, CEO muda yang selalu di paksa menikah oleh ibunya. Akan tetapi ia selalu menolak karena masih ingin menikmati masa mudanya.
Divana Veronika, gadis cantik yang rela meninggalkan orang tuanya dan lebih memilih kekasihnya.
Namun siapa sangka, kekasih yang ia bela mati-matian justru menghianatinya. Divana memergoki kekasihnya sedang berhubungan intim dengan sahabatnya sendiri di sebuah kamar hotel.
Dengan perasaan hancur, tak sengaja Divana di pertemukan dengan Xavier yang baru saja selesai menghadiri acara gala diner di hotel yang sama.
Divana yang sedang kalut akhirnya menawarkan sejumlah uang kepada Xavier untuk menghabiskan malam bersamanya.
Akankah Xavier menerima penawaran tersebut?
Yuk simak cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Pukul sembilan malam Xavier tiba di Mansion, hari ini dia banyak pekerjaaan sehingga membuat dia pulang larut malam.
"Kamu baru pulang Vier? kemarin kamu keman kenapa tidak pulang kerumah, kamu membut mami khawatir, lain kali kalau tidak pulang kasih tahu mami biar mami tidak cemas memikirkanmu" cerocos Sarah ketika melihat putranya memasuki Mansion.
Xavier menghela nafas panjang, semalam dia lupa memberitahu maminya.
"Aku pulang ke apartemen mi, kemarin malam aku menghadiri acara gala diner hingga larut malam" jawab Xavier bohong.
Sarah menganggukkan kepalanya percaya, terkadang kalau capek putranya itu lebih memilih pulang ke apartemen daripada pulang ke rumah, jarak kantor ke apartemen jauh lebih dekat daripada jarak pulang ke Mansion.
"Kamu sudah makan?" Tanya Sarah.
"Belum mi" jawab Xavier seraya menyandarkan tubuhnya di bahu sang mami.
"Makan dulu tadi mami sudah sisakan makanan untuk kamu" ujar Sarah sembari mengusap kepala putranya.
Justin merengut sebal, ia tidak suka melihat putranya bermanja dengan sang istrinya.
"Lepaskan mami mu Vier, dia punya papi bukan punya kamu" seru Justin.
Sifat Justin tidak jauh berbeda dengan Satria dulu, Satria selalu cemburu melihat Justin putranya berdekatan dengan istrinya, bak turun temurun, sekarang terjadi pada cucunya.
"Istrimu itu mami ku pi, tak ada salahnya aku bermanja dengan mamiku sendiri" balas Xavier cuek.
Justin berdecih sebal. "Sayang, katanya kamu mau menjodohkan Xavier dengan anak temanmu, kapan?" Tanya Justin tiba-tiba.
Dia baru berpikir ternyata ide istrinya tidaklah buruk, dengan begitu putranya itu tidak akan menganggu istrinya lagi.
"Tidak usah ngadi-ngadi pi, ini aku kembalikan istrimu" jengkel Xavier dan menjauhi maminya.
Xavier beranjak dari ruang keluarga menuju keruang makan, dia mau makan terlebih dahulu sebelum istirahat.
Justin tersenyum kemenangan melihat kepergian putranya, kini dia punya senjata baru supaya putranya itu tidak memonopoli istrinya.
Setelah kepergian putranya, Justin merebahkan tubuhnya di sofa dan menggunakan kedua paha istrinya sebagai bantal.
Sarah menggelengkan kepala melihat anak dan suaminya memperebutkannya.
"Jadi kamu setuju kalau aku menjodohkan Sean" tanya Sarah.
"Memangnya kapan aku bilang setuju sayang? Tidak usah di jodohkan biarkan saja dia mencari jodohnya sendiri" sahut Justin.
Sarah melongo, baru dua menit yang lalu suaminya itu menanyakan tentang perjodohan itu, tapi kenapa sekarang berubah. Entahlah Karin bingung dengan isi pikiran suaminya itu.
"Tadi bukannya kamu.... " belum selesai Sarah bicara sudah di potong oleh Justin.
"Aku cuma menggertaknya saja, supaya dia melepaskanmu" ucap Justin enteng.
Sementara di ruang makan Xavier makan dengan malas-malasan, dia merasa hilang selera karena tidak ada yang menemaninya makan.
"Begini banget nasib jomblo" keluh Xavier.
Tiba-tiba dia teringat gadis kemarin yang menghabiskan malam bersamanya. Lelaki itu mengingat adegan demi adegan yang ia lakukan bersama gadis asing itu, memang saat itu mereka melakukannya dalam keadaan sadar, sehingga Xavier mengingat betul kejadian itu.
"Haiss.... Kenapa mengingatnya sih, apalagi itunya.... " keluh Xavier sambil mengacak rambutnya frustasi.
Belum juga makanan habis Xavier sudah meningalkannya, ia bergegas pergi kekamarnya, mengingat kejadian itu membuat sesuatu di bawah sana menjadi berdiri.
Dia membuka pintu kamarnya dan melempar tas kerjanya begitu saja, ia melucuti semua pakaian yang ia kenakan dan menghilang di balik pintu kamar mandi.
"Sial, gadis itu benar-benar membuatmu tersiksa" umpat Xavier sembari meng*cok miliknya.
Hampir satu jam Xavier baru keluar dari dalam kamar mandi, wajahnya terlihat segar setelah mandi.
****
Di waktu yang sama Samuel datang ke apartemen Divana, ia memencet password pintunya tapi tidak bisa.
"Kenapa passwordnya tidak bisa, apa mungkin Divana merubah passwordnya ya" tanya Samuel pada diri sendiri.
Lalu Samuel memencet bel nya dan berharap Divana mau membuka pintunya. Tapi beberapa kali Samuel memencetnya, Divana tak kunjung membukanya.
"Kemana dia, kenapa tidak membuka pintunya" kesal Samuel
Selang berapa lama penjaga apartemen datang menghampiri Samuel.
"Anda mencari siapa tuan" tanya satpam
"Saya mencari Divana kekasih saya, pemilik apartemen ini" jawab Samuel.
"Nona Divana sudah pergi tuan, apartemennya juga sudah di jual" ucapnya.
"APA? Di jual?" Kaget Samuel.
"Iya tuan" ucap penjaga dan berlalu meninggalkan Samuel yang masih berdiri mematung di tempatnya.
Samuel merasa aneh dengan kekasihnya itu, dari semalam yang menghilang dari pesta, pesan yang tidak dibalas, dan sekarang menjual apartemennya, semua hal terjadi begitu saja secara bersamaan. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Divana, kenapa dia tiba-tiba menghilang?
"Apa mungkin Divana di jemput orang tuanya ya" banyak pertanyaan di benak Samuel, ia penasaran dengan apa yang terjadi dengan kekasihnya.
"Aku coba jemput ke kantornya aja deh, bisa jadi dia masih lembur" ucap Samuel masih berusaha mencari kekasihnya.
Samuel berjalan kearah lift dan masuk, dia turun menggunakan lift menuju ke basemen. dia masuk kedalam mobil dan bergegas meninggalkan apartemen, mobil hitam merk BMW melaju membelah jalanan ibu kota. Tak sampai tiga puluh menit mobil Samuel tiba di depan perusahaan tempat Divana bekerja.
Samuel keluar dari mobil dan menghampiri penjaga gedung.
"Permisi pak, saya mau nanya" ucap Samuel sopan.
"Iya ada apa tuan?" Tanya penjaga.
"Saya mencari Divana, apa dia masih didalam atau tidak?" tanya Samuel.
"Setahu saya tidak ada karyawan yang lembur tuan, semua karyawan sudah pulang" ujar penjaga. "Kalau untuk nona Diva sendiri saya kurang tahu, dari sore saya tidak melihatnya" imbuh penjaga.
Terdapat tiga shift untuk bagian penjaga, penjaga yang sekarang mendapat bagian shift kedua, sehingga tadi siang beliau tidak melihat kedatangan Divana ke perusahaan.
"Kalau begitu terima kasih pak" ucap Samuel dan melangkah masuk kedalam mobil.
Kini hanya apartemen Lauren yang menjadi tujuan Samuel sekarang.
Bip
Pintu apartemen Lauren terbuka dari dalam, terlihat sosok Lauren keluar dari balik pintu.
"Kamu darimana malam-malam begini" tanya Lauren sembari menarik tangan Samuel dan membawanya masuk kedalam apartemen.
"Naura menghilang, aku sudah mencarinya ke apartemen dan perusahaannya tapi tidak ada, bahkan kata penjaga di apartemen Diva beliau mengatakan kalau apartemen itu sudah di jual" jelas Samuel.
"Tidak mungkin, Diva pergi tanpa memberitahu kita" Ucap Lauren tidak percaya, pasalnya di Jakarta Divana hanya memiliki Samuel dan juga dirinya saja, Divana tidak memiliki kerabat lain selain mereka berdua.
"Terserah kalau kau tidak percaya, nyatanya memang seperti itu, tidak mungkin dia jalan-jalan sendirian malam-malam begini" balas Samuel sembari merebahkan tubuhnya di sofa.
Lauren mencoba memikirkan ucapan kekasih gelapnya itu, ia ingin percaya dengan Samuel api logikanya berkata tidak, Divana tidak pernah ilang-ilangan seperti ini sebelumnya.
"Apa mungkin dia kembali ke rumah orang tuanya Sel" tanya Lauren, pemikiran Lauren tidak beda dengan Samuel, lelaki itu juga mengira kalau kekasihnya itu kembali ke rumah orang tuanya, tapi itu baru dugaan.
"Aku mengira juga seperti itu, tapi kenapa Diva tidak memberitahuku?" tanya Samuel yang juga bingung
Mereka berdua sama-sama bingung dengan menghilangnya Divana.