Sugar Baby Om Sagara

"Aduh, bisa-bisanya lupa.." Gumam Laura sambil mengacak-acak isi lemarinya, membuat Sagara mengernyitkan keningnya. 

"Ada apa, baby?"

"Dad, aku lupa barang pentingku di rumah itu.." lirih Laura dengan panik. Sagara yang tengah duduk santai di sofa pun beranjak dari duduknya dan mendekati Laura. 

"Daddy.." Rengeknya, wajahnya memelas. Sebentar lagi, pasti dia akan menangis kalau keinginannya tidak terpenuhi. 

"Barang penting?"

"Iya, itu barang yang sangat berharga untukku. Aku lupa membawanya, Dad. Gimana dong?"

"Daddy antar ke rumah itu, baby. Come on, jangan menangis."

"Huaa, Daddy.."

"Astaga." Sagara terkejut karena Laura memeluknya secara tiba-tiba, hampir saja dia terjungkal, tapi untunglah Sagara bisa menyeimbangkan dirinya sendiri. 

"Sudah-sudah, jangan menangis. Bersiaplah, pakai pakaian terbaikmu. Kita pergi sekarang." Ajak Sagara. Laura menganggukan kepalanya dengan cepat, dia pun segera bersiap. Untungnya, beberapa hari yang lalu, Laura sudah melakukan perawatan. Wajahnya glowing, cerah dan terawat, setidaknya dia bisa menunjukkan pada keluarga itu kalau hidupnya bahagia setelah keluar dari rumah itu. 

"Dad, bagus yang mana?" 

"Keduanya bagus, tapi Daddy lebih suka dress biru itu." Jawab Sagara sambil menunjuk dress berwarna biru dengan motif sedikit bunga-bunga kecil. 

"Oke, kalau tas?"

"Yang hitam, sayang. Itu akan cocok digunakan saat acara apapun."

"Oke, Daddy." Jawab Laura. Dia sangat excited untuk misi balas dendamnya. Sagara tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya, tingkah Laura sangat menggemaskan di matanya. 

"Sudah siap, sayang?"

"Udah, Dad." Laura tersenyum sambil menata rambutnya yang lurus dan berwarna coklat. Laura mewarnai rambutnya dan mencatoknya sedikit bergelombang. 

"Cantik." Puji Sagara yang membuat wajah Laura merona seketika. Laura menggandeng lengan Sagara dengan mesra, lalu keduanya pun pergi dari apartemen. Niatnya sambil cari makan malam juga sekalian. 

"Makan malam diluar sekalian, mau?"

"Mau, Dad."

"Mau makan apa hmm?"

"Pengen seafood, boleh?" Tanya Laura dengan nada manja. Sagara mengangguk mengiyakan permintaan Laura. 

"Daddy punya restoran seafood langganan, enak-enak. Mau coba kesana nanti?"

"Mau mau mau, Daddy!" Laura terlihat begitu antusias, membuat Sagara terkekeh. Pria itu membukakan pintu mobil untuk Laura, gadis itu masuk dengan senang hati. Rasanya benar-benar diistimewakan oleh Sagara, ini yang pertama kalinya. Pertama kalinya ada seseorang yang memperlakukannya dengan begitu baik seperti Sagara. 

Pria itu memutari mobil dan duduk di bangku kemudi, Sagara menyalakan mesin mobilnya lalu melajukannya menjauhi kawasan apartemen elit itu. Jarak yang ditempuh pun lumayan jauh, apartemen milik Sagara berada di pusat kota, sedangkan rumah milik keluarga baru ayah Laura berada di pinggir kota, kawasan yang cukup kumuh dan padat. 

Sekitar satu jam lamanya, akhirnya mobil mewah milik Sagara itu berhenti di halaman rumah Ratih, ibu tiri Laura. Mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumahnya, wanita paruh baya dan anaknya itu segera keluar. 

Mereka terlihat penasaran dengan siapa yang ada di dalam mobil mewah itu, kenapa juga parkir di depan rumahnya? Mungkin itu yang tengah dipikirkan oleh kedua perempuan itu. 

"B4bi hutannya langsung keluar, baby."

"Husshh, Daddy. Bagaimana pun juga, papa bucin sama tuh nenek gayung."

"Hahaha, ada-ada saja. Ayo keluar, tunggu apalagi."

"Sama Daddy."

"Takut hmm?" Tanya Sagara. Laura mengangguk pelan sambil meremat pelan tas yang ada di pangkuannya. 

"Ada Daddy, jangan takut. Berani menyentuhmu seujung kuku saja, Daddy ratakan tempat ini malam ini juga." Sagara meyakinkan Laura, membuat Laura merasa sedikit lebih lega rasanya. Benar, tak selamanya dia bersembunyi dibalik rasa takut. Mumpung dia memiliki backingan orang terpandang, seperti kata Lily, maka harus dimanfaatkan sebaik mungkin. 

Laura turun lebih dulu, dia membuka pintu mobil dengan perlahan. Dia turun dan menampilkan wajah sinisnya. Dia berjalan dengan anggun sambil menenteng tas yang harganya puluhan juta di tangannya. 

"L-laura.."

"Hallo, selamat malam. Maaf mengganggu waktunya.."

"Ngapain kesini hah?" Tanya Ratih dengan wajah kesalnya, apalagi saat melihat penampilan Laura yang terlihat jauh lebih modis, cantik dan terawat. Tak seperti saat tinggal di rumah ini. Jelas, Laura tak memiliki waktu untuk merawat diri saat berada di rumah ini, karena dia diperlakukan layaknya babu. 

"Heh!" Calista yang sedari tadi meneliti penampilan Laura dari atas hingga kebawah akhirnya mengeluarkan suaranya. 

"Apa?"

"Lo kasih apa itu Om-om sampai mau ngerubah penampilan Lo jadi kayak gini hah?"

"Kepo banget, kak. Tanya aja sama orangnya langsung, emangnya aku kasih apa? Tentunya, aku gak langsung ng4ngkang yaa.." Laura tersenyum, dia melambaikan tangannya dan Sagara pun turun dari mobil mewahnya. Pria itu berjalan gagah menuju ke arah teras rumah dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya. 

"Sudah ambil barangnya, baby?" Tanya Sagara. Suaranya berat dan serak, membuat siapapun tergoda padahal hanya dengan suaranya. Belum lagi penampilannya yang maskulin, membuat kaum hawa manapun terpesona hanya dengan satu kali pertemuan. Sayang, itu tak berlaku bagi Laura sepertinya, pertemuan pertamanya sedikit chaos. 

"Belum, Dad."

"Ambil cepat, Daddy gak betah berada di kawasan kumuh begini." Ucap Sagara sambil mengacak pelan rambut Laura. 

"Iya, Dad." Jawab Laura. Dia pun segera masuk dan pergi ke kamarnya untuk mengambil barangnya. Harusnya disini ada sang ayah, tapi sepertinya pria itu tidak ada di rumah, entah kemana dia pergi, mungkin belum pulang bekerja. 

"Oke, good bye rumah terkutuk. Aku pergi, terimakasih untuk kenangan buruknya." Gumam Laura, dia buru-buru mengambil barangnya dan pergi dari ruangan yang terasa pengap itu. Dulu, dia beristirahat di ruangan itu. Sekarang, dia tidak sudi singgah disana lagi. Bahkan jika semisal Sagara membuangnya pun, dia akan memilih tinggal sendiri di luar sana. 

Di luar sana, Sagara menatap tajam wajah Calista yang terlihat tidak asing baginya. Ternyata..

Sagara tersenyum smirk, lalu menggelengkan kepalanya. Sagara mengetahui sesuatu sepertinya. 

"Tuan, kenalkan aku Calista."

"Ya."

"Boleh minta nomor ponsel gak?"

"Kalau mau menggatal, jangan disini. Pantas saja kalian tinggal di lingkungan begini, tidak berkualitas."

"Bedanya sama Laura, apa? Bukankah dia juga memberikan tubvhnya padamu, Tuan?" Tanya Calista dengan tatapan meremehkannya. 

"Kau berpikir sekotor itu tentang Laura, padahal dia adikmu sendiri?"

"Dia bukan adikku."

"Ohh, baiklah. Laura terselamatkan karena tak memiliki kakak seorang pelacvr."

"Heh, jaga kata-kata anda. Jangan mentang-mentang anda kaya raya, bisa seenaknya bicara yaa!" Calista tersenyum karena merasa dibela oleh sang ibu. 

"Justru karena saya kaya raya, saya bahkan bisa membeli omongan orang angkuh seperti anda. Jangankan omongan, harga diri kalian saja bisa saya beli."

"Hey, kami tak serendah itu!"

"Lalu? Menjal4ng sampai menghancurkan rumah tangga orang lain, apa itu kalau bukan disebut kaum rendahan?" Tanya Sagara yang membuat Calista memucat seketika. Gawat, Sagara bisa membongkar tabiat buruknya di depan sang ibu. Selama ini, dia tidak tahu bagaimana kelakuan anak tersayangnya di luaran sana.

"Ibu, sudahlah. Jangan dilayani, gak penting.."

"Jadi minta nomor ponsel, Nona?" Tanya Sagara yang berhasil membuat Calista menatapnya tajam. Sagara tersenyum mengejek, lalu memasang wajah datarnya saat melihat Laura keluar dari rumah dengan menenteng sesuatu di tangannya. 

"Sudah, baby?"

"Iya, sudah."

"Ayo pulang.." ajak Sagara sambil merangkul mesra pinggang ramping Laura. 

"Laura, kembali."

"Untuk apa? Kalau hanya untuk dijadikan pembantu, aku tidak mau. Lagipula, Daddy bisa memenuhi kebutuhanku sekarang. Aku tak perlu merasa sakit hanya karena ingin makan ayam goreng." Jawab Laura yang membuat semuanya terdiam. Gadis itu mendongak lalu tersenyum pada Sagara dan berjalan ke arah mobil yang terparkir di halaman rumah itu. 

"Laura.."