HALIM
Di dunia yang dikuasai oleh kegelapan, Raja Iblis dan sepuluh jenderalnya telah lama menjadi ancaman bagi umat manusia. Banyak pahlawan telah mencoba menantang mereka, tetapi tidak ada yang pernah kembali untuk menceritakan kisahnya.
Namun, Halim bukanlah pahlawan biasa. Ia adalah seorang jenius dengan pemikiran kritis yang tajam, kreativitas tanpa batas, dan… kebiasaan ceroboh yang sering kali membuatnya berada dalam masalah. Dengan tekad baja, ia memulai perjalanan berbahaya untuk menantang sang Raja Iblis dan kesepuluh jenderalnya, berbekal kecerdikan serta sistem sihir yang hanya sedikit orang yang bisa pahami.
Di sepanjang petualangannya, Halim akan bertemu dengan berbagai ras, menghadapi rintangan aneh yang menguji logikanya, dan terlibat dalam situasi absurd yang membuatnya bertanya-tanya apakah ia benar-benar sedang menjalankan misi penyelamatan dunia atau justru menjadi bagian dari kekacauan itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ILBERGA214, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 29: Beban di Pundak Halim
Halim berjalan tertatih di jalan setapak yang gelap, menggendong pendeta yang pingsan dalam pelukannya. Napasnya masih memburu, tubuhnya terasa berat setelah pertarungan sengit melawan serigala iblis. Meski luka di tubuhnya terasa perih, ia tetap melangkah tanpa mengeluh.
"Setidaknya, dia selamat," gumam Halim lirih, menatap wajah pendeta itu yang terpejam damai.
Dedaunan berdesir pelan diiringi hembusan angin malam. Cahaya bulan samar-samar menyinari jalur yang ia lalui, memberi sedikit penerangan di tengah gelapnya hutan. Halim mempercepat langkah, berharap bisa tiba di desa sebelum tubuhnya benar-benar menyerah.
Sesekali bayangan pertempuran tadi melintas di benaknya. Tatapan kosong dari para petualang yang dengan mudahnya mengorbankan temannya sendiri demi menyelamatkan diri.
"Orang-orang seperti itu..." Halim mengepalkan tangan. "Mereka nggak pantas disebut petualang."
Namun di balik amarahnya, ada rasa iba. Dia tahu betul bagaimana ketakutan bisa menguasai seseorang. Tapi tetap saja, meninggalkan seseorang yang tak berdaya bukanlah pilihan yang bisa dibenarkan.
Dia melirik pendeta di pelukannya. Wajahnya tampak tenang meski tubuhnya penuh luka. Gaun putih yang dikenakannya compang-camping, memperlihatkan kulit pucat yang dibalut lebam. Namun meskipun dalam keadaan seperti itu, aura lembut dari wanita itu masih terasa.
"Siapa sebenarnya dia?" pikir Halim. "Kenapa para petualang itu mengikatnya dengan rantai sihir?"
Halim tidak mendapatkan jawaban. Tapi yang pasti, wanita ini telah mempertaruhkan hidupnya melawan monster tanpa menyerah. Itu saja sudah cukup membuat Halim merasa kagum.
Setelah perjalanan yang terasa begitu panjang, akhirnya Halim tiba di gerbang desa. Lampu-lampu lentera menerangi jalan utama, di mana beberapa penduduk terlihat masih beraktivitas. Suasana desa yang hangat kontras dengan perasaan berat yang masih bersarang di hati Halim.
Beberapa orang meliriknya dengan tatapan cemas saat melihat tubuhnya yang penuh luka dan pendeta yang ia bawa.
"Hey! Apa yang terjadi?" tanya seorang pria tua dengan suara gemetar.
"Serigala iblis," jawab Halim singkat. "Aku butuh tempat untuk merawatnya."
Pria itu langsung memanggil beberapa penduduk lainnya. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya datang membawa kain bersih dan air.
"Bawa dia ke rumahku," ucap wanita itu ramah. "Aku bisa membantu merawatnya."
"Terima kasih," Halim mengangguk lemah.
Di saat yang sama, di guild petualang, Rian duduk gelisah di salah satu sudut ruangan. Di depannya tergeletak sekantong koin emas hasil dari misi mereka. Namun tak sedikit pun wajahnya menunjukkan kegembiraan.
"Kenapa Kak Halim belum juga kembali..." gumamnya pelan, menggigit kukunya.
Seorang petualang berambut merah yang duduk di meja seberang menoleh ke arahnya. "Adik kecil, kamu kenapa? Cemas soal seseorang?"
Rian mengangguk. "Kakakku belum kembali. Dia pergi untuk nolong seseorang di hutan."
Pria itu tertawa kecil. "Hutan itu memang berbahaya. Tapi kalau kakakmu petualang yang hebat, dia pasti selamat."
Rian mengangguk pelan, berusaha mempercayai kata-kata pria itu. Namun, rasa cemas terus menghantuinya.
Sementara itu, di rumah wanita paruh baya, Halim duduk di kursi kayu dengan tangan terbalut perban. Luka-lukanya telah dibersihkan, meskipun tubuhnya masih terasa nyeri. Di atas dipan, pendeta yang tadi ia selamatkan mulai bergerak pelan.
Kelopak matanya berkedip, memperlihatkan mata biru jernih yang sempat tertutup rasa sakit. Halim memperhatikannya dalam diam, menunggu wanita itu sepenuhnya sadar.
"Di... mana aku?" suara pendeta itu lirih, hampir seperti bisikan.
"Kamu di desa," jawab Halim. "Aku membawamu ke sini setelah pertarungan itu."
Wanita itu terdiam, ekspresinya terlihat campur aduk. Ada rasa bingung, takut, dan lega yang bercampur menjadi satu.
"Terima kasih... telah menyelamatkanku."
Halim mengangguk. "Apa aku boleh tahu namamu?"
Pendeta itu terdiam sesaat sebelum menjawab. "Luna. Namaku Luna."
"Baik, Luna. Namaku Halim."
Halim ingin bertanya lebih banyak, namun ia melihat keraguan di mata Luna. Ada sesuatu yang disembunyikan wanita itu, dan Halim tak ingin memaksanya.
"Kamu bisa istirahat dulu," ucap Halim lembut. "Kalau kamu merasa cukup kuat, kita bisa bicara lagi nanti."
Luna mengangguk pelan. "Terima kasih, Halim."
Saat Halim beranjak keluar, pikirannya dipenuhi banyak pertanyaan.
"Kenapa Luna diikat dengan rantai sihir? Dan kenapa para petualang itu begitu ketakutan?"
Namun yang paling mengganggu pikirannya adalah sosok serigala iblis tadi. Aura hitam itu... bukan aura biasa. Seolah ada kekuatan gelap yang mengendalikan monster itu.
"Aku harus cari tahu lebih banyak."
Dengan langkah mantap, Halim pergi meninggalkan rumah itu, bersiap menghadapi petualangan berikutnya yang mungkin akan lebih berbahaya..
sekarang semakin banyak yang mengedit dengan chat GPT tanpa revisi membuat tulisan kurang hidup. saya tahu karena saya juga pakai 2 jam sehari untuk belajar menulis. Saya sangat afal dengan pola tulisan AI yang sering pakai majas-majas 'seolah' di akhir kalimat secara berlebihan dengan struktur khas yang rapih.
ya saya harap bisa diedit agar lebih natural.
Udah baca eps 1 ini, ceritanya lumayan menarik. Kapan² gue kesini lagi ya kalau ada waktu, Semangat.