Sungguh berat beban hidup yang di jalani Sri Qonita, karena harus membesarkan anak tanpa suami. Ia tidak menyangka, suaminya yang bernama Widodo pamit ingin mencari kerja tetapi tidak pernah pulang. Selama 5 tahun Sri jatuh bangun untuk membesarkan anaknya. Hingga suatu ketika, Sri tidak sanggup lagi hidup di desa karena kerja kerasnya semakin tidak cukup untuk biaya hidup. Sri memutuskan mengajak anaknya bekerja di Jakarta.
Namun, betapa hancur berkeping-keping hati Sri ketika bekerja di salah satu rumah seorang pengusaha. Pengusaha tersebut adalah suaminya sendiri. Widodo suami yang ia tunggu-tunggu sudah menikah lagi bahkan sudah mempunyai anak.
"Kamu tega Mas membiarkan darah dagingmu kelaparan selama 5 tahun, tapi kamu menggait wanita kaya demi kebahagiaan kamu sendiri"
"Bukan begitu Sri, maafkan aku"
Nahlo, apa alasan Widodo sampai menikah lagi? Apakah yang akan terjadi dengan rumah tangga mereka? Kita ikuti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Sri hendak membicarakan siapa orang yang sudah tega merugikan banyak orang. Para pelanggan yang bertaruh nyawa di rumah sakit, restoran Pras yang ditutup sementara, dan juga dirinya yang tidak pernah berbuat kesalahan pun tersangkut hukum. Namun urung, karena ada tamu yang datang.
"Permisi Bu, Prasetyo ada?" Tanya wanita bertubuh ramping, tinggi, dan cantik walaupun judes. Ia masuk tanpa canggung seperti sudah biasa, kemudian salim tangan Gayatri. Matanya melirik Sri tidak suka. "Untuk apa janda ini berada di rumah Pras" Batinya. Ingin rasanya kata itu dia ucapkan agar Sri segera pergi. Namun, semua itu tidak mungkin ia ucap karena ada Gayatri.
"Tidak ada, Bel. Kamu sendiri dari mana?" Gayatri menyuruh Belinda duduk.
"Dari rumah Bu, tadi pagi sempat ke kantor polisi, niatnya ingin memberi dukungan Pras, tapi polisi mengusir saya" ujarnya dengan wajah merengut.
"Kita doakan saja Bel, semoga Pras bisa segera bebas dari kasus ini" Gayatri tiba-tiba murung, Sri yang duduk di sebelahnya mengusap punggung tangan Gayatri.
"Ini salah Pras Bu, sudah saya ingatkan untuk tidak menjual masakan dari luar restoran tapi tidak mendengarkan" Belinda melempar tatapan tajam ke arah Sri.
"Yang dilakukan Pras sudah benar, yang tidak benar itu yang sengaja menaruh pencahar ke dalam masakan Sri Bel"
"Maksudnya Bu?" Tanya Belinda memotong.
"Ibu yakin ada orang yang sengaja melakukan itu entah apa motifnya, semoga segera tertangkap dan mendapat hukuman yang setimpal" Gayatri nampak geram.
"Pasti ini perbuatan kamu!" tuduh Belinda menoleh Sri yang hanya mendengar perbincangan itu.
"Jangan main tuduh Bel, jika Sri niat melakukan itu, Ibu yang sarapan lontong paling pagi tentu akan sakit pertama kali" Gayatri yang menjawab, sebelum Sri membantah.
Semua saling diam larut dalam pikirannya sendiri.
Sri menjadi curiga jika yang memasukkan pencahar ke dalam masakannya adalah Belinda. Ia bukan mau memfitnah, tetapi sikap Belinda itu membuatnya berpikir seperti itu. Lagi pula orang yang tidak suka dengan masakannya sejak pertama kali bertemu Pras hanya wanita itu. Sri simpan dalam hati kecurigaannya itu tidak mau menceritakan kepada siapapun.
Belinda pun menunduk diam, merasa tidak nyaman dengan jawaban bu Ratri yang nyata-nyata membela Sri, ia lantas pamit pulang. "Kurang ajar sekali, kenapa juga wanita itu kenal bu Gayatri, sih" Belinda meninju angin, yang dia maksud adalah Sri ketika sudah berada di dalam mobilnya.
Wanita itu menyetir dengan kecepatan tinggi tapi bukan pulang ke rumah, melainkan ke kediaman Sally. Baginya sahabatnya itu tempat curhat paling melegakan.
Sally saat ini tidak tinggal di rumah mommy lagi, tapi sudah kembali ke rumah sendiri.
"Bagaimana kasus yang menimpa calon suami kamu Bel?" Tanya Sally ketika Belinda tiba di rumah dan mengajak sahabatnya yang berwajah suntuk itu santai di sofa.
"Kok kamu tahu Sal" Belinda kaget karena belum cerita dengan sahabatnya itu tapi sudah tahu lebih dulu.
"Tadi pagi Mas Widodo mengajak aku sarapan di sana, tapi restorannya tutup Bel" Sally dengan Widodo memang hampir setiap pagi sarapan di restoran Pras, tapi pagi tadi harus kecewa karena mendapat informasi tentang alasan restoran ditutup.
"Biar saja Pras merasakan akibatnya" Belinda kesal sekali. Lalu menceritakan jika masakan lontong sayur itu penyebabnya resto ditutup.
"Tapi lontong itu memang enak kok Bel, jika terjadi kesalahan memasak, mungkin santanya asam atau cabai yang kurang segar" Sally berpendapat, rupanya ia pun ketagihan ketika mencoba lontong itu.
"Tahu ah, aku benci sekali dengan tukang lontong itu Sal. Ngapain coba, dia sekarang justru main ke rumah Pras" Belinda menceritakan pertemuannya dengan Sri.
"Namanya juga rekan bisnis Bel, sudahlah... kamu saja yang terlalu cemburu" Sally menenangkan Belinda, andai ia tahu jika yang mereka bahas adalah Sri, entah bagaimana sikap Sally.
"Kamu pandai menasehati orang, tapi rumah tangga mu sendiri" sindir Belinda.
"Kalau aku beda masalahnya Bel" Sally tidak mau kalah.
"Cieee.... Cieee... sekarang romantis lagi" Belinda cekikikan, tapi ia senang jika Sally dengan suaminya akur lagi.
"Ya iya lah, mana mungkin Mas Widodo bisa hidup tanpa aku" Sally nampak meremehkan suaminya yang hidup mendompleng kepadanya. "Kamu pikir apa yang Mas Widodo punya, selama ini Dia tidak bisa hidup tanpa aku" Lanjut Sally menunjukkan kesombongan.
"Heeemm..." Mereka pun terkejut tiba-tiba saja Widodo pulang dari bengkel dengan wajah lelah. "Oh, ada tamu? Mana Prasetyo?" Widodo pura-pura tidak mendengar apa yang diucapkan Sally.
"Saya sendirian Pak Widodo" Jawab Belinda, kali ini wajahnya mengkerut karena takut obrolannya dengan Sally di dengar oleh Widodo. Ia segera berkemas untuk pulang, tidak mau terlibat jika Widodo marah kepada Sally.
Widodo pun beranjak ke kamar meninggalkan Sally yang tengah mengantar Belinda ke halaman. Kini dia begitu marah, harga dirinya benar-benar diinjak-injak Sally. Bukan sekali ini Widodo mendengar ucapan Sally seperti ini, tapi masih Widodo maklumi karena Widodo kira hanya bicara di depanya. Namun, kali ini Sally sudah menjatuhkan dirinya di depan sahabat Sally sendiri.
Widodo melempar jas ke tempat tidur, kemudian tubuhnya menyusul dengan posisi tengkurap.
Tidak lama kemudian pintu kamar dibuka Sally. "Belum ke kamar mandi kok sudah tiduran sih Mas" ucapnya lalu duduk di samping suaminya. Namun, tidak ada jawaban dari Widodo.
Sally pikir Widodo hanya tidur tidak sedang marah, lalu beranjak menarik kenop pintu.
"Jadi usaha aku memajukan bengkel bertahun-tahun hingga sebesar sekarang tidak kamu hargai Sally" ucap Widodo dengan intonasi tinggi.
Sally melepas tangan dari kenop urung membuka pintu, ia kembali lalu berdiri di samping tempat tidur, memandangi tubuh Widodo yang masih posisi sama.
"Apa maksudnya Mas?"
"Puas kamu mempermalukan aku di depan teman kamu Sal?" Widodo pun akhirnya berdiri menatap Sally dengan mata merah.
Sally kaget, karena selama ini Widodo tidak pernah marah seperti sekarang. "Kenapa kamu marah Mas, kamu dulu datang tanpa apa-apa, aku angkat derajatmu tapi ternyata kamu selingkuh di belakang aku" Sally pun marah seolah-olah ia korban yang paling tersakiti.
"Okay, aku akui memang tidak punya apa-apa, tapi saya punya tekat yang kuat untuk memajukan bengkel hingga membuat kamu kaya raya. Selama ini aku selalu mengalah, walaupun tidak kamu anggap suami. Hanya kamu jadikan pekerja rodi untuk meraup keuntungan bengkel sebanyak-banyaknya, tapi saya sekarang tidak tahan lagi Sally. Sekarang aku serahkan semua milik kamu, jika perceraian yang kamu inginkan aku siap" Widodo kali ini tidak main-main. Pria itu pun akhirnya keluar dari kamar dengan perasaan hancur. Dengan langkah gontai Widodo menuruni anak tangga.
Ia pun keluar dari pintu depan tanpa menoleh lagi membuka pintu pagar.
"Papaaa... huaaa... Papa mau kemana? Ara ikut Pa" Ara merangkul tubuh Widodo yang kekar itu.
...~Bersambung~...
mknya cuss krja bikin kmu sukses dn bhgiain laras....doll...
sekarang baru merasakan widodo, dulu kemana hati nuranimu menelantarkan sri n laras anak kandungmu