NovelToon NovelToon
Andai

Andai

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Mamah Mput

Andai .... kata yang sering kali diucapkan di saat semua sudah berlalu. Di saat hal yang kita ingin gapain tersandung kenyataan dan takdir yang tidak bisa terelakan. Kadang aku berpikir andai saja waktu itu ibuku tidak meninggal, apakah aku masih bisa bersamanya? ataukah justru jika ibuku hidup kala itu aku bahkan tidak akan pernah dekat dengannya.

Ahhh ... mau bagaimana lagi, aku hanyalah sebuah wayang dari sang dalang maha kuasa. Mengikuti alur cerita tanpa tau akhirnya akan seperti apa.

Kini, aku hanya harus menikmati apa yang tertinggal dari masa-masa yang indah itu. Bukan berarti hari ini tidak indah, hanya saja hari akan terasa lebih cerah jika awan mendung itu sedikit saja pergi dari langitku yang tidak luas ini. Tapi setidaknya awan itu kadang melindungiku dari teriknya matahari yang mungkin saja membuatku terbakar. Hahaha lucu sekali. Aku bahkan kadang mencaci tapi selalu bersyukur atas apa yang aku caci dan aku sesali.

Hai, aku Ara. Mau tau kisahku seperti apa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mamah Mput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tertangkap basah

Tepat di hari ke lima, dokter memperbolehkan aku untuk pulang. Kondisiku sudah stabil, suhu tubuhku pun tidak pernah naik lagi dari batas normal.

Senangnya ... Akhirnya aku bisa pulang dan pergi sekolah.

Mama dan Papa yang menjemputku, katanya Bryan sedang bersiap untuk acara tunangannya nanti sementara Alan sedang keluar kota.

Dia bahkan tidak memberitahu akan pergi ke luar kota.

📨📨

[Kak, sedang keluar kota? Ke mana?]

Tidak ada balasan meski pesan yang aku kirim sudah lima belas menit yang lalu. Sepertinya Alan serius kali ini.

Drrttttttt. ponselku bergetar. Ada sebuah pesan berupa gambar dari Alan. Saat aku membukanya, aku sangat terkejut dan juga kesal.

Alan bahkan menyempatkan diri untuk pergi dengan wanita itu sementara dia sama sekali tidak punya waktu untuk menjenguk atau menanyakan kabar selama aku di rumah sakit.

Aku ingin marah, tapi hatiku tidak mengizinkan aku untuk melakukan hal itu meski rasanya ingin aku banting ponsel ini.

"Sayang, mau jajan dulu atau mau beli sesuatu gitu."

"Nggak, Mah. Ara pengen cepet sampai ke rumah. Ara masih lemes pengen tiduran."

"Oke, sayang."

"Mah ...."

"Apa, Nak?"

"Boleh gak besok Ara masih ijin sekolah? tapi Ara pengen temen-temen Ara dibolehin main ke rumah."

Mamah Lusy dan papa Adnan saling menatap satu sama lain.

"Ok, Ara gak apa-apa kok kalau mama dan papa gak ngizinin."

"Maaf, ya, Sayang."

"Iya, Mah."

Aku bahkan tidak punya hak untuk membawa sahabatku ke rumahku. Bukan, rumah mama dan papa.

Aku sering melihat di film, jika ada temennya yang sakit maka para sahabatnya akan datang membawa makanan. Mereka akan menghibur sahabatnya agar segera pulih. Bahkan konyolnya ada yang tidak membawa makanan sama sekali tapi malah sebaliknya, menghabiskan makanan yang disuguhkan tuan rumah.

Aku kapan akan merasakan itu semua? Bahkan rumah sakit tempatku dirawat pun dirahasiakan. Udah kek idol K-Pop aja gak sih semuanya serba privat.

Sesampainya di rumah, aku langsung disambut oleh nenek.

Bahkan nenek sekalipun tidak mendapatkan ijin untuk menjenguk aku selama di rumah sakit.

"Araaa ...." wanita yang sudah terlihat tua itu berusaha berlari untuk mendekat. Namun, saat hendak memelukku, mama melarang nenek dengan alasan aku baru saja sembuh dan butuh istirahat.

"Nek, anter Ara ke kamar ya. Tolong pijitin Ara."

"Sayang, kalau mau dipijit nanti mama panggilkan aja ahlinya ya."

"Gak usah, deh. Ara mau tidur aja."

Aku segera pergi meninggalkan mama dan nenek. Muak sekali rasanya tinggal di rumah ini. Banyak keinginan yang tidak pernah aku dapatkan. Ironis bukan? Saat uang begitu melimpah, harusnya aku bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan meski tidak butuh sekalipun. Tapi nyatanya?

Lagian mama dan papa terlihat berbeda kali ini. Aku pikir mereka terlalu berlebihan, padahal tau jika nenek adalah satu-satunya keluargaku.

Bu, andai saja ibu masih ada. Apa hidup Ara kan jauh lebih baik?

Baru saja mata ini hendak terpejam. Ponselku berdering.

📞📞

"Halo."

"Sayang, udah di rumah?"

"Hmm."

"Gimana keadaan kamu sekarang? Udah baikan."

"Kalu masih sakit, dokter juga gak akan ngijinin Ara pulang."

"Iya, kamu bener. Mau apa? nanti aku bawakan."

"Cuma mau nanya itu? Gak usah bawa apa-apa. Maaf, kak. Ara ngantuk mau tidur."

Tanpa menunggu lagi, aku langsung mematikan ponsel. Sengaja aku atur ke mode silent agar tidak terganggu. Aku benar-benar ingin tidur dan berharap bisa melupakan semuanya saat terbangun.

Entah sudah berapa lama aku tertidur, hanya saja sepertinya matahari sudah tenggelam. Terlihat dari jendela kamar, langit sudah mulai gelap meski belum pekat.

Saat hendak ke kamar mandi, samar-samar aku mendengar sebuah percakapan. dari suaranya itu seperti suara mama Lusy.

Aku keluar dari kamar, dan diam-diam mengintip dengan siapa mama sedang berbicara.

Ada nenek yang sedang duduk di bawah sambil menundukkan kepala, sementara mama Lusy duduk dengan wajah kesalnya di atas sofa.

"Bukan saya marah atau membatasi bibi dengan Ara, saya hanya tidak ingin orang lain melihat begitu akrab dengan Ara. Apa yang akan orang katakan nanti? Susah payah saya menyembunyikan identitas Ara yang sebenarnya."

"Iya, Bu. Bibi minta maaf. Lain kali bibi akan menjaga sikap pada non Ara."

Apa? Non? Enggak, nenek gak boleh manggil aku non.

"Bibi kan tahu, bagaimana perjuangan saya agar Ara diterima oleh ibu saya."

"Iya, Bu. Bibi salah, bibi minta maaf."

"Iya, kali ini saya maafkan. sekarang bibi kembali ke belakang. Kalau ingin tahu keadaan Ara, bisa awasi saja dari jauh. Jangan memperlakukan Ara sebagai cucu sendiri. Ibu saya mana mau disejajarkan sama bibi."

"Iya, Bu. Bibi permisi ke belakang dulu."

Dengan susah payah nenek berusaha berdiri dengan tulang nya yang sudah sering sakit-sakitan. Dia berjalan lemas menuju kamarnya.

Aku ingin menghampiri nenek dan membela nya dari Mama, namun kaki ingin terasa sangat berat untuk melangkah. Dan akhirnya aku putuskan untuk kembali ke kamar.

Sungguh terkejut bukan main saat aku berbalik badan, Alan sudah berada di belakangku.

Sejak kapan dia ada di sini? kenapa aku tidak bisa merasakan kehadirannya bahkan tidak mencium aroma parfum yang biasa dia gunakan.

"Ayo kita bicara."

Aku melangkahkan dan melewatinya begitu saja, namun langkahku terhenti saat Alan meraih tanganku dan menahannya.

Tanpa bicara sepatah katapun, aku melepaskan genggamannya dan kembali masuk ke kamar.

"Alan, ngapain kamu di depan kamar Ara?" tanya mama. Rupanya Alan mengikutiku.

"Ini, Mah. Mau tanya kabar tapi Ara gak mau buka pintu."

"Jelas lah dia marah. Selama dia dirawat, kamu ke mana saja? Nengok sekali saja pun gak pernah."

"Iya, Mah."

"Lan, bisa gak sih kamu baik sama Ara? Mamah ini sudah lelah berjuang agar dia masuk dalam kartu keluarga kita, berjuang mendapatkan ijin eyang. Lah, kamu malah ikut tidak menyukai Ara. kenapa sih?"

Tidak ada jawaban dari Alan.

"Sekali saja, Lan, kamu buka hati kamu buat Nerima keberadaan dia di rumah ini."

Terdengar langkah kaki yang semakin menjauh, itu langkah kaki Mama. Itu artinya Alan masih ada di depan pintu kamarku.

Tok tok tok

"Ra, buka pintunya sebentar."

"Ara ngantuk, Kak. Besok aja kalau mau bicara."

Sunyi.

Aku menunggu beberapa saat, tapi tidak ada suara langkah kaki. Alan masih berada di depan kamarku.

Ceklek!

Terpaksa aku membuka pintu.

"Bisa gak sih Ara istirahat sekarang? Jujur, kak, Ara lelah. Apa gak bisa nunggu besok aja kalau mau bicara."

"Maafin aku dulu."

"Untuk apa? Kakak punya salah apa sama Ara? Gara-gara gak jenguk? Gak masalah kok. Jadi .... Udah ya. Gak ada yang perlu dibahas lagi."

"Bukan untuk itu."

"Terus untuk apa? Foto?"

"Foto? Foto apa?"

Kenapa Alan gak tahu tentang foto yang dikirim Angela? Apa dia sembunyi-sembunyi ngirimnya? Tapi kok bisa sih dia pegang hp kak Alan?

"Lupakan."

"Foto apa? Jelaskan, Ra."

"Bukan apa-apa."

"Sayang, jelaskan ada apa?" tanyanya sambil mengelus pipiku.

Prankkkkk!

Sebuah benda jatuh dan pecah membuat aku dan Alan terkejut. Kami sama-sama melihat apa yang terjadi dan ternyata ....

"Nenek?" lirihku.

1
Sahriani Nasution
wuih cool
Mamah Mput: iya dia cool banget, suami aku sebenarnya dia tuh 🤧😂😂
total 1 replies
mly
plot twist nya alan Sma ara suami istri wokwok
Mamah Mput: mau kondangan gak? hahaha
total 1 replies
nowitsrain
Ini visualnya Alan?
Mamah Mput: iya kak itu Alan.
total 1 replies
nowitsrain
Ayuhhh, yang dikerjain guru baru 🤣
nowitsrain
Yah, usil banget bocah
Timio
belum apa apa udah nyakitin aja kalimatnya tor 😭
Mary_maki
Bagus banget ceritanya, aku udah nggak sabar nunggu bab selanjutnya!
Mamah Mput: terimakasih kak. tiap hari aku up ya 💜💜
total 1 replies
y0urdr3amb0y
Suka banget sama ceritanya, harap cepat update <3
Mamah Mput: terimakasih 😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!