"Syukurlah kau sudah bangun,"
"K-ka-kamu siapa? Ini… di mana?"
"Tenang dulu, oke? Aku nggak akan menyakitimu.”
Ellisa memeluk erat jas yang tadi diselimuti ke tubuhnya, menarik kain itu lebih rapat untuk menutupi tubuhnya yang menggigil.
"Ha-- Hachiiih!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Nurhuda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
sebenarnya Ellisa
"Lo tunggu sebentar. Gue mau nulis surat dulu buat kasih pesan ke mereka," kata Sam dengan nada serius.
"Ealah, jadul amat lo, Sam. Kayak anak sekolahan aja," sindir Esa sambil melipat tangannya dengan gaya santai.
Sam masuk ke dalam kamar dan duduk di meja kerjanya. Esa berdiri di dekat pintu, diam-diam mengamati dengan rasa penasaran.
Matanya fokus, mencoba menangkap setiap detail, termasuk siapa sebenarnya Ellisa yang sering disebut Sam barusan.
Dengan hati-hati, Sam mulai menulis surat. Pena menari di atas kertas, menulis pesan singkat namun penuh makna.
Ellisa,
Aku cukup sibuk hari ini, jadi maaf, tolong jagain Elmira. Aku percaya sama kamu, dan aku akan pulang secepatnya.
Setelah selesai, Sam tidak langsung melipat kertas itu. Sebagai gantinya, dia menaruhnya begitu saja di atas meja, lalu menindihnya dengan salah satu mainan koleksinya, sebuah patung figure mini yang menjadi favoritnya.
Sam kemudian beranjak dari meja dan berjalan menuju tempat tidur, di mana Ellisa dan Elmira tertidur dengan tenang.
Meskipun suasana tampak damai, sedikit berantakan dengan mainan yang berserakan, Sam tak bisa menahan senyum kecil melihat mereka.
Dengan hati-hati, Sam merapikan rambut Ellisa yang tergerai, kemudian dengan lembut membenahi tangan Elmira yang terentang di luar selimut. Tanpa membuat kebisingan, dia menyelipkan selimut di bawah dagu keduanya.
Esa yang berdiri di balik pintu, mengamati adegan itu dengan senyuman hangat. Melihat Sam yang begitu perhatian, tidak bisa dipungkiri, ada sisi lembut yang jarang terlihat dari sahabatnya itu.
Sam menunduk, dan dengan lembut mengusap kening Ellisa, berbicara dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Ellisa," katanya pelan.
Tangan Sam mengelus rambut Ellisa sekali lagi sebelum ia menunduk dan memberi ciuman lembut di bibirnya, "Chup" sebuah ciuman penuh kasih sayang dan rasa terima kasih yang dalam.
"Mimpi indah, ya kalian."
Ellisa sedikit menggeliat, meski matanya masih tertutup rapat. Hanya bibirnya yang tampak tersenyum tipis, merasakan kedekatan yang hangat itu.
Sam mundur perlahan, memastikan semuanya dalam keadaan baik sebelum dia berdiri dan meninggalkan kamar.
Meski tubuhnya tampak lelah, Sam tak bisa berhenti. Ia membereskan mainan yang berserakan di ruang tengah dengan tangan yang sedikit gemetar.
Esa, yang melihat itu, langsung ikut membantu. "Elo tampak lelah, Sam," kata Esa dengan nada khawatir.
"Gue tahu. Tapi gue nggak bisa berhenti sekarang. Gue harus terus bertahan," jawabnya dengan tekad.
Esa menggelengkan kepala. "Gue pikir, sebaiknya elo jangan terlalu memaksakan diri. Lo butuh istirahat."
Sam tersenyum tipis dan melambaikan tangannya. "Sudahlah. Jangan coba ubah pikiran gue. Ayo, kita berangkat."
Esa mengangkat bahu. "Baiklah, terserah lo."
Sam berjalan keluar rumah, diikuti oleh Esa yang masih menggoda. Begitu sampai di teras, Sam mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon asisten keluarga Elmira.
"Jojo, jemput gue sekarang di rumah gue," perintah Sam, suaranya tegas namun terdengar lelah.
"Siap, bos," jawab Jojo dari ujung telepon dengan nada sigap.
"Oya, bawa satu asisten dan koki ke rumah," lanjut Sam.
"Siap, bos," jawab Jojo.
Sam akhirnya bisa bersandar pada kursi teras, merasakan angin malam yang agak dingin menyapu wajahnya. Meskipun begitu, pikirannya masih sibuk.
Esa duduk di sampingnya, lalu memandang Sam dengan senyuman jahil. "Gue pikir hidup lo emang berat, tapi enak juga ya kalau tinggal suruh sana-sini."
Sam berbalik menggodanya. "Kalo lo butuh juga, tinggal minta aja ke mereka. Mereka bakalan siap bantu," jawab Sam, senyum licik terukir di wajahnya.
Esa terkekeh, tak bisa menahan tawa melihat sikap Sam yang tenang meski banyak hal yang harus dipikulnya.
Sam memejamkan matanya sejenak, mencoba mengusir rasa lelah yang semakin menggerogoti tubuhnya. Angin malam yang sejuk menyapu wajahnya, memberi sedikit kenyamanan.
Namun, tiba-tiba suara Esa memecah keheningan. "By the way, Ellisa itu siapa?" tanya Esa, dengan nada penasaran. Nama itu, mirip sekali dengan nama adik perempuannya.
Sam perlahan membuka matanya, lalu menatap sahabatnya.
Pertanyaan itu membuatnya terdiam sejenak, mengingatkan dirinya pada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar hubungan biasa.
Ellisa mungkin terlihat seperti gadis biasa, namun perannya dalam hidup Sam jauh lebih penting dari yang terlihat.
"Sam?" Esa menunggu jawaban, tak sabar.
Rasa ingin jujur ada di ujung lidahnya, tapi Sam menahannya. "Dia... babysitter buat Elmira," jawabnya dengan suara datar.
"Aahh... babysitter," Esa berseru, seolah terkejut. "Gue pikir elo nggak butuh hal kayak gitu."
Sam tersenyum tipis, lalu menggeleng. "Dan sekarang gue sangat butuh."
Esa tertawa, membuat Sam merasa sedikit canggung. Ia mengalihkan pandangannya, berusaha menjaga sikap dinginnya, meski dalam hatinya merasa sedikit kikuk.
"Ngomongin soal ciuman tadi, elo jadi ngingetin gue akan kenangan masa lalu," ujar Esa setelah tertawa, berusaha mengubah topik.
Sam menatapnya dengan mata penuh curiga. "Ngapain lo bahas ciuman segala?"
"Ahahaha..." Esa tertawa.
Sam mendengus dan mengangkat bahu, berusaha bersikap santai. "Jangan mulai ya, Es! Itu cuma ciuman. Ketawa mulu, aneh lu!"
"Hey, itu langka tauk," ujar Esa, masih dengan tawa di bibirnya. "Gue nggak pernah lihat dan denger lo deket sama cewek, apalagi ciuman. Tapi—" Tiba-tiba, Esa terdiam sejenak, membuat Sam terkejut.
"Tapi... ada satu momen waktu kita masih kecil. Ingat nggak?" kata Esa, suaranya lebih serius kini.
Sam mencoba mengingat. "Apa?"
"Waktu kita SMP," lanjut Esa, "elo tahu kan, gue baru punya adek. Adek cewek gue masih umur satu tahun, kalau nggak salah."
Sam meringis, merasa canggung dengan percakapan ini. "Elo ngomong apa sih?"
"Gue yang punya adik itu membuat lo juga pingin punya adik," kata Esa, tersenyum mengenang masa kecil mereka. "Bahkan tiap kali lo main ke rumah gue, lo sering menghibur dia dan ngajak dia main."
Sam mengerutkan kening. "Trus apa hubungannya?"
Esa menatap Sam dengan senyum nakal. "Jelas saja ada hubungannya. Waktu adek gue tidur, elo diem-diem cium dia."
Seketika wajah Sam memerah, darahnya terasa menyusup ke pipinya. Ia langsung merasa malu, mengingat kejadian itu yang kini muncul kembali dalam pembicaraan mereka.
"Sialan lo, Es," dengus Sam, mencoba menutupi rasa malu yang membekapnya.
Esa tertawa terbahak-bahak, merasa puas melihat reaksi Sam yang terguncang. "Gue cuma ingetin lo aja, Sam. Gue kan sahabat lo, harus tahu semuanya," katanya sambil masih tertawa.
Sam menundukkan kepala, berusaha meredakan rasa panas di pipinya. "Lo memang nggak pernah berubah, ya."
"Ya emang. Dan elo juga nggak pernah berubah. Masih Sam yang dulu. Kayaknya, kecintaan lo sama bayi kebawa sampe elo udah segede ini." Canda Esa.
"Sekarang beda kali."
"Beda apanya? Oh, gue tahu. Yang dulu itu karna cinta dan sekarang karna sayang. Iya kan?" Esa terus saja menggodanya.
"Diam lo, Es! Gue tonjok juga muka lo biar sama kek gue!"
BTW gantian ke cerita ku ya Thor. Poppen. Like dn komen kalo bs. /Grin/