Hai..
Namaku Ziqiesa. kalian bisa memanggilku dengan sebutan,Zi. Aku seorang gadis cantik yang masih erat kasih sayang dari Ayah dan Ibuku. suatu hari aku tersesat ke dunia yang tidak aku ketahui. dan kasih-sayang itu masih sama adanya, tapi seakan terputus karena jarak kami yang tidak dapat di ketahui.
Aku,ingin mengajak kalian untuk ikut menemani perjalanan ini, sampai kembali pada pangkuan Ayah,dan Ibuku. bagaimana? kalian mau kan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Karlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Saling Melepas Kepergian
Zi,di antarkan oleh Fraynilin ke kediaman Efaylin yang tidak terlalu jauh dari Menara Galespire,tapi jika berjalan kaki lebih dari pada mengitari bumi rasanya. Kini gadis kecil itu berada di ruangan kerja Efaylin yang sangat luas dan aesthetic vibes. Zi, melihat sekitarnya,dekorasi yang sangat cantik dengan Kilauan kristal putih, biru, yang menenangkan.
"Duduklah, nak. Kamu butuh istirahat sejenak setelah dibawa berjalan jauh oleh, Master Fraynilin." Ucap Efaylin tertawa kecil menatap ke arah Fraynilin yang mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tidak mau menatap balik Efaylin yang mengejeknya karena tidak bisa membawa Zi menghilang ataupun terbang,agar lebih cepat sampai.
"Baik, Bibi Lin. Terima kasih." Zi, menyahut sambil menarik pelan gaun yang di kenakan Fraynilin agar ikut duduk di sebelahnya. Fraynilin,tersentak saat gaunnya di tarik Zi, perempuan cantik bak Dewi itu melihat ke arah Zi, tersenyum, mengangguk,dan ikut duduk di kursi sebelahnya, Zi.
"Pasti kakimu terasa kebas karena berjalan hingga ribuan langkah,iya kan nak?" Efaylin menaik turunkan alisnya bertanya seolah-olah menggoda Zi dan memojokkan Fraynilin, yang kini menatapnya dengan tatapan memicing tajam. Sebuah candaan!
Zi, menggeleng pelan, tidak mau membuat Bibi Nil -nya tersinggung. "Tidak Bibi Lin,aku sudah biasa berjalan sejauh ini. Lagi pula ini bukan yang pertama kalinya bagiku." Ulas Zi, menggenggam erat tangan Fraynilin yang terasa sangat lembut.
"Jika bisa berteriak,maka aku akan berteriak sekarang! Kakiku kebas,bahkan lebih kebas daripada mengitari perpustakaan yang mulia Raja, hingga menemukan buku dunia penyihir.." Batin Zi, menjerit pilu.
Hah.. Efaylin membuang napas panjang. "Kamu sangat susah di ajak sedikit kurang ajar,nak." Pasrah Efaylin dan tidak mau memprovokasi Zi lagi. "Jadi apa yang ingin kamu tanyakan padaku? Sepertinya ini akan sangat menarik!" Sambung Efaylin setelah dua detik lamanya menjeda kalimatnya.
Efaylin, menuangkan air putih kedalam gelas pendek yang terbuat dari kaca kristal putih,biru yang senada dengan ornamen yang berada di sekitar ruangan tersebut. Membaginya pada Zi,dan Fraynilin, tidak lupa juga Efaylin menuangkan untuk dirinya sendiri. Mereka para penyihir memang membutuhkan makan dan minum seperti manusia pada umumnya. Makan apel di atas dahan pohon adalah kesukaan Fraynilin dan Efaylin biasanya,sambil memantau wilayahnya.
"Ini menyangkut tentang Algeria,Bibi Lin." Zi, mulai serius, wajahnya sudah kembali tenang seperti riak danau,tidak ada gelombang elektromagnetik apapun lah itu.
Eh.. Efaylin, menyemburkan air yang berada dalam mulutnya, dan hampir mengenai Zi dan Fraynilin,untunglah cincin serbaguna milik Muchen tiba-tiba bereaksi dan membentuk pelindung transparan tipis, sehingga air itu tidak mengenai Zi dan Fraynilin.
"Ops..maaf Bibi Lin? A-aku tidak sengaja." Zi, tundukkan kepala sedikit bersalah karena membuat wajah Efaylin basah akibat semburan air dari mulutnya sendiri.
"Ah..itu, tidak apa-apa,nak. Ini salahku karena terlalu terkejut." Efaylin, mengembangkan telapak tangannya di depan wajahnya menggerakkan tangan itu seperti melambai, namun mengisyaratkan bahwa ia tidak apa-apa.
Fraynilin,lantas tertawa,dan palingkan wajahnya ke arah lain. "Kalajengking menyengat tubuhnya sendiri,"Berkata dengan lirih seraya menggigit bibir bawahnya agar tidak kelepasan tertawa terbahak-bahak. Efaylin, merengut kesal,"Ck. Master! Kalau mau tertawa tidak perlu di tahan-tahan seperti itu!" kesalnya sambil menyalurkan kehangatan hingga air yang membasahi wajah dan gaunnya kembali kering. Sangat mudah bukan?
•••
Pertemuan mereka membahas mengenai Algeria menghabiskan waktu yang lumayan lama, sampai-sampai saat ingin kembali ke Menara Galespire, Zi, tertidur pulas karena tidak kuat lagi menahan rasa kantuknya. Untunglah Efaylin bisa membawanya dengan cara menghilang seperti trik sulap.
Zi, terbangun dari tidurnya saat Fraynilin mengusap lembut dahinya, dengan wajah khawatir. "Nak? Bangunlah! Algeria kembali, membawa petaka yang sangat buruk." Lirih Fraynilin dengan dadanya naik turun dengan napas memburu.
Hah.. Zi langsung terduduk tanpa banyak basa-basi ataupun unggah-ungguh terlebih dahulu. "Benarkah Bibi Nil? Kalau begitu aku harus segera mengatasinya. Sebelum Nenek sihir itu menghancurkan dunia penyihir." Zi, menyibak selimut tebal yang membungkus tubuhnya, berdiri dari duduknya dan membenarkan rambut yang berantakan,dan gaunnya yang tersingkap.
Zi, hendak melangkah,"tunggu sebentar, nak!" Fraynilin, memeluk tubuh Zi,dan mengusap lembut kedua pipinya. "Kamu butuh ini untuk menyelesaikan semuanya hingga akhir." Fraynilin menggantungkan sebuah liontin kristal pink muda, transparan,ke kalung Zi yang di berikan oleh Graysen sebelum ia memulai segalanya.
"Berjanjilah untuk kembali menemui, Bibi Nil. Kami semua menunggumu dengan penuh harapan. Jika,kamu berhasil maka kami juga akan selamat, jika kamu lenyap, mari kita lenyap bersama. Maaf tidak bisa membantu lebih,nak. Hanya ini satu-satunya yang tersisa dari segalanya milik Bibi Nil." Fraynilin, melepaskan tangannya dari pipi Zi, mengecup singkat kening gadis kecil itu,lalu mengantarnya ke luar dari Menara Galespire.
Zi,berjalan tergesa di permukaan yang di lapisi kaca dengan kristal-kristal indah berwarna putih,bening. Galespire, terlihat secara perlahan menghitam dari arah Lembah Mysthaven.
"Master? Sepertinya aku harus menghampiri kediaman para penyihir. Aku akan mengumpulkan mereka di perbatasan." Ucap, Efaylin yang ikut mengantarkan Zi,menuju keluar dari gerbang Menara.
Fraynilin, mengangguk. "Lakukan mana yang terbaik, Efaylin. Sebaiknya bawa mereka menuju Istana jika kondisi semakin memburuk. Apapun yang terjadi tetaplah waspada! Aku akan segera kembali untuk menjaga Menara." Jawabnya dengan suara lembutnya. Walaupun kini kekhawatiran mengancam ketenangannya,tapi Fraynilin harus tetap bersikap tenang agar para penyihir lainnya,juga tidak merasakan ketakutan berlebihan.
"Baik, Master." Angguk Efaylin dengan singkat. Efaylin, beralih pada Zi yang masih berdiri tenang menunggu Fraynilin. Bagaimanapun juga Zi tidak bisa pergi begitu saja, karena Fraynilin sudah jauh-jauh berjalan dari lantai tujuh hanya ingin untuk mengantarnya sampai ke pintu gerbang.
Efaylin, menarik tubuh Zi dan memeluknya dengan erat. Sekarang Zi adalah pelindung mereka, meskipun gadis itu baru saja memijakkan kakinya di dunia penyihir, tepatnya di Galespire.
"Jaga dirimu baik-baik saudariku! Jika Algeria mendatangi Menara lalu berhasil menangkap-ku nanti,jangan kamu hiraukan. Pergilah ke Istana bersama penyihir lainnya. Hanya tempat itu yang tidak akan mampu di masuki oleh Algeria." Tutur Fraynilin dengan pengertian, mengusap lembut bahu adiknya.
Efaylin, melepaskan pelukannya dengan,Zi. Mengecup singkat ke-dua pipi gadis kecil itu yang tersenyum padanya. Padahal Zi,menahan rasa gelisah di hatinya karena awan gelap semakin menjalar di perbatasan Galespire.
"Kamu gadis yang kuat. Bibi Lin yakin kamu akan mengantarkan kembali dunia penyihir dan dunia dua dimensi ke kedamaian abadi!" Seru Efaylin, mencubit kecil dagu Zi yang masih tersenyum manis menatapnya.
"Terima kasih,Bibi Lin. Aku akan berjuang demi mengantarkan kembali kedamaian abadi untuk kalian semua." Sahut Zi, berkata dengan suara tegas, menyimpan semangat yang tinggi,seakan semangat itu membuncah dengan kuat.
"Ayo,nak." Ajak Fraynilin, mengajak Zi untuk segera pergi. "Baik Bibi Nil." Sahut Zi dan melambaikan tangannya pada Efaylin. "Sampai bertemu kembali, Bibi Lin." Ucapan Zi sebelum benar-benar pergi.
Sepanjang perjalanan menuju gerbang Menara. Fraynilin, menggandeng tangan Zi,dan menguatkan gadis kecil itu dengan kata-kata kelembutan yang menenangkan hati Zi. Tidak berhenti berbicara hingga akhirnya mereka sampai di depan pintu gerbang. Zi, melambaikan tangannya pada Fraynilin begitu pula dengan wanita cantik bak Dewi itu, mereka sama-sama enggan untuk saling melepas kepergian, tapi mau bagaimana lagi Algeria sudah semakin mengganas di perbatasan sana.