Memilik cinta yang begitu besar tak menjamin akan bertakdir. Itulah yang terjadi pada Rayyan Rajendra. Mencintai Alanna Aizza dengan begitu dalam, tapi kenyataan pahit yang harus dia telan. Di mana bukan nama Alanna yang dia sebut di dalam ijab kabul, melainkan adiknya, Anthea Amabel menggantikan kakaknya yang pergi di malam sebelum akad nikah.
Rayyan ingin menolak dan membatalkan pernikahan itu, tapi sang baba menginginkan pernikahan itu tetap dilangsungkan karena dia ingin melihat sang cucu menikah sebelum dia menutup mata.
Akankah Rayyan menerima takdir Tuhan ini? Atau dia akan terus menyalahkan takdir karena sudah tidak adil?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Gadis Penuh Luka
Anthea masuk ke kamar dan melarang Rayyan untuk mengikutinya. Kali ini dia ingin sendiri. Duduk di tepian tempat tidur dengan tatapan yang masih menyimpan luka yang amat dalam. Tangannya mulai memegang dada dengan gerakan seperti mencengkeram. Menandakan betapa hatinya sakit.
Kepala yang tegak berangsur diarahkan ke bawah. Dan dia pun menunduk dalam dengan air mata yang sudah tak tertahan. Air matanya luruh seketika. Memori.sepuluh tahun yang lalu mulai berputar di kepala.
Ayah dan anak sedang asyik bercerita di atas motor. Remaja perempuan itu bercerita banyak hal dengan penuh antusias. Sesekali dua orang itu tertawa. Motor dari arah belakang dengan kecepatan cukup tinggi menyalip motor mereka dan menyenggol motor yang dikendarai pria yang membonceng anak SMP. Motor pun oleng dan terguling ke tengah jalan. Dari arah yang berlawanan melaju truk bermuatan tanah merah dengan cukup kencang. Cipratan darah pun dapat anak perempuan itu lihat dengan jelas.
"Ayah!"
Tubuh bagian bawah ayahnya terlindas hingga menyatu dengan aspal. Remaja perempuan yang berada tepat di tengah-tengah jalan begitu syok hingga dia tak bisa berkata apapun. Orang-orang sekitar segera membawa tubuh anak perempuan itu ke pinggir jalan. Mencoba menenangkannya karena sudah pasti akan meninggalkan trauma nantinya.
Air mineral sudah diberikan oleh para penolong. Dia memang meminum air itu, tapi pandangannya masih tertuju pada tubuh yang kini sudah menjadi tontonan orang.
"Dek, rumah kamu di mana?"
Remaja itu mendengar pertanyaan tersebut Tapi, mulutnya tak bisa terbuka. Dan isi kepalanya masih menetap di kejadian lima menit yang lalu.
"Anthea!"
Namanya yang dipanggil sang ayah ketika ban mobil melindas tubuh bagian perut ke bawah tanpa ampun. Ingatan remaja itu masih berhenti di sana.
Tak bicara. Bahkan, air mata pun tak menetes. Namun, pandangan Anthea masih tertuju pada kerumunan di mana ayahnya berada. Syok berat yang dialami Anthea pada saat itu.
Dua puluh menit kemudian, dua orang yang Anthea kenali memecah kerumunan. Jeritan yang sangat histeris terdengar. Namun, tetap Anthea tak bisa menangis. Dia seperti orang bengong dengan tatapan yang terlihat kosong.
Banyak dari mereka yang memberitahukan keberadaan Anthea kepada dua orang itu. Seketika, remaja yang memakai seragam SMA menghampirinya.
"Ka-kak--"
Tubuh Anthea didorong dengan sangat kencang hingga dia terjungkal ke belakangan. Teriakan remaja itu membuat semua orang menoleh.
"LU PEMBUNUH!"
"Harusnya Ayah jemput gua dulu. Baru jemput lu. Kalau lu enggak egois, Ayah pasti gak akan mati."
Dipojokkan di depan orang tak membuat Anthea mengeluarkan bulir bening. Dia hanya terdiam dengan sorot mata dan mimik wajah yang sulit diartikan.
Setelah pemakaman ayahnya pun tak ada setetes air mata pun yang terjatuh. Semua keluarga menatap aneh ke arah Anthea. Dan bisik-bisik pun mulai terjadi.
"Benar kan yang Lana bilang. Anthea itu pembunuh. Dia sama sekali tak menangis. Bahkan tak menunjukkan sedikit pun raut sedihnya."
Alanna begitu terpukul dan beberapa pingsan karena kehilangan ayahnya untuk selamanya. Sama halnya dengan sang ibu. Semenjak saat itulah Anthea dibenci oleh ibu serta kakaknya. Juga keluarga ayahnya hanya karena dia tak menunjukkan ekspresi apapun. Padahal, dialah yang menyimpan sedih yang luar biasa. Bahkan rekam kronologi terlindasnya sang ayah masih tersimpan jelas di kepala.
Tanpa seorang pun yang tahu, setiap malam Anthea tak bisa tidur. Cipratan darah, namanya yang dipanggil dan hancurnya tubuh bagian bawah sang ayah membuatnya takut untuk memejamkan mata. Sebenarnya yang Anthea butuhkan hanya pelukan hangat dari orang terdekat. Bukan malah disudutkan seolah dia pembunuh sungguhan. Padahal, itu murni kecelakaan..
Setelah kepergiaan sang ayah, sikap ibu dan kakaknya seperti ibu dan kakak tiri. Ibunya tak mau lagi membiayai sekolah Anthea dan membuat ramaja berusia 18 tahun harus bekerja keras untuk biaya sekolah. Belum lagi Sanksi sosial dia rasakan selama SMA. Bullyan serta fitnahan tak pernah henti menghampiri dirinya. Bahkan pernah terbesit di kepalanya untuk pergi selamanya. Berdiri di tengah rel kereta supaya semua beban hilang tak bersisa bersama serpihan daging yang nantinya berceceran. Namun, Tuhan masih sayang kepada Anthea. Seorang remaja lelaki berhasil menggalakan aksi nekatnya.
"Bukan begini cara untuk menyelesaikan masalah!" Kalimat itu masih terngiang sampai sekarang.
Sikap kasar dan perlakuan tak adil dari ibunya, membuat Anthea seperti hidup di dalam neraka. Sekuat tenaga Anthea tahan sampai dia lulus sekolah. Setelah mendapat pekerjaan dia akan meninggalkan rumah itu agar bisa hidup tenang dan damai.
Sayangnya, ketenangan dan kedamaian itu hanya bertahan dua Minggu. Setelahnya, mereka kembali datang dan mengusik kehidupannya. Ibunya dengan sangat memaksa meminta gaji yang diterima Anthea diberikan semuanya kepadanya.
"Kakakmu butuh uang untuk kuliah!"
"Kalau Ibu merasa tidak mampu, kenapa harus memaksa menguliahkan Kakak?" Menimpali dengan kalimat sopan.
"Berani kamu ngajarin Ibu?" tekannya dengan wajah murka.
"Kalau Ayah kamu masih hidup gak akan mungkin Kakak kamu kesulitan dalam hal biaya kuliah. Jadi, anggap aja ini adalah bentuk ganti rugi. Bekerja keraslah untuk membiayai kakakmu sekolah. Kamu yang harus bertanggung jawab atas hal ini karena kamulah yang menyebabkan Ayah mati."
Jangan ditanya sesakit apa hati Anthea selama ini. Di usianya yang masih sembilan belas tahun harus berjuang mati-matian. Bekerja hampir dua puluh jam tanpa ada kata mengeluh. Bukan hanya satu pekerjaan, bahkan tiga pekerjaan yang dia ambil.
Bibirnya sudah tak mampu berkata. Hanya air mata yang menjelaskan semuanya. Sikap Anthea yang seperti itu masih terbawa sampai saat ini. Dipaksa menjadi kuat. Padahal, hatinya sudah berteriak. Hanya rangka tubuhnya yang terlihat baik-baik saja. Hatinya sudah lama porak poranda.
"Ayah, Thea lelah. Boleh tidak sekarang Thea menyerah? Jemput Thea, Ayah."
Di depan pintu dengan kamar Anthea ada seorang lelaki yang begitu mengkhawatirkan keadaan Anthea. Tangannya sudah berada di gagang pintu. Ingin memaksa untuk masuk, tapi perkataan sang Tante terdengar di telinga.
"Tidak semua orang bisa bercerita tentang bagaimana perasaannya. Biarkan dia mengungkapkannya dengan caranya."
"Cukup kamu beri waktu, dan setelah dia merasa baikan pasti dia akan menjadi dirinya kembali. Perluaslah sabarmu karena mencintai wanita yang penuh luka itu butuh effort berkali-kali lipat."
"Jika, kamu memang sayang dan cinta teruslah berikan kenyamanan. Wanita penuh luka hanya butuh rumah untuknya pulang. Tempat di mana dia bisa diterima tanpa mengorek luka lama."
Satu jam
Dua jam.
Tiga jam.
Tak ada tanda-tanda Anthea keluar kamar. Terpaksa Rayyan menekan gagang pintu kamar. Betapa hatinya sedih ketika melihat Anthea tertidur dalam posisi meringkuk. Rayyan merendahkan tubuhnya. Membenarkan anak rambut yang menutupi wajah Anthea. Wajah sembab dapat dia lihat dengan begitu nyata..
"Seterusnya gua gak akan pernah ijinin lu nangis lagi. Gua akan berusaha sekuat tenaga untuk membuat lu bahagia."
Rayyan mengecup kening Anthea dengan begitu dalam. Duduk di lantai dengan tangan yang berada di wajah wanita yang dia sayang.
"Udah bangun?" tanya Rayyan ketika Anthea sudah membuka mata.
Mengusap lembut wajah Anthea yang masih sangat sembab. Memandangnya tanpa kata. Terlalu banyak luka yang Anthea derita yang hanya bisa dia pendam tanpa bisa dia ungkapkan.
"Untuk ke depannya, jangan pernah menangis sendirian lagi. Menangislah di pundak dan dada gua. Sekarang, lu punya gua. Jadikan gua tempat lu bercerita walaupun hanya dengan air mata."
Mata Anthea kembali berair mendengarnya. Kakaknya sangat bodoh melepaskan Rayyan yang memiliki spek lelaki sempurna.
"Don't cry, Sayang."
Kembali tangan itu mengusap wajah Anthea. Namun, usapan itu kini turun ke bawah. Sekarang ujung bibir Anthea yang Rayyan usap dengan begitu lembut. Matanya pun terfokus pada bibir Anthea. Perlahan, wajah Rayyan didekatkan. Deru napas Rayyan sudah mampu wajah Anthea rasakan. Dengan pelan bibir Rayyan sudah menempel di bibir Anthea.
Bibir itu mulai terbuka dan menyesap bibir bawah sang istri yang perlahan menimpali. Saling membalas dan saling mengkokop bergantian. Mereka begitu terlena akan nikmatnya sebuah ciuman yang halal.
"Akan aku bungkam bibir kamu supaya isakan lirih tak lagi keluar dari mulutmu. Dan cukup gunakan bibir kamu hanya untuk melengkungkan senyum, berkata manja dan membalas ciuman yang aku beri."
Rayyan berkata setelah ciuman mereka berakhir. Menatap manik mata indah, tapi banyak luka yang berada di bawah tubuhnya.
"Semua tentang kesedihan akan aku hapuskan dan aku gantikan dengan kebahagiaan yang belum pernah kamu dapatkan. Itulah caraku mencintai perempuan yang spesial seperti dirimu, Anthea."
...*** BERSAMBUNG ***...
Coba atuh kencengin komennya? Aku cuma minta komen kalian. Gak minta yang lain.
buka hatimu tuk rayyan,,,,
double up kk...
semangat kk