Hujan deras di tengah malam menyatukan langkah dua orang asing, Dasha dan Gavin di bawah payung yang sama. Keduanya terjebak di sebuah kafe kecil, berbagi cerita yang tak pernah mereka bayangkan akan mengubah hidup masing-masing.
Namun hubungan mereka diuji ketika masa lalu Gavin yang kelam kembali menghantui, dan rahasia besar yang disimpan Dasha mulai terkuak. Saat kepercayaan mulai retak, keduanya harus memilih menghadapi kenyataan bersama atau menyerah pada luka lama yang terus menghantui.
Mampukah Dasha dan Gavin melawan badai yang mengancam hubungan mereka? Ataukah hujan hanya akan menjadi saksi bisu sebuah perpisahan?
Sebuah kisah penuh emosi, pengorbanan, dan perjuangan cinta di tengah derasnya hujan. Jangan lewatkan perjalanan mereka yang menggetarkan hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Devan kini sudah berusia enam bulan, tahap yang membuat Dasha dan Gavin bersemangat sekaligus sibuk karena si kecil mulai memasuki fase MPASI. Dasha dengan antusias mempersiapkan menu pertama untuk Devan, memastikan semuanya segar dan sehat. Hari pertama MPASI menjadi momen spesial, di mana Gavin sengaja pulang lebih awal untuk melihat reaksi putra bungsunya.
“Jadi, ini hari besar, ya?” kata Gavin sambil duduk di meja makan, memperhatikan Dasha yang menyuapi Devan dengan hati-hati. Devan, dengan mata bulatnya yang ceria, mencoba sesuap puree labu, meski sebagian besar berakhir di dagunya.
Nathan, yang duduk di sebelah mereka, tertawa geli. "Adik Devan lucu, Papa! Dia makan tapi malah tumpah semua!"
Gavin tertawa sambil mengacak rambut Nathan. "Kamu juga dulu begitu waktu pertama kali makan, Nak."
Dasha tersenyum lembut, menikmati kehangatan keluarga kecilnya. "Tapi setidaknya Devan kelihatan suka, ya. Ini awal yang baik."
Meski Gavin sibuk dengan pekerjaannya di kantor, ia berusaha menjaga keseimbangan antara karier dan keluarga. Setiap akhir pekan, ia selalu meluangkan waktu untuk mereka. Kadang mereka hanya bersantai di rumah, bermain di taman, atau sesekali pergi ke tempat rekreasi keluarga.
Suatu Sabtu, Gavin membawa keluarga kecilnya ke kebun binatang. Nathan yang sangat menyukai binatang terlihat begitu bersemangat. “Papa, aku mau lihat gajah! Dan harimau! Dan burung besar itu!” serunya tanpa henti.
Devan yang berada di stroller pun tampak antusias, menggerakkan tangan kecilnya saat mendengar suara burung dan melihat ikan-ikan di akuarium. Sementara itu, Gavin dan Dasha menikmati momen tersebut, sesekali tertawa melihat tingkah lucu kedua anak mereka.
“Rasanya minggu ini berat banget di kantor,” kata Gavin sambil menggenggam tangan Dasha saat mereka berjalan. “Tapi momen seperti ini bikin aku sadar kenapa aku harus terus bekerja keras.”
Dasha menatap suaminya dengan lembut. “Kami juga tahu kamu sudah melakukan yang terbaik untuk keluarga ini. Tapi jangan lupa untuk istirahat, ya.”
Gavin mengangguk. “Aku janji, Sayang. Kalian tetap jadi prioritasku.”
Malam harinya, setelah anak-anak tertidur, Gavin dan Dasha menikmati waktu berdua di ruang keluarga. Mereka berbicara tentang rencana ke depan, termasuk milestone Devan selanjutnya dan perkembangan Nathan di sekolah.
“Menurutku, keluarga kita sudah lengkap,” kata Dasha pelan sambil menyandarkan kepalanya di bahu Gavin.
“Setuju,” jawab Gavin sambil memeluk istrinya. “Dan aku akan melakukan apa pun untuk menjaga kebahagiaan ini.”
Meski kehidupan mereka penuh dengan kesibukan, baik di rumah maupun di tempat kerja, Gavin dan Dasha berhasil menciptakan keseimbangan yang membuat keluarga kecil mereka tetap harmonis dan penuh cinta.
.
.
.
.
Senin pagi tiba, menandakan dimulainya kembali rutinitas keluarga kecil Gavin dan Dasha. Sejak subuh, Dasha sudah bangun untuk menyiapkan sarapan dan keperluan Nathan yang akan kembali bersekolah. Sementara itu, Gavin berusaha bangun lebih awal agar bisa membantu, meski ia masih merasa sedikit lelah setelah akhir pekan yang penuh keseruan di kebun binatang.
“Nathan, jangan lupa bawa kotak bekalnya, ya,” ujar Dasha sambil mengecek tas sekolah Nathan. Di dalamnya sudah tersusun rapi buku-buku pelajaran dan camilan favorit Nathan.
“Iya, Bunda. Aku juga mau cerita ke Bu Guru tentang gajah yang aku lihat kemarin!” seru Nathan dengan antusias sambil mengenakan sepatunya.
Gavin turun dari kamar dengan dasi yang belum terikat sempurna. “Nathan, Papa antar kamu dulu ke sekolah sebelum ke kantor, ya?”
Nathan tersenyum lebar. “Yeay! Naik mobil sama Papa!”
Dasha tersenyum melihat kedekatan mereka. Setelah membantu Gavin memperbaiki dasinya, ia memberikan ciuman di pipi suaminya. “Semoga harimu menyenangkan di kantor, Sayang.”
“Terima kasih, kamu juga jaga diri di rumah, ya. Jangan terlalu lelah ngurus Devan,” balas Gavin sambil melirik bayi kecil mereka yang masih terlelap di ayunan.
Setelah mengantar Nathan ke sekolah, Gavin melanjutkan perjalanan ke kantornya. Di tengah kesibukannya, ia sesekali memeriksa ponselnya untuk memastikan semuanya baik-baik saja di rumah.
Sementara itu, Dasha menikmati hari-harinya di rumah bersama Devan. Kini, rutinitas MPASI si kecil menjadi bagian spesial dari hari-harinya. Ia dengan telaten menyiapkan menu-menu baru untuk Devan, mencatat reaksi bayi mungilnya terhadap setiap rasa yang diperkenalkan. Hari itu, Devan mencoba puree apel, dan meskipun ia sedikit meringis karena rasa asam, Devan tetap melahapnya dengan semangat.
Ketika sore tiba, Nathan pulang dengan penuh cerita tentang hari pertamanya setelah liburan. “Bunda, aku dapat bintang karena jawab soal matematika! Terus aku juga cerita ke Bu Guru soal harimau yang aku lihat kemarin!”
Dasha tersenyum bangga sambil mengusap kepala putranya. “Wah, anak Bunda memang hebat. Nanti kita cerita ke Papa juga, ya, waktu dia pulang.”
Malam harinya, Gavin tiba di rumah dengan wajah lelah namun puas setelah menyelesaikan banyak tugas di kantor. Saat makan malam bersama, mereka berbagi cerita tentang hari masing-masing, menciptakan suasana hangat di tengah kesibukan yang kembali melingkupi mereka.
Meski rutinitas sudah berjalan seperti biasa, kebersamaan dan cinta di keluarga kecil itu tetap menjadi penguat, membuat mereka menjalani hari-hari dengan penuh semangat dan kebahagiaan.
.
.
.
.
Hari demi hari berlalu, Devan semakin menunjukkan perkembangannya. Ia mulai mengoceh dengan suara-suara lucu, tertawa kecil saat digelitik, dan bahkan mencoba duduk sendiri meski sering terjatuh. Nathan yang kini berusia lima tahun selalu setia menjadi kakak yang perhatian. Ia sering bermain dengan Devan, memberikan mainannya, dan bahkan mencoba membantu Dasha menyuapi adiknya.
“Ayah lihat! Devan sudah bisa pegang sendok sendiri!” seru Nathan suatu malam saat makan malam keluarga.
Gavin tersenyum sambil memperhatikan kedua putranya. "Kamu kakak yang hebat Nathan. Ayah bangga sama kamu."
Nathan tersenyum lebar mendengar pujian itu. “Aku mau ajarin Devan semua hal nanti, Papa. Biar dia bisa main sama aku.”
Dasha yang duduk di sisi Gavin, tertawa kecil. “Kita lihat saja ya. Tapi jangan terlalu cepat Nak. Biarkan Devan menikmati masa-masa bayinya dulu.”
Akhir pekan tetap menjadi waktu yang paling dinanti keluarga kecil ini. Suatu Sabtu, Gavin mengusulkan untuk menghabiskan waktu di taman kota. Mereka membawa tikar piknik, bekal makanan buatan Dasha, dan beberapa mainan untuk Nathan dan Devan.
Di taman Nathan sibuk bermain layangan dengan Gavin, sementara Dasha duduk di atas tikar sambil mengawasi Devan yang mulai merangkak di atas rumput. Sesekali Devan tertawa riang saat melihat daun-daun yang berguguran di depannya.
“Lihat dia Vin" kata Dasha dengan nada lembut. “Devan sudah besar. Rasanya baru kemarin dia lahir.”
Gavin yang baru saja membantu Nathan menata layangan, berjalan mendekat dan duduk di samping Dasha. Ia memandangi putra bungsunya yang tampak sibuk meraih daun. “Waktu memang cepat berlalu. Tapi aku senang kita bisa menikmati setiap momen bersama mereka.”
Dasha menatap Gavin penuh rasa syukur. “Aku juga. Kamu selalu ada untuk kami, meski aku tahu pekerjaanmu tidak mudah.”
Gavin meraih tangan Dasha dan tersenyum. “Karena kalian adalah rumahku. Tidak peduli seberapa sibuknya aku, aku akan selalu pulang untuk kalian.”
Sore itu, saat matahari mulai tenggelam, mereka berempat duduk bersama menikmati pemandangan langit yang berubah warna. Nathan, yang sudah lelah bermain, bersandar di pangkuan Gavin, sementara Devan tertidur pulas di pelukan Dasha.
Kebahagiaan keluarga kecil itu sederhana, tetapi penuh makna. Mereka tahu bahwa selama mereka bersama, tidak ada yang lebih berarti daripada cinta dan kebersamaan yang mereka miliki.