Joanna memiliki kehidupan yang bahagia. Keluarga yang menyayangi dan mendukungnya. Pekerjaan yang mapan dengan gaji tinggi. Dan calon suami yang mencintainya.
Sayangnya, kehidupan Jo hancur hanya dalam tempo singkat. Usaha keluarganya hancur. Menyebabkan kematian ayah dan ibunya. Dipecat dan bahkan tidak dapat diterima bekerja dimanapun. Dan calon suaminya menikah dengan putri konglomerat.
Dan semua itu karena satu orang. Konglomerat yang terlalu menyayangi adiknya sampai tega menghancurkan kehidupan orang lain.
Jo tidak akan pernah memaafkan perbuatan musuh terburuknya. Tidak akan
yang belum 20 tahun, jangan baca ya🥰🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
"Selamat datang Nyonya. Senang bertemu dengan Anda. Nona" sapa sekertaris pria itu memainkan peran seakan tidak mengenal Jo.
"Dimana Anthony?" tanya Nyonya Lane.
"Silahkan masuk"
Sekali lagi, Jo masuk ke dalam kamar pria brengsek itu. Tapi kali ini dia tidak datang sendiri. Dia merasa memiliki kekuatan tambahan.
"Nyonya Lane" sapa pria yang muncul dari dalam ruangan.
"Anthony, aku tahu ini tidak sopan. Mencarimu tanpa adanya janji terlebih dahulu" kata Nyonya Lane membuka pembicaraan. Jo hanya berdiri di belakang Avatar kekuatannya.
"Tidak. Saya juga pernah melakukannya beberapa hari lalu"
"Baiklah, aku tidak akan basa-basi lagi. Kau memiliki sesuatu yang merupakan harta berharga Joanna. Dan dia ingin membelinya kembali"
Pria itu mengalihkan pandangan ke Jo tapi tidak lama. Karena mereka berada dalam ruangan yang sama dengan orang lain.
"Apa itu?" tanya pria itu amnesia.
"Sebuah rumah. Aku tidak tahu kenapa kau membeli rumah itu. Mungkin untuk bisnis atau apa. Tapi ... Aku ingin kau menjualnya kembali pada Joanna. Dan memberikan harga yang pantas seakan menjualnya padaku"
Jackpot!!
Joanna merasa sangat senang sekarang. Tidak pernah dia duga akan melihat aura kesal di wajah pria itu.
"Rumah? Tentu saja. Sekertaris saya akan mengurus hal itu. Jangan khawatirkan tentang harganya. Saya tidak akan membuatnya terlalu ... Tinggi"
Horaayyyy
Joanna bersorak senang di dalam hati. Pilihannya benar melibatkan Nyonya Lane dalam masalah rumah ini. Karena pria itu tidak punya pilihan selain memenuhi keinginan seseorang yang terhormat seperti Nyonya Lane.
"Baiklah. Joanna, kau bisa mengurus dengan sekertaris Anthony"
"Terima kasih Tuan Anthony. Terima kasih Nyonya Lane."
"Aku akan pulang dulu sekarang. Terima kasih atas waktumu yang berharga ini Anthony" kata Nyonya Lane lalu berjalan keluar. Jo berada tepat di belakangnya.
"Bagaimana Jo? Apa aku cukup bisa membantu?" tanya Nyonya Lane saat menunggu mobil di lobi.
"Sangat Nyonya. Saya sangat berterima kasih atas bantuan Anda. Kalau tidak ada bantuan Anda maka saya mungkin tidak bisa membeli rumah itu lagi" jawab Jo merendah. Padahal dia tidak ingin disentuh pria itu lagi.
"Tapi kenapa Anthony membeli rumah di daerah seperti itu? Apa mungkin dia akan membuat sebuah pusat bisnis baru? Aku perlu mencari tahu"
Jo tebak pria itu tidak berpikir seperti itu. Tapi mungkin saja. Toh pria itu pasti tidak pernah tahu Jo akan kembali ke kota ini lagi. Juga memiliki kemampuan membeli rumah itu.
Setelah Nyonya Lane pergi, Jo berniat kembali ke kamarnya. Bersiap pergi ke rumah yang harus dikerjakannya. Tapi ... Kemunculan seorang pria dari masa lalu menahannya.
Brandon, berdiri di hadapannya. Semua kenangan penuh dengan cinta dan kasih antara mereka bermunculan di dalam pikiran Jo. Lalu dia tersadar kembali kalau pria itu bukan lagi miliknya. Bukan lagi pria yang dulu diinginkannya hidup bersama sampai akhir hayat. Jo menarik napas panjang dan melangkah. Melewati Brandon.
"Kapan kau pulang?" tanya pria itu menghentikan langkahnya. Mereka tidak saling berhadapan tapi rasanya seperti berada di sebuah taman kosong.
"Lima hari lalu" jawab Jo singkat.
"Apa kau baik-baik saja?"
"Menurutmu?"
"Maafkan aku Jo. Maafkan aku"
Tidak pernah Jo kira. Air mata tiba-tiba mengalir di pipinya. Semua kepedihan dan penderitaan yang dia rasakan sendiri dua tahun lalu seakan kembali di hatinya. Saat mendengar permintaan maaf yang paling tidak diinginkannya.
Tanpa berkata lagi Jo melangkah pergi. Dia masih memiliki pedih dalam tangisnya, membuat lift boy bahkan tidak bisa bertanya lantai berapa yang dia tuju. Lalu dia orang pria berpakaian jas masuk dan mengatakan kalau dia menginap di lantai delapan.
Saat pintu lift terbuka, Jo berjalan ke kamarnya dengan sisa aliran air mata di pipi. Dia bahkan tidak ingin menghapusnya. Sebelum masuk kamar, dia berbalik dan bicara pada dua orang yang selalu berjaga itu.
"Jangan katakan pada Tuanmu kalau aku menangis. Aku tidak ingin tampak lemah dihadapan pria brengsek itu"
Lalu masuk ke dalam kamar dan berkemas. Tak lama dia keluar lagi dari kamar dan melanjutkan pekerjaannya lagi. Brandon tidak terlihat dimanapun. Itu bukan urusannya lagi. Mereka berdua telah menjalani kehidupan yang berbeda sekarang.
Jo terluka oleh pengkhianatan Brandon. Sangat terluka. Tapi apa yang dia dapatkan dengan meratapi luka itu? Lebih baik terus melangkah dan menghargai hidup yang dia miliki. Juga melanjutkan rencana balas dendam yang sudah mulai berjalan sejak datang kembali ke kota ini.
"Pintar sekali. Aku meremehkan jalan pikirannya" ujar Anthony melihat kedua wanita yang berjalan meninggalkan kamarnya. Bagaimana bisa wanita itu memikirkan cara ini? Apakah itu alasannya wanita itu memilih untuk terus dekat dengan Nyonya Lane?
Wanita itu sekarang terbebas dari masalah rumah. Terbebas dari kewajiban bercinta dengannya seharian. Terbebas dari sentuhan dan dorongan penuh kenikmatan yang akan dia berikan.
Karena Anthony tidak mungkin mengingkari janji yang dibuat dengan Nyonya Lane. Janda mendiang orang yang dihormatinya.
Untuk mengatasi kekalahan yang dideritanya, dia berangkat ke perusahaan. Memarahi siapapun yang melakukan kesalahan. Baik kecil maupun besar. Hari itu, dia menjelma seperti obor yang tak pernah padam. Bahkan sekertaris dan pengawalnya tak lepas dari luapan amarahnya.
"Tuan, ini adalah perjanjian jual beli rumah peninggalan orang tua Nona Harding" kata sekertarisnya mengajukan sebuah berkas lalu mundur beberapa langkah. Menjaga jarak yang cukup agar tidak ikut terbakar oleh api kemarahan Anthony.
"Harga yang pantas. Kau pikir ini harga yang pantas!!! Apa kau tidak bisa memasukkan hal lain dalam perjanjian jual beli ini? Sial. Wanita itu!!" geram sekali Anthony.
Baru kali ini dia dikalahkan oleh seorang wanita yang bahkan tidak memiliki kekuatan apa-apa. Atau mungkin ini adalah cara wanita itu membalas dendam? Menghancurkannya pelan-pelan dengan amarah yang terpendam?
"Tidak bisa Tuan. Syarat pertama Anda agar Nona Harding dapat membeli rumah itu tidak dapat dimasukkan dalam perjanjian jual beli itu"
Anthony menatap kejam sekertarisnya.
"Kau pikir aku bodoh??!!"
"Tidak Tuan"
"HUHH"
Anthony melihat kembali perjanjian jual beli itu dan menandatanganinya dengan terpaksa.
"Terima kasih Tuan"
Sekertarisnya mengambil perjanjian itu dan berlari keluar ruangan. Meninggalkan Anthony dalam fase kekalahan yang telak.