Kisah perjuangan hidup gadis bernama Cahaya yang terpaksa menjalani segala kepahitan hidup seorang diri, setelah ayah dan kakak tercintanya meninggal. Dia juga ditinggalkan begitu saja oleh wanita yang sudah melahirkannya ke dunia ini.
Dia berjuang sendirian melawan rasa sakit, trauma, depresi dan luka yang diberikan oleh orang orang yang di anggapnya bisa menjaganya dan menyayanginya. Namun, apalah daya nasibnya begitu malang. Dia disiksa, dihina dan dibuang begitu saja seperti sampah tak berguna.
Bagaimana kisah selanjutnya?
Akankah Cahaya menemukan kebahagiaan pada akhirnya, ataukah dia akan terus menjalani kehidupannya yang penuh dengan kepahitan dan kesakitan...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RahmaYesi.614, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 Bicara
Cahaya membalut luka ditelapak tangan Kai. Sedangkan Kai terus menatapnya sambil menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga Aya.
"Jangan lakukan hal seperti tadi lagi, Ay." ucapnya yang diangguki oleh Aya.
"Kamu harus percaya sama aku, Ay. Hatiku seutuhnya milikmu. Aku hanya mencintai kamu, Aya. Aku tidak ingin kehilangan kamu, jadi aku mohon jangan menghilang dari hidupku."
"Aku tau, kamu menganggap apa yang aku katakan sekedar gombalan. Tapi, aku akan buktikan semua yang aku katakan bukan hanya sekedar gombalan. Aku serius Cahaya. I'am yours."
Cahaya menatap tepat kedua bola mata Kai setelah Kai mengatakan kalimat kalimat indah itu.
"Mas Kai. Aku akan mengizinkan mas Kai melakukan hal 'itu' jika mas Kai menginginkannya." ucap Aya tiba tiba yang membuat Kai terperangah kaget.
"Aya kamu ngomong apa..." Kai membenarkan posisi duduknya.
"Aku hanya ingin memberikan apa yang mas Kai inginkan dariku. Anggap saja sebagai ucapan terimakasih karena mas Kai sudah baik sama aku."
Cara berpikir Aya yang seperti itu sungguh membuat Kai merasakan perasaan yang sulit untuk dijelaskan. Dia masih tidak paham mengapa Aya berpura pura tidak mengerti ketulusan hatinya.
"Ay, aku dulu memang berpikir seperti itu. Aku yang dulu memang mendekati kamu untuk tidur dengan kamu lagi. Tapi sekarang tidak. Aku tidak akan melakukan 'itu' lagi sebelum aku menikahi kamu, Cahaya."
Kalimat terakhir membuat mata Aya berkedip beberapa kali. Dia terkejut dan bingung saat Kai mengucapkan kata menikah.
"Aku akan menikahi kamu, Aya. Kamu mau kan menjadi istriku, hidup bersamaku selamanya hingga kita menua..."
"Mas Kai mau menikahi aku?!" tanya Aya ragu.
"Iya, sayang. Aku akan menikahi kamu, Cahaya." ulang Kai menegaskan dengan tatapan seriusnya.
Cahaya tidak tau harus bereaksi seperti apa saat ini. Haruskah dia senang. Tapi, dia merasa Kai terlalu buru buru. Mereka bahkan belum berpacaran, tapi Kai langsung mengajaknya menikah.
Kai tahu Aya bingung dengan pernyataannya yang tiba tiba. Karena itu lah, dia tersenyum manis, menggenggam kedua tangan Aya dan mencium punggung tangan itu dengan lembut.
"Kamu tidak perlu buru buru menjawab. Aku akan menunggu sampai kamu siap."
"Tapi, aku gak pantas untuk dinikahi siapapun."
"Tentu Aya. Kamu tidak pantas dinikahi siapapun, kecuali aku. Hanya seorang Kai Abian Anggara yang pantas menikahi kamu, Cahaya."
"Bu-bukan. Maksudku, aku hanya gadis rendahan yang..."
"Aku akan menjadikan kamu wanita yang paling disegani dan paling terhormat. Kamu kekasihku mulai saat ini."
"Aku gak pantas, mas Kai."
"Kamu pantas, sayang."
"Jangan memanggilku sayang."
"Aku mau."
"Tapi aku gak suka."
"Aku suka."
"Aku gak akan menikah sama kamu mas Kai."
"Aku akan menikahi kamu, Cahaya."
"Orangtua mas Kai gak akan menerimaku."
"Aku akan membuat mereka menerima kamu."
"Gak bisa."
"Kenapa gak bisa? Aku pasti bisa."
"Aku gak mau." Ucap Aya, lalu dia berlari masuk ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya.
Kai tersenyum gemas sambil mengusak kepala dan wajahnya sangking gemas dan bahagianya dia malam ini.
"Ah..." rintihnya merasakan perih di telapak tangannya yang terluka.
"Luka sekecil ini ternyata bisa terasa sakit juga. Tapi, sakit ini membawa kebahagiaan yang luar biasa."
"Meski aku belum tahu banyak tentang masa lalumu, aku yakin perlahan lahan kamu akan membuka diri untukku, Ay. Aku akan menunggu sampai kamu siap." gumamnya menatap pintu kamar yang tertutup rapat itu.
Penghuni kamar itu, sudah berbaring diatas ranjangnya dengan bersembunyi dibawah selimut tebalnya. Dia merona malu saat ini.
"Benarkah mas Kai ingin menikahi aku?!"
"Tapi, apakah keluarga mas Kai akan menerimaku. Bagaimana kalau mereka menolakku." gumanya merasa khawatir tidak bisa diterima oleh keluarga Kai nantinya.
Tok, tok!
"Ay, kamu baik baik saja kan?" tanya Kai dari luar kamar.
"Aku boleh pulang kan malam ini. Kania menelponku, katanya dia tidak sehat."
Mendengar itu, membuat Aya kembali tersadar. Dia merasa dirinya terlalu berkhayal jauh tentang ajakan Kai untuk menikah.
"Pulanglah. Aku baik baik saja!" Seru Aya dari dalam kamarnya.
"Tidur yang nyenyak ya, sayang. Kabari mas, kalau sesuatu yang buruk terjadi."
"Sana pulang. Aku udah mau tidur. Mas Kai berisik..."
Kai tersenyum mendengar omelan Cahaya yang sudah kembali ke mode juteknya itu.
"Good night, my love. Mas pulang dulu ya."
Kai merinding sendiri saat menyebut dirinya mas untuk Cahaya. Bukan hanya Kai yang merinding, Cahaya juga merasakan hal yang sama. Terdengar aneh dan menggelikan, tapi Aya menyukainya.
Begitu merasa semuanya membaik, Kai pun pulang. Tidak lupa dia mengunci pintu rumah Aya dan membawa kunci cadangan itu bersamanya. Dia akan menggunakan kunci cadangan itu jika sesuatu seperti tadi terjadi lagi di masa mendatang.
~
~
~
Kania demam. Kai membawanya ke rumah sakit. Dia juga mengabari bunda dan ayahnya tentang keadaan Kania.
"Harusnya mas tidak usah memberitahu bunda sama ayah."
"Kenapa? Kamu takut diomeli bunda?"
"Bukan itu. Aku hanya demam biasa, tidak perlu membuat mereka khawatir."
Kai tidak merespon celoteh adiknya karena dia harus menjawab panggilan dari bunda.
"Bunda."
"Adekmu bagaimana?"
"Ini diinfus." Kai memperlihatkan keadaan Kania melalui panggilan video.
"Sayang, kamu demam ya?!" tanya Azizah khawatir yang diangguki pelan oleh Kania.
"Bunda bentar lagi ke sana ya. Sekarang masih nunggu Ayah sama Ken."
"Aku cuma demam biasa kok bun."
"Tetap saja bunda khawatir, sayang."
Kania terharu, air matanya bahkan menetes diujung matanya. Sudah lama dia tidak mengobrol dengan bundanya seperti ini. Kania sengaja menghindari bundanya karena tidak ingin ditanyakan soal menikah.
"Itu Ayah sama Ken sudah sampai. Bunda jalan dulu ya. Kamu sama mas Kai tunggu bunda ya, sayang." celoteh Azizah sambil melangkah menuju mobil suaminya yang sudah parkir di depan rumah.
Kai mengakhiri panggilan itu dan kembali menghampiri Kania.
"Tangan mas Kai kenapa?" tanya Kania yang baru menyadari tangan kanan Kai diperban.
"Biasa, luka."
"Luka kenapa, mas?"
"Silet."
"Apa?!" Kania tidak mengerti mengapa mas nya bisa terluka karena silet.
"Mas ngapain main silet?"
"Ya, gitu deh."
"Mas, kenapa? Cerita dong..." rayu Kania sambil merengek manja.
"Mas tadi ke rumah Cahaya. Terus pas mas sampai disana, rupanya dia sedang mencoba mengiris pergelangan tangannya dengan silet. Ya, mas mencoba mencegahnya dan terluka." tutur Kai jujur yang membuat Kania terperangah tak percaya.
"Dia mencoba bunuh diri?"
"Hmm."
"Kenapa mas?"
Huh
"Mas juga gak tahu, tapi sepertinya dia punya trauma yang berat. Sorot matanya seakan mengatakan dia menyimpan banyak luka dan sepertinya mentalnya sangat terluka."
"Terus sekarang dia dimana mas?"
"Di kontrakannya."
"Sendirian?"
"Hmm."
"Mas Kai! Kenapa malah meninggalkan dia sendirian. Bagaimana kalau dia nekad dan malah melanjutkan rencananya..."
"Dia sudah baik baik aja sekarang, dek."
"Mas Kai kesana sekarang. Temani dia mas. Aku tahu apa yang dia rasakan, karena aku juga mengalami luka yang sama meski mungkin tidak sedalam lukanya."
Kania tampak mengkhawatirkan keadaan Cahaya. Karena itulah dia meminta Kai untuk menemui Cahaya dan menemaninya.
Kai tersenyum senang melihat reaksi Kania yang ternyata bisa menerima Cahaya. Dan untuk menepis kekhawatiran Kania, Kai pun menelpon Cahaya dengan panggilan video.
"Ada apa, aku ngantuk..." jawab Aya mengarahkan kamera padanya dan menghidupkan lampu kamarnya.
"Ay, Kania mau bicara sama kamu."
"Apa?!"
Cahaya tampak kaget dan mengusap wajahnya yang benar benar mengantuk, dia juga merapikan baju dan rambutnya sebelum kembali memperlihatkan wajahnya ke kamera. Kai sendiri memberikan hp nya pada Kania.
"Hai kak Cahaya." Sapa Kania tersenyum senang melihat wajah ngantuk Cahaya.
"Eee, hai."
"Maaf ya aku ganggu tidur kakak."
"Eng-gak kok. Gak apa apa."
"Aku di rumah sakit sekarang. Aku demam. Mas Kai yang bawa aku ke rumah sakit dan sekarang menemani aku disini." ucap Kania memberitahu Cahaya.
"La-lalu apa panasnya masih tinggi?" tanya Aya gugup yang membuat Kai dan Kania tersenyum gemas.
"Panasnya sudah menurun. Aku sudah baikan kok, kak. Hanya masih agak lemas aja."
"Syukurlah. Semoga cepat sembuh ya..."
"Terimakasih kak. Mmm, datang dong jenguk aku ke sini!"
"Sekarang?!"
"Jangan sudah malam, kakak juga masih ngantuk kan. Besok saja, mas Kai jemput."
"Eee, i-iya. Besok aku jenguk kak Kania."
"Ih jangan panggil kakak dong. Aku kan adik mas Kai. Jadi, aku yang panggil kamu kakak."
"Aku bukan siapa siapa mas Kai kak Kania. Kami hanya kebetulan saling mengenal..."
"Tapi mas Kai sangat mencintai kak Cahaya. Jadi, bagiku kak Cahaya seperti calon kakak iparku. Aku hanya membiasakan."
Aya terdiam tak bisa mengatakan apapun lagi.
"Ya udah, aku istirahat dulu ya kak."
"Mmm..."
Kania memberikan hp kembali pada Kai dan Kai pun lanjut bicara sebentar dengan Cahaya sebelum akhirnya dia mengizinkan Cahaya melanjutkan tidurnya kembali.
Semangat kakak Author, ditunggu kelanjutannya 💪
Author berhasil membuatku menangis 👍
Semangat kakak Author 💪