Pada mulanya, sebuah payung kecil yang melindunginya dari tetesan hujan, kini berubah menjadi sebuah sangkar. Kapankah ia akan terlepas dari itu semua?
Credits:
Cover from Naver
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AYZY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
I Never Thought We'd be This Close
Jika ada satu kesempatan yang dapat ia gunakan dalam hidupnya, maka Stella akan menggunakannya untuk melihat orang yang ia cintai sedekat ini.
Seperti saat ini, di saat hujan masih belum reda, dan di saat kegelapan malam mendukung kesunyian.
Tidak ada yang bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Perasaan bahagia yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Rasanya Stella ingin menangis bahagia, sebab ia terlalu takut bahwa apa yang saat ini dia lihat hanyalah mimpi.
Apakah ia pantas menerima kebahagiaan seperti ini? Pikirnya.
Seumur hidup ia tidak pernah berani untuk berharap apapun pada pria yang sedang memejamkan mata di sampingnya ini. Baginya, kehadiran pria itu di dalam hidupnya merupakan bentuk keajaiban itu sendiri. Persetan dengan hubungan mereka yang tampak seperti bukan sepasang kekasih pada umumnya, yang tidak dipenuhi oleh cerita manis di dalamnya, namun bagi Stella itu adalah hal yang wajar.
Karena ia sendiri pun merasa ragu akan perasaan Andrew. Pria ini jelas tidak mencintainya, lantas apa alasan sebenarnya dia begitu tidak ingin Stella pergi?
Bukan sekali dua kali Stella berpikiran seperti itu, hampir setiap saat. Itulah sebabnya ia tidak berani untuk menuntut hubungan yang romantis dan penuh kehangatan . Ia pun tidak yakin bisa menyebut hubungan ini sebagai hubungan timbal balik antara sepasang kekasih yang ideal. Sebab, ia kenal betul bagaimana sifat Andrew.
Pria itu bukanlah tipikal orang yang peduli soal cinta, yang ia pedulikan hanyalah pekerjaan.
Seolah-olah dia tidak tertarik pada wanita manapun. Itulah yang membuat Stella begitu segan untuk mendekatinya duluan.
Padahal ia bisa saja bersikap sedikit terbuka pada pria itu jika saja ia memiliki sedikit keberanian. Namun, ia lebih memilih untuk tetap diam agar Andrew tidak merasa risih padanya.
Bukan begitu?
Sungguh disayangkan. Wajah setampan itu ... yang saat ini diamati oleh Stella dengan seksama. Seketika ia melupakan bayang-bayang hantu yang muncul pada sebuah film horor yang dilihatnya tadi sore, seketika teralihkan pada wajah tampannya. Stella lagi-lagi tersipu.
Aku tidak pernah mengira kita bisa sedekat ini .... batin Stella sembari tetap berbaring pada posisi miring. Sedangkan Andrew berbaring dengan posisi menghadap ke atap kamar. Jadi, Stella hanya bisa melihatnya dari sisi samping. Meskipun begitu ia sudah cukup puas.
"Kau masih belum menjawab pertanyaanku tadi. Kenapa kau ingin tidur denganku?"
Stella terkejut luar biasa saat Andrew tiba-tiba mengeluarkan suaranya. Padahal, pria itu masih memejamkan mata sampai sekarang, apa ia masih belum terlelap?
"Aku tidak bisa tidur karena takut hantu,"
Mendengar jawaban polos itu, Andrew tergelak. Seketika ia membuka matanya sembari melirik Stella yang tidur di sampingnya.
"Lebih terdengar seperti sebuah alasan klasik. Kau yakin hanya karena itu?"
Stella menganggukkan kepala. "Aku berkata yang sesungguhnya."
Andrew menghela napas, "Yah, memang terdengar sepertimu."
Stella mengerutkan kening. "Mengapa? Apa kau kecewa?"
Andrew sama sekali tidak menyangka akan jawaban dari pertanyaannya. "Darimana kau belajar kalimat seperti itu?"
"Apa maksudmu?"
Andrew menghela napas untuk sesaat sembari mengalihkan pandanganya menuju ke arah langit-langit kamar. "Yang barusan kau ucapkan itu tadi seperti ...."
Stella mengerti, alasannya terlalu klasik. Bisa saja ia tetap tidur di kamarnya dengan mengabaikan rasa parno yang menghantuinya seperti yang sebelum-sebelumnya pernah terjadi.
Mungkin karena itulah Andrew menganggap dirinya tidak mandiri.
Bukankah begitu?
Lagi-lagi perasaan bersalah itu menghampirinya. Akan tetapi ia pernah mendengar bahwa tidak masalah bagi sepasang kekasih untuk tidur bersama seperti ini. Itu adalah hal yang wajar, tapi ... yang satu ini kasusnya berbeda.
"B-bahkan jika aku tidak memiliki alasan, apa aku bisa tidur bersamamu seperti ini?"
Ide pertanyaan itu tiba-tiba muncul dari isi kepalanya begitu saja. Stella sendiri terkejut, membuat kedua pipinya bersemu merah. Perasaan lega sekaligus khawatir hinggap setelah ia berkata demikian.
Stella menunggu jawabannya sembari menggigit bibir bawahnya, gugup.
"Mengapa aku harus setuju dengan hal itu?"
"Karena k-kamu itu ... adalah ... m-milikku 'kan?"
Andrew tersenyum singkat, entah mengapa rasanya ada bagian dari hatinya yang terasa menghangat saat mendengar Stella mengucapkan hal-hal yang begitu posesif.
"Milikmu ya? Kalau memang benar seperti itu, lalu?"
Jantung Stella rasanya hampir melompat keluar saat itu juga.
"Su-sudah seharusnya ki-kita melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan oleh sepasang kekasih pada umumnya 'kan?" Stella benar-benar ingin mengatakan hal itu sudah sejak sangat lama. Kata-kata itu berhasil ia sampaikan begitu saja malam ini.
Napasnya tercekat, pria itu berusaha menenangkan dirinya sebisa mungkin sebelum berspekulasi. "Hal-hal seperti apa yang kau maksud?" Dan yang terpenting, Stella tidak akan mengatakan apa yang ada dalam pikirannya sekarang 'kan?
Stella sangat malu mengatakannya tapi mungkin ini adalah satu-satunya kesempatan yang ia dapat. Jadi ia harus memanfaatkannya sebaik mungkin.
"P-pergi ke bioskop, ke taman safari, atau pergi ke tempat lainnya yang ingin dikunjungi bersama," Stella menjelaskan dengan antusias.
Andrew tidak bisa menahan tawanya saat mendengar suatu hal yang begitu klasik. Ia menyugar poni rambutnya ke belakang dengan jari-jemarinya sebelum menjawab.
"Kau yakin ingin mengajakku kesana? Apa kau berpikir aku akan senang pergi ke bioskop atau taman safari?"
Stella mulai gelagapan, ia memutar otaknya dengan cepat, memikirkan kira-kira tempat seperti apa yang mungkin disukai oleh Andrew.
"Aku bukan anak kecil, Stella. Coba pikirkan ini ...," Andrew memiringkan tubuhnya, menghadap Stella sembari menggenggam pergelangan tangan Stella dengan erat, "yang kau katakan itu tadi hanya akan dilakukan oleh anak kecil, paham?"
Stella mengangguk dua kali.
"Coba pikirkan hal lain yang mungkin dilakukan oleh sepasang kekasih pada umumnya yang seumuran denganmu ...."
"A-apa?"
Andrew menatapnya dengan intens sembari mengeratkan pergelangan tangannya lebih erat lagi. "Jangan berpura-pura tidak tahu, Stella ... kau tahu benar apa maksudku."
Mungkin seharusnya Stella bertanya pada Alisha tentang hal itu jauh-jauh hari. Mengapa baru sekarang ia kepikiran? Ia sungguh menyesal karena tidak mempersiapkan hal ini dengan baik. Daripada itu, sekarang ini ia harus menjawabnya dengan benar agar Andrew mau melakukannya 'kan? Tapi apa? Hal apa yang mungkin terjadi pada sepasang wanita dan pria dewasa yang saling mencintai? Tunggu sebentar, Andrew 'kan tidak mencintainya.
"Tidak bisa menjawab, huh?"
Meskipun di luar terlihat dingin, namun saat ini Andrew benar-benar berusaha untuk menahan dirinya agar tidak melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak boleh terjadi.
Terhitung sudah dua kali ia menahan dirinya. Yang pertama saat ia mengusap bibir gadis itu tadi di depan pintu kamarnya, dan yang kedua adalah saat ini. Andrew melihat Stella menggigit bibir bawahnya, itu adalah kebiasaan gadis itu saat ia merasa gugup. Gadis itu melihatnya dengan penuh rasa kewaspadaan seperti seekor mangsa yang sedang berusaha untuk melarikan diri dari musuh.
Namun, kali ini sepertinya pertahanannya telah runtuh.
Andrew bertanya untuk terakhir kalinya. "Kau benar-benar tidak tahu?"
Stella tetap menggelengkan kepalanya.
Apa dia sedang marah? Stella berperang dengan pikirannya sendiri.
"Atau kau sengaja menggodaku sekarang? Lihatlah bagaimana caramu menggigit bibirmu sendiri sekarang ini." Melihatnya, bisa-bisa matanya akan iritasi, bagaimana tidak? Andrew juga adalah seorang pria biasa yang mempunyai insting binatang seperti pria lainnya.
Stella pun tersadar kemudian melepas gigitannya sendiri dengan cepat.
Ketika Stella hendak pergi dari kasurnya untuk menghindar Andrew, tiba-tiba saja pria itu bergerak cepat untuk mengurung tubuh kecil gadis itu di bawah kungkungannya.
"Andrew!"
"Mengapa, apa aku salah? Bukankah ini yang kau inginkan?" Andrew membatasi pergerakan Stella dengan mengunci kedua pergelangan tangan Stella dengan cengkeraman tangannya.
CHAPTER END.
tapi sukaaa.. gimana dong..
boleh banyak2 dong up nya..
/Kiss//Kiss/
saran aja nih.. kalau buat cerita misteri, updatenya sehari 3 x.. supaya pembacanya ga kentang.. /Chuckle//Kiss/