"Perhatian!"
Agar tidak bingung dengan cerita ini, baca dulu cerita "Cinta Sembunyi-sembunyi dengan bos"
Elang dan Merpati adalah sepasang anak kembar berbeda karakter. Elang seorang pria dingin dan cuek sama lawan jenis. Bahkan hingga saat ini pun belum memiliki pacar.
Sementara Merpati, seorang gadis bar bar, namun juga sulit untuk mendapatkan cintanya. Meskipun gampang bergaul dengan lawan jenis tapi sangat sulit untuk didekati.
Namun pada suatu hari mereka jatuh cinta pada seorang gadis dan seorang pria.
Siapakah yang bisa meluluhkan hatinya? penasaran? ikuti yuk kisahnya dan baca jika berkenan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31
Hansen berjalan menemui Lidya. Lidya ingin memeluknya, namun Hansen menghindar.
Lidya merasa sakit dihatinya karena sang anak belum bisa menerimanya. Namun ia tidak akan putus asa untuk selalu mendapatkan anaknya.
"Nak, tadi mama tidak sengaja melihatmu di mall, mama suka gadis itu. Semoga dia bisa membahagiakan mu," ucap Lidya.
Hansen mengangguk, terlihat senyum tipis di bibirnya kala mengingat gadis itu. Lidya tahu jika anaknya menyukai gadis itu.
"Jika kamu menyukainya, jangan dipendam, Nak. Karena seorang perempuan tidak tahu jika perasaan itu tidak diungkapkan. Berbeda dengan pria."
"Aku hanya takut, Ma. Takut tidak diterima olehnya dan juga keluarganya. Karena latarbelakang keluargaku yang berantakan sangat membuat ku merasa tertekan."
Airmata Hansen menetes tanpa diminta saat mengucapkan kata-kata itu. Dia ingin menjalin hubungan dengan seseorang.
Namun diwaktu yang bersamaan, dia takut kecewa karena penolakan. Lidya hanya terdiam.
Ia tidak menyangka akibat keegoisan nya dan Aland berdampak begitu dalam pada putranya.
"Maafkan Mama sayang, semuanya salah mama yang terlalu mementingkan diri sendiri."
"Tidak ada yang perlu dimaafkan Ma, mungkin ini sudah takdir yang Tuhan gariskan untukku."
Kemudian tanpa pamit, Hansen segera pergi dari situ. Lidya hanya bisa menangis saat melihat Hansen memendam kekecewaan yang begitu dalam.
Lidya berbalik dan masuk ke mobil setelah melihat Hansen memasuki lift. Dalam mobil, Lidya menangis sejadi-jadinya.
Waktu tidak bisa diulang, dan penyesalan selalu datang dibelakangan. Lidya mengingat masa-masa Hansen butuh perhatian darinya.
Namun dia selalu mengabaikan nya dan menyuruh pengasuh untuk mengurusnya. Mengingat itu, semakin membuat Lidya menangis.
Ia memukul-mukul dadanya. "Sesakit inikah rasanya diabaikan? Sesakit inikah rasanya kamu, Nak?"
Setelah merasa cukup tenang, Lidya pun menghidupkan mesin mobilnya dan segera pergi dari gedung tersebut.
Hansen menghempaskan tubuhnya diatas ranjang, ia meraih ponselnya dan membuka galeri foto.
Hanya dengan melihat foto Merpati, segala beban yang ada dihatinya terasa terangkat. Hanya Hansen mengusap bibir Merpati difoto itu.
"Pertemuan pertama kita, saat kamu tiba-tiba merangkul ku. Saat itu juga aku sudah merasakan getaran di hatiku. Ada saatnya aku akan ungkapkan perasaan ku yang diam-diam mencintaimu," gumam Hansen.
"Aku belum pernah jatuh cinta, dan aku baru tahu ternyata begini kah rasanya jatuh cinta?" batin Hansen.
Hansen mendekap ponselnya, seolah sedang memeluk Merpati. Karena hanya dengan cara ini ia bisa melampiaskan hasrat yang selama ini ia pendam.
....
Pagi-pagi sekali Hansen sudah bangun, seperti biasa, pekerjaan selalu ia lakukan sendiri.
Setelah semuanya beres, barulah ia mandi dan bersiap-siap untuk pergi ke kampus.
Hari ini Hansen terlihat ceria dari hari-hari sebelumnya. Mungkin karena kemarin habis jalan-jalan dengan orang yang ia sukai.
Saat keluar dari lift, ponselnya berdering dan yang memanggil adalah papanya. Hansen berubah tidak senang.
"Halo!" Hansen terpaksa menjawabnya, jika tidak! Maka deringan ponselnya tidak akan berhenti.
"Papa hanya ingin memberitahu mu, besok adikmu akan pulang dari luar negeri. Dan papa akan mewariskan seluruh harta papa kepadanya."
"Terserah papa lah, aku tidak ingin ikut campur. Dan papa, jangan campuri urusanku juga. Riki hanya adik tiri ku, dan aku tidak ada hubungannya dengannya."
Kemudian Hansen mematikan sambungan teleponnya. Moodnya yang tadinya bagus, sekarang menjadi buruk setelah menerima telepon dari papanya.
"Aku punya orang tua, namun terasa tidak punya. Aku hanya ingin seperti orang lain yang disayangi dan diperhatikan oleh orang tua mereka. Mengapa aku tidak bisa seberuntung itu? Aku hanya butuh kasih sayang mereka, bukan harta mereka," batin Hansen.
Hansen melajukan motornya agak secepatnya tiba di kampus. Saat tiba, ia tidak langsung masuk. Namun menunggu Merpati terlebih dahulu.
Tidak berapa lama, sebuah motor dan mobil pun memasuki parkiran. Kemudian di susul dua buah mobil lagi.
"Aku sengaja menunggumu," ucap Hansen saat menghampiri Merpati.
"Tidak perlu seperti itu, aku tidak ingin mereka salah faham tentang kita," ujar Merpati.
"Apa aku salah lihat? Sejak kapan kalian begitu dekat?" tanya Darrel.
"Kamu terlalu sibuk dengan bisnis online mu, jadi ketinggalan berita. Mereka sudah pacaran," kata Marvel.
"Apaan sih," ujar Merpati. Namun tidak bisa dipungkiri jika dia tersipu saat digodain oleh paman kecilnya itu.
Hansen tersenyum, hingga para mahasiswi memekik saat melihat senyuman itu. Selama ini mereka tidak pernah melihat Hansen tersenyum.
Selama ini, hanya wajah datar dan dingin yang selalu ia perlihatkan. Namun ketika melihat Hansen tersenyum, sontak saja mereka memekik.
"Lihat, gara-gara si kulkas tersenyum, semua pada memekik," ucap Merpati.
"Aku senyum hanya untukmu, bukan untuk mereka," kata Hansen.
"Ehhem, ternyata kulkas bisa ngegombal juga," ejek Darrel.
"Yuk masuk!" ajak Elang.
"Tunggu!" Hansen menghampiri Elang.
"Semalam aku lihat kamu jalan sama cewek, siapa dia?" bisik Hansen.
Elang melihat ke tiga orang di depannya. "Kepo!"
Hansen merasa nyaman dekat dengan tiga cowok ini, karena ia merasa satu frekuensi. Sehingga membuatnya merasa cocok.
Mereka langsung masuk ke kelas, Hansen hanya mengikuti mereka sampai depan kelas mereka saja. Karena Hansen beda jurusan.
"Sejak kapan kalian pacaran?" tanya Darrel pada Merpati. Darrel bertanya dengan berbisik agar tidak kedengaran oleh yang lain.
"Siapa yang pacaran? Kami cuma berteman kok."
"Iya deh teman, sejak kapan kamu punya teman selain kami?"
"Ini kasus apa sih? Kok aku dari tadi seperti disidang."
Darrel ingin kembali bicara, namun dosen sudah terlebih dahulu masuk. Jadi Darrel memilih diam.
"Apa Marbella tidak masuk hari ini?" tanya dosen.
Mereka baru ngeh, jika Marbella tidak ada. Namun belum sempat mereka menjawab, Marbella berlari masuk.
"Maaf Pak, saya kena macet jadi terlambat."
"Ya sudah, duduk!"
Marbella memperhatikan Elang yang terlihat cuek saja, namun ia suka. Tapi ia tersenyum saat mengingat Richard.
"Cowok waktu itu juga tampan, dan terlihat lebih dewasa," batin Marbella.
Hatinya sudah mulai terbagi, antara Elang dan Richard keduanya sama-sama memiliki kharisma seorang pemimpin.
Namun Richard lebih mapan, mungkin karena faktor usia juga. Richard sudah sangat dewasa dalam segi umur.
Dibandingkan Elang yang baru 19 tahun. Richard lebih tua 8 tahun, jadi perbedaan usia cukup jauh. Wajar saja jika Richard lebih dewasa.
Kelas merekapun berakhir, kini waktunya untuk istirahat. Elang, Merpati, Marvel dan Darrel keluar paling akhir.
Karena mereka memang selalu seperti itu, mereka tidak perlu terburu-buru untuk keluar. Hansen masuk menghampiri mereka.
"Mau ke kantin? aku traktir kalian."
"Ayok!" Darrel yang paling cepat menyahut.
Marvel dan Merpati tertawa, sementara Elang hanya tersenyum sambil menutup mulutnya.
Memang tidak diragukan lagi jika soal makan gratis, Darrel yang paling unggul. Tapi mereka malah terhibur dan tidak mempermasalahkan semua itu.
kl bleh mmlih,mreka jg pst mau brsma orng tuanya....tp mau gmn lg,ga smua orng bruntung pnya kluarga yg utuh.....
kadang kita suka kurang bersyukur dgn apa yg d titip kan Allah k kita padahal masih byk yg kurang beruntung dgn kondisi kehidupan nya