Aluna tiba-tiba diceraikan oleh suami nya Wardana, tepat saat anniversary pernikahan mereka yang ke 7 tahun. Padahal malam itu dijadikan Luna sebagai momen untuk membagi kabar bahagia, kalau ia telah sembuh dari sakit kanker yang menyerangnya selama 4 tahun terakhir.
Wardana mengatakan ingin menikahi Anita Yang sedang hamil anak kakak nya, Tapi fakta baru terungkap, keluarga Wardana menginginkan kematiannya, dapatkah Luna mengungkap tabir misteri yang keluarga Wardana sembunyikan?
Yuuk dukung karya terbaru aku.. jangan lupa subscribe nya ya..
karena subscribe kan kalian sangat berarti untuk menambah imun biar lebih semangat lanjutin cerita nya❤️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sanayaa Irany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
“Lin bisa kita bicara?” mas Aji berdiri di depan pak Angga dan membelakangi nya.
“Bisa mas!” Jawab ku, dan mas Aji langsung membawa ku ke tempat lain, tempat dimana tidak begitu banyak orang.
“Lusa sidang perceraian mu, apa kau akan datang?”
“Apa aku bisa tidak datang mas?”
“Bisa! tapi sebaik nya di sidang pertama kamu hadir, hakim pasti tetap akan meminta penjelasan dari kamu tentang real kejadian nya, sidang kedua bisa di wakilkan pada ku saja!”
“Okelah, aku usahakan besok hadir..” jawab ku lemah, jujur saja bekas cambukan yang mas Wardana ciptakan tadi, semakin lama semakin terasa sakit, salep yang diberikan Bintang hanya mengurangi sakit nya sesaat saja.
“Apa rasa nya sakit?” tanya mas Aji.
“Apa nya mas?”
“Luka yang diciptakan Wardana!”
“Begitu lah..” Jawab ku pelan, Mas Aji melirik pergelangan tangan ku yang lebam karena bekas di rantai dengan kuat, ada beberapa luka juga yang terlihat di sana. Rasanya perih sekali.
“Setelah ini, aku akan meminta dokter keluarga untuk mengobati kamu, Lun!”
“Gak perlu mas, aku beristirahat saja!”
“Tidak! Tolong dengarkan aku kali ini,”
Setelah selesai bicara, saat kaki ku hendak melangkah ke tempat mereka, tanpa sengaja kaki ku tersandung kaki ku sendiri hingga mas Aji langsung sigap menopang tubuh ku. Pandangan mata kami bertemu, tapi hanya sesaat, karena ia memegang bekas cambukan itu dan rasanya semakin perih saja.
Aku kembali meringis kesakitan, dan mas Aji pun langsung sadar dan melepaskan tangannya.
“Kenapa Lun, ada yang sakit?” tanya nya dengan wajah panik.
“Kau menyentuh bekas cambukan nya! Semakin lama sakit nya semakin menjadi, bisa kan aku pulang untuk istirahat, mas! Aku serahkan semua nya pada mu disini!” kata ku pada akhir nya, badan ku juga terasa remuk redam. Saat ini aku hanya ingin merebahkan tubuh dan memejamkan mata ku sebentar saja.
“Maaf Lun, aku gak sengaja!! Kamu Bisa pulang, tapi sebelum itu kamu harus menjawab beberapa pertanyaan dari pihak kepolisian dulu, setelah itu pulang lah dan istirahat, kamu kembali kerumah kami kan?”
“Iya aku kembali kerumah Kalian! Om Rima bilang aku dilarang untuk tinggal sendiri, sedang dirumah Om Zaki tidak mungkin, karena pengawalan disana tidak seketat dirumah keluarga Aksaka.”
“Oke bagus!” jawab nya, kami kembali untuk bergabung bersama yang lain, namun saat mata ku tak sengaja menangkap pak Angga, pria itu langsung menatap ke arah lain. Dan seperti nya sejak tadi laki-laki itu memperhatikan aku, apa aku saja yang merasa atau memang kenyataannya seperti itu, aku tidak tahu pasti.
Setelah didalam dan menjumpai polisi, aku di berondong dengan banyak pertanyaan, hingga tak terasa waktu bergulir begitu cepat. Didalam sana mungkin aku tanya jawab sekitar satu jam lebih. Hingga pertanyaan lain membuat aku terusik. Yaitu tentang kejadian tadi pagi. Memang aku menjawab nya dengan jujur dan apa ada nya, tapi yang membuat aku terusik dengan pertanyaan itu ialah pak Angga yang kembali kedapatan mengusap sudut mata nya yang basah saat aku menjawab bagaimana Suami ku, Mas Wardana mencambuk ku dengan begitu sadis. Dia menangis karena hal itu? Atau karena kasus ku sama persis dengan orang-orang terdekat nya?? entah lah.. Sejak tadi aku merasa aneh dengan pak Angga ini.
Setelah selesai aku langsung masuk kedalam mobil bersama Gita, dan om Rima. Sedang mas Aji menaiki mobilnya sendiri.
Sesampai nya di rumah, aku langsung meminta izin pada yang lain untuk langsung beristirahat. Om Rima setuju, tapi dengan syarat mereka meminta ku agar di Periksa oleh dokter keluarga Aksaka. Awal nya mereka meminta agar aku diperiksa di rumah sakit, meskipun Bintang sendiri sudah memeriksa ku tadi, tapi om Rima tetap merasa tidak puas karena Bintang bukan ahli nya dalam luka seperti itu, jadilah mereka meminta dokter keluarga nya untuk datang memeriksa kondisi ku.
Sekitar satu jam aku merebah kan tubuh ku di ranjang, pintu kamar ku diketuk oleh Gita.
“Lun, dokter mau masuk..” ujar nya di belakang pintu.
“Iya Git, masuk aja!”
Sekitar 15 menitan dokter memeriksa ku, akhir nya beliau memberikan resep untuk meredakan memar dan beberapa obat pereda nyeri. Setelah itu dokter pun berpamitan untuk pergi.
“Git, sebentar!” panggil ku pada Gita, sejak kejadian kemarin aku belum sempat ngobrol banyak hal dengan nya.
“Iya Lun, aku kira kamu mau istirahat.. Kenapa nih? Ada yang kamu butuhkan?”
“Ooh enggak! Sini deh aku mau tanya serius sama kamu,”
Gita mengerutkan kening nya, mungkin dia bingung dan penasaran aku ingin mengatakan apa. Akhirnya Gita kembali duduk di samping ku.
“Apa?”
“Apa , Apa! Selama ini kamu suka kan sama Bintang, kenapa gak kasih tahu aku sih, Git?” kata ku sedikit menoyor Kepala Gita.
“Iih Lun.. Gimana mau cerita, Bintang nya juga gak ngerespon! Kayak nya malah dia suka nya sama kamu!”
“Punya pikiran begitu darimana coba? Bintang sama aku tuh cuma temen, Git.. Bagiku dia itu udah kayak kakak aku sendiri, gak lebih! Jangan salah paham deh, belum apa-apa udah pesimis!” jawab ku meyakinkan Gita, karena memang Bintang hanya sekedar sahabat terbaik untukku. Aku rasa perlakuan dia kepadaku juga hanya sebatas teman saja, tak pernah juga aku mendapati dia memperlakukan diriku layaknya wanita dewasa.
“Gimana gak pesimis, wong dia nya begitu.. Aku gak heran sih, karena rumah kalian kan memang Deket dari dulu.. perhatian dia ke kamu itu udah kayak laki-laki yang takut banget kehilangan kamu, Lun!”
“Aduh makin ngaco ngomong nya! Enggak Gita, Bintang gak suka sama aku.. Gini deh aku bantuin kamu buat ngomong perasaan kamu sama Bintang, gimana?”
“Jangan dulu deh, masalah kamu aja masih ribet banget, Lun! Belum lagi tuh papa nya Wardana kalau muncul makin runyam urusan nya, lebih baik sekarang kamu fokus sama urusan ini dulu.. Jangan pusingin soal aku.. Seiring berjalannya waktu, pasti akan terjawab semua nya, Bintang suka sama aku atau enggak, atau malah sama kamu! Biar waktu ajalah yang ngejawab semua nya.”
Aku menarik nafas ku dalam-dalam, benar sih kata Gita, aku harus fokus. Aku benar-benar penasaran dengan sosok Gemilang Raharjo.
“Ya sudah lah, tapi jangan berpikir kalau Bintang menyukai aku, itu akan merusak persahabatan kami, Git!”
Gita mengutas senyum nya, lalu memeluk ku.
“Semoga semua nya baik-baik aja Lun, aku takut banget keluarga Wardana bakal nyakitin kamu lagi, ngebayangin mereka ngeracuni kamu selama bertahun-tahun rasanya negeri banget! Belum lagi pas tadi pagi Wardana menyiksa kamu dengan ikat pinggang nya, dia itu kayak psikopat berwujud dewa tau gak, aku kira dia sayang dan cinta banget sama kamu, tapi ternyata..”
“Udahlah Git, beruntung nya aku karena ada mas Aji, dia sempat menukar obat itu dengan obat Yang asli, meskipun sesekali dia masih bisa kecolongan!”
“Mas Aji memang begitu karena dia memang suka sama kamu sejak lama!”
“Hah! Apa??”