Spin of Need A Bride
🍂🍂
Haruskah ia tetap mempertahankan cintanya? Sedangkan di sisi lain Zacky juga tidak mau mengabaikan calon anaknya yang berada di dalam kandungan gadis tidak dia kenal. Seorang gadis yang dia nodai pada malam tak diinginkan.Di mana dirinya terjebak oleh keadaan yang tidak bisa dia hindari.
Semua itu terjadi begitu saja hingga membuat Zacky Rayyansyah, putra kedua dari pebisnis Attakendra Rayyansyah tersebut berada dalam pilihan yang sangat sulit. Sementara pernikahannya dengan Natusha—tunangan Zacky semakin dekat.
Langkah apa yang akan Zacky ambil? Menerima atau mengabaikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_yuta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch. 31. Ambil Atau Tidak?
Bab. 31
Tidak mendapat apa yang ia inginkan, Sila mencoba untuk mengalihkan inginnya itu dengan belajar.
Namun, tetap saja perutnya tidak bisa dibohongi terlalu lama. Sila masih merasa lapar.
"Ck! Perasaan baru dua jam yang lalu gue makan. Tapi kenapa masih lapar, sih!" kesal Sila sembari meremas perutnya.
Bayang-bayang bubur ayam masih saja menghantuinya. Membuat perut Sila semakin di remas karena sangking lapar.
Ia kemudian menghubungi Bagas, teman yang rumahnya tidak terlalu jauh dengan kontrakan Sila. Meskipun tidak terlalu dekat dengan teman beda kelasnya itu, Sila tidak punya pilihan lain. Siapa tahu pria itu tahu di mana tempat penjual bubur ayam sore-sore seperti sekarang.
Pada panggilan pertama, Bagas tidak menjawab dan kemudian Sila mengirim sebuah pesan kepada pria itu.
'Lo tau tempat penjual bubur ayam, nggak?' Sila pun mengirim pesan tersebut kepada Bagas.
Bukan sebuah pesan jawaban dari Bagas yang Sila terima. Melainkan pria itu langsung menelpon balik.
"Ya? Di mana?" tanya Sila langsung dengan nada datar. Tidak ada sapa menyapa terlebih dulu. Karena di sini Sila lah yang membutuhkan bantuan pria itu.
"Ck! Sapa dulu dong, Ayang, Baby, atau Honey gitu kek. Nggak langsung main nyerobot kayak gini," protes dari seseorang yang berada di seberang sana.
Sila memutar bola matanya jengah sekali mendengar ucapan Bagas barusan. Belum mengucap dan baru mendengar saja sudah membuat perut Sila terasa di aduk.
"Najis banget!" ketus Sila yang malah mendapat kekehan dari Bagas di seberang sana.
"Hahaha ... lagian lo kenapa sore-sore begini pingin bubur? Kayak orang yang ngidam aja," celetuk Bagas dengan suara tawa yang begitu jelas.
Sila merengut kesal. "Gue nanya, lo tau nggak tempatnya kalau sore kek begini? Kalau nggak tau, ya udah. Nggak usah banyak omong!"
"Ya mana ada kalau sore kayak gini, Sil. Nasi goreng noh banyak yang jual. Atau gue beliin. Tapi ntar bayarnya make ciuman, ya?" tawar Bagas yang tidak akan menyiakan kesempatan datang kepada dirinya. Karena jarang-jarang Sila menelpon dirinya lebih dulu. Di sapa aja juga sering nyolot. Batin Bagas terlalu senang.
"Ya udah kalau lo nggak tau. Gue keliling sendiri," putus Sila kemudian mematikan sambungan teleponnya dengan Bagas secara sepihak. Tanpa mendengar ucapan pria itu yang entah sedang mengatakan apa tadi.
Sila kemudian segera bangkit dari tempatnya dan memakai outher buat luaran baju rumahannya yang hanya mengenakan terusan sepanjang lutut dan lengan pendek.
Meraih dompet serta kunci moto, Sila bersiap keluar dan tidak lupa gadis itu mengunci kontrakannya.
Baju selutut, rambut dicemol asal ke atas, wajah tanpa make up sama sekali, bahkan sentuhan lip tint saja tidak Sila padukan. Gadis itu terlalu cuek walau penampilannya benar-benar polos saat ini. Bagi Sila, terlalu sayang make up nya jika ia pakai sekarang. Karena sebelum berangkat kerja ia harus tampil cantik dan menghibur pelanggaan cafe nantinya. Meskipun tidak banyak gerak, setidaknya wajahnya masih enak dipandang. Prinsip Sila.
"Beneran nggak ada ternyata," gumam Sila seraya mengamati sisi jalan.
Selama kurang lebih dua puluh menit berkeliling, Sila belum melihat penjual bubur ayam sama sekali.
"Lagian kenapa sih, gue napsu banget sama itu bubur ayam? Nggak tau waktu aja ini perut," gerutunya tetap terus melakukan motornya dengan pelan.
Terus melanjutkan mencari penjual bubur ayam dan hasilnya nihil, Sila memutuskan untuk membeli nasi goreng saja. Karena ia harus segera pulang dan berangkat kerja. Baru pulang kerja nanti dilanjut belajar.
Setibanya di rumah, Sila dikejutkan dengan sebuah bungkusan yang dicantolkan di handle pintu. Karena ia merasa tidak sedang memesan makanan lewat goput.
"Lah, bubur ayam!" seru Sila lirih. Lalu menatap ke arah sekitar. "Siapa yang naruh?" bingungnya. Antara ingin ia ambil atau tidak.
banci bangett..
sila z yg cewe tegas bisa ngambil sikap.. lah inii...katanya ceo pendidikan tinggi. tapi gak bisa ngambil sikap dan menentukan prioritas