Suamiku Mafia Kejam

Keesokan harinya, Rein sudah berpakaian rapi dan sedang menunggu Nayla yang saat ini sedang sibuk berdandan.

"Sayang, ayolah. Jangan membuatku terlalu lama menunggu!"

Rein melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya dan bolak balik seperti seorang yang sedang bingung. Pasalnya, pagi ini ia akan mengunjungi mansion keluarga William.

Terpaksa dirinya harus mengajak Nayla, karena permintaan pria tua itu.

"Sebentar lagi, Rein. Aku sedang menutup bagian ini!" ucapnya dengan wajah kesal. Bagaimana tidak kesal, karena percintaan mereka semalam, Rein banyak meninggalkan tanda cinta di leher Nayla.

"Ayolah sayang. Jangan lupa, kau juga banyak meinggalkan tanda keganasan mu semalam 'kan di tubuhku. Tapi aku tidak pernah berusaha untuk menutupinya!" sahutnya tak kalah kesal. "Tanda cinta yang sangat indah kenapa di tutup segala dengan make up sialan itu!"

Rein beranjak dari tempat duduknya, berniat keluar meninggalkan Nayla. Namun, langkah kakinya tertahan saat nayla tiba-tiba memeluknya dari belakang.

"Bukan begitu maksudku. Aku hanya tidak ingin tanda ini di lihat pria lain, cukup aku saja yang melihatnya," sahut Nayla. Ia terpaksa berbohong agar Rein tidak marah padanya.

Kalau hanya satu tanda tidak masalah, tapi Rein meninggalkan hampir di setiap inchi lehernya tanpa ada jarak. Seperti orang sakit saja!

Mendengar kalimat Nayla, membuat Rein tertawa bangga. Ia merasa jadi orang paling beruntung memiliki istri yang sangat mencintainya.

Tunggu? Mencintainya? Shiit! Selama ini Nayla tidak pernah mengatakan kalau dirinya mencintai Rein.

"Kenapa diam saja? Ayo kita berangkat!" Nayla memeluk lengan Rein dan menarik nya keluar menuju ke mobil karena di sana Mark sudah menunggu.

"Iya sayang iya!" jawabnya dengan nada malas.

Selama berada di dalam perjalanan Rein hanya diam tidak seperti biasa yang selalu mengajak istrinya bertengkar. Mark yang melihat itu bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi pada tuan nya.

"Ehem! Tuan kita hampir sampai," ucap Mark bermaksud untuk mencairkan suasana. Namun sepertinya usahanya sia-sia saja. Rein masih saja diam dan Nayla malah asik dengan ponselnya. "Dasar pasangan aneh," gumamnya lirih.

*****

"Selamat pagi semua." Willian mencium kening istrinya dan duduk di meja makan.

"Pagi sayang," jawab Mia seraya menyiapkan sarapan pagi untuk sang suami.

Berbeda dengan Leon yang menatap keduanya tak suka. Apalagi melihat kedekatan Mia dan William. Bukankah itu wajar karena mereka berdua adalah sepasang suami istri?

"Apa ada yang salah, Leon?" tanya William.

"No, Pa! Aku baik-baik saja. Bagaimana dengan kesehatanmu pagi ini?" Leon balik bertanya. Padahal sejujurnya ia malas sekali berada di meja makan bersama dengan wanita yang pernah berada di ranjangnya yang ternyata adalah ibu tirinya sendiri.

Menggelikan sekali, pikirnya.

"Seperti yang kau lihat, aku sangat baik. Apalagi ada Mia yang selalu menjagaku juga melayaniku." William melirik sekilas Mia dan tersenyum puas. "Apa bocah itu sudah datang?"

"Sebentar lagi sayang, Mark bilang kalau mereka--"

"Apa kalian sedang membicarakan ku?" potong Rein.

Semua yang berada di sana segera menoleh ke asal suara. Reinhard datang membawa seorang wanita cantik. Ia memeluk pinggang Nayla begitu posesif seakan ingin menunjukkan kalau wanita itu adalah miliknya.

"Nayla..." gumam Leon dengan tangan terkepal erat. Seharusnya, dia lah yang berada di posisi Rein dan menjadi suami Nayla saat ini.

"Cih! Siapa wanita yang kau bawa kemari Rein. Apa dia pelayan barumu?" Mia tersenyum sinis seakan sedang menyindir Rein. Hatinya jadi panas melihat prianya bersama wanita lain.

"Sayang, kau belum sarapan, bukan? Duduklah, aku akan melayani mu." Rein memapah Nayla duduk dan mengabaikan mereka semua.

Tentu saja perlakuan lembut Rein tersebut membuat mereka heran. Siapa sebenarnya wanita ini?

"Tunggu! Kenapa pelayan ini harus duduk bersama kita?! Tempatnya di dapur, bukan di sini Reinhard!" teriak William.

"Perempuan miskin, rendahan seharusnya tahu diri. Usir dia Rein!" sahut Mia yang ikut mendukung suaminya. "Dasar tidak tahu sopan santun!"

"Mark! Bawa pelayan ini keluar!" perintah William pada Mark.

"Tapi Tuan, nona Nayla bukan--"

"Cukup!!!" Rein yang sejak tadi diam saja sudah tidak bisa menahan amarahnya melihat sang istri terus dihina dan di caci maki. Kalau saja William bukan orang tua kandungnya, mungkin saja Rein sudah menghabisinya terlebih dulu.

"Maafkan saya Tuan, saya bukan pelayan Rein melainkan istri sahnya!" jawab Nayla dengan tegas.