"Sulit adalah kita, tapi kisah cinta ini hanya ada kita, aku dan kamu tanpa ada mereka."
-----------
Ketika melanjutkan jenjang pendidikan ke sebuah Universitas, Cheryl terpaksa mengikuti keinginan orang tuanya untuk tinggal di rumah Tantenya Diandra dan Gavin, suaminya. Awalnya Cheryl menolak karena sejak dulu dia sudah tertarik dengan Gavin yang di matanya terlihat sebagai sosok yang dewasa. Namun, karena paksaan dari keluarga, akhirnya Cheryl setuju untuk tinggal di rumah Diandra.
Gavin yang sejak dulu selalu menganggap Cheryl sebagai gadis kecil yang lucu, kini harus mengubah pola pikirnya saat melihat Cheryl yang kini tinggal bersamanya sebagai sosok yang dewasa. Kesibukan Diandra sebagai seorang model yang sering meninggalkan Gavin dan Cheryl dalam satu rumah semakin membuat keduanya semakin dekat, hingga suatu malam saat Diandra sedang menghadiri gelaran Paris Fashion Week, hubungan satu malam pun terjadi diantara Gavin dan Cheryl yang menjadi awal dari hubungan gelap me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Weny Hida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melepaskan
Sudah lima hari Gavin dan Cheryl tinggal dalam satu rumah, tanpa ada Diandra. Selama lima hari itulah, hubungan Gavin dan Cheryl menjadi semakin dekat. Bukan hanya tampak sebagai sepasang kekasih, tapi juga terlihat seperti seorang sepasang suami istri. Setiap hari Cheryl melayani dan mempersiapkan segala kebutuhan Gavin, bahkan tidak hanya pada Gavin, tapi juga dengan pada Frizz. Cheryl merawat Frizz layaknya seorang ibu kandung yang merawat putranya. Semuanya terlihat begitu indah, layaknya sebuah keluarga yang harmonis, meskipun kata cinta belum pernah terucap dari bibir keduanya.
Selama lima hari inilah, Gavin juga merasa begitu bahagia. Yang tidak pernah dia dapatkan dari Diandra, bisa dia dapatkan dari Cheryl. Gadis muda itu benar-benar telah melayaninya dengan begitu baik mulai dari memasak, menyiapkan pakaian, mendengar keluh kesah mengenai pekerjaannya, serta memenuhi kebutuhan lainnya, termasuk kebutuhan biologisnya.
Sore ini, ketika dalam perjalanan pulang di dalam mobil Gavin, pikiran Cheryl tampak melayang membayangkan kemesraannya dengan Gavin yang akan berakhir dengan kehadiran Diandra. Tak ada lagi pelukan di malam hari saat mereka tidur dalam satu ranjang yang sama, tidak ada lagi ciuman di dalam mobil saat Gavin mengantarkan Cheryl ke kampusnya, dan tidak ada lagi kemesraan yang biasanya mereka lakukan setelah Frizz tidur. Gavin yang melihat Cheryl termenung kemudian menggenggam tangannya.
"Kau kenapa?" tanya Gavin.
"Hari ini Tante Diandra pulang, Om."
"Kau sedih?"
"Jujur saja aku sedih, tapi aku bisa apa? Tante Diandra adalah istrimu bukan aku. Dia yang lebih berhak atas dirimu sedangkan aku? Hanya sebatas wanita simpananmu saja. Iya kan?" ucap Cheryl sambil menundukkan wajahnya. Gavin kemudian mengangkat dagu Cheryl, lalu membelai wajahnya.
"Sayang kau yang terbaik," jawab Gavin kemudian mengecup bibir Cheryl yang membuat Cheryl tersenyum. Meskipun saat ini perasaan Cheryl begitu berkecamuk, tapi dia tidak ingin memperlihatkan wajah sedih di depan Gavin karena hanya akan membuat hubungan mereka terlihat semakin rumit. Ya, anggap saja dia baik-baik saja dan memang seharusnya seperti itu karena dia harus sadar dengan posisinya saat ini.
Tak berapa lama, mereka pun sampai di rumah Gavin. Baru saja mereka melangkahkan kakinya ke dalam rumah tersebut, terdengar suara teriakan dari Diandra.
"Mas Gavin!" panggil Diandra. Dia kemudian berlari ke arah Gavin dan memeluknya.
"Mas aku kangen!" ucap Diandra.
Cheryl yang melihat pemandangan yang ada di depan matanya hanya bisa mengulaskan senyum tipis, sebuah senyuman untuk menutup luka yang dia rasakan di dalam hatinya.
"Aku ke kamar dulu, Om, Tante," ucap Cheryl. Dia kemudian bergegas menuju ke kamarnya, Gavin hanya menatap punggung Cheryl yang kini berjalan meninggalkan mereka, tanpa Gavin tahu di balik punggung itu, air mata telah mengalir membasahi wajah Cheryl. Gavin kemudian melepaskan pelukan Diandra.
"Kenapa Mas, apa kamu nggak kangen sama aku?"
Gavin kemudian tersenyum sinis. "Apa itu penting bagimu? Selama ini aku selalu merindukanmu, tapi apa kau pernah memikirkan rasa rinduku padamu? Bahkan rasa rindu ini sudah mengendap, Diandra!"
"Apa maksudmu, Mas?"
"Jadi kau belum menyadari keegoisanmu? Kau pergi begitu saja, bahkan mengabaikan putramu yang sedang sakit. Lalu, setelah itu tanpa rasa bersalah, ataupun ucapan maaf, kau mengatakan rindu? Kau pikir aku ini apa Diandra?" bentak Gavin.
Dia kemudian berjalan ke dalam kamar meninggalkan Diandra yang kini terdiam sambil menatapnya dengan tatapan kosong.
'Mas Gavin?' batin Diandra. Dia kemudian mengikuti langkah Gavin masuk ke dalam kamar.
"Mas, aku minta maaf padamu," ucap Diandra saat mereka sudah ada di dalam kamar tersebut. Namun, Gavin hanya terdiam.
"Mas tolong maafkan aku, tolong jangan bersikap seperti itu padaku. Tolong mengertilah, bukanlah kau tahu cita-citaku? Aku hanya tidak mau membuang kesempatan ini begitu saja, Mas. Aku janji, ini yang terakhir. Aku tidak akan mengecewakanmu lagi, Mas. Tolong jangan bersikap seperti ini padaku, jangan buat aku tersiksa karena sikapmu. Kau tahu kan aku sangat mencintaimu?"
"Cinta? Cih?"
"Mas.., tolong maafkan aku."
Melihat sikap Gavin yang begitu ketus padanya, Diandra lalu berlutut di hadapan Gavin. "Mas, tolong maafkan aku!" ujar Diandra sambil terisak.
Saat melihat Diandra yang menangis sambil berlutut di hadapannya, amarah Gavin pun sedikit mereda. "Kali ini kumaafkan!" jawab Gavin singkat sambil berjalan meninggalkan Diandra.
Diandra yang melihat Gavin pergi begitu saja, kemudian bangkit dari atas lantai lalu memeluknya. "Mas, tolong jangan bersikap seperti ini, aku rindu!" isak Diandra sambil memeluk Gavin, lalu menciumi tengkuk Gavin.
"Mas, aku rindu!" bisik Diandra di telinga Gavin sambil mengecup daun telinganya. Melihat Gavin yang tak bereaksi, Diandra lalu memainkan jemarinya di dada bidang Gavin sambil terus menciumi tengkuk dan punggung Gavin yang membuat Gavin terperdaya pada rayuannya. Gavin kemudian membalikkan tubuhnya lalu melummat bibir Diandra.
'Akhirnya kau luluh juga, Mas. Memang sudah seharusnya seperti itu, kau harus takluk padaku. Sejak awal, hubungan ini memang didasarkan atas kebohongan, termasuk kebohonganku saat malam pertama kita. Aku memang telah melakukan operasi keperawanan sebelum menikah agar kau percaya hanya kau laki-laki yang pernah menyentuhku. Tidak hanya itu saja, bahkan satu hari menjelang hari pernikahan kita, aku baru tahu kalau aku sedang mengandung anak dari Alex. Untungnya usia kehamilanku baru memasuki usia lima minggu, dan aku memang sengaja tidak mengkonsumsi banyak makanan saat hamil, jadi ketika aku melahirkan Frizz bobotnya memang rendah, dan kalian semua percaya kalau dia lahir prematur. Ah, kau memang bodoh Mas Gavin, dan aku menyukai kebodohanmu itu,' batin Diandra.
Sementara itu, Cheryl yang sedang berjalan melewati kamar Gavin sayup-sayup mendengar suara dessahan dari dalam kamar itu. Tak dapat dipungkiri, jika hatinya terasa begitu sakit. Dia kemudian berlari menuju ke kamarnya, menutup pintu kamar itu, lalu menjatuhkan tubuhnya ke atas lantai, seketika tangisnya pun pecah.
"Rasa cinta memang terkadang begitu menyakitkan, dan aku terjerumus pada luka akibat jatuh dari mimpi yang melampaui bintang. Aku bagaikan anak domba yang ingin menggapai bintang, namun aku terlalu jauh bermimpi. Hingga akhirnya, aku terjatuh dengan teramat pilu. Seharusnya aku sadar, aku hanyalah pelampiasan karena kata cinta itu memang tidak pernah terucap. Dan saat ini aku harus bangun dari mimpiku dan belajar untuk melepaskan. Melepaskan hal yang tidak layak untuk digenggam," ujar Cheryl lirih.
Dia kemudian menghapus air matanya dengan kasar, lalu bangkit dari atas lantai, dan mengemasi barang-barangnya.