Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bendera Hijau Angkasa
Pagi ini, Rosa sudah mempersiapkan semuanya. Bahkan dia membawa rok cadangan di tasnya. Tidak masalah meskipun hari ini dia jadi membawa ekstra tote bag. Bu Asih memberinya sebotol minuman yang dibilang ramuan. Bu Asih bilang, Papa minta dibuatkan rebusan yang biasa di minum Mama dulu. Jadi, Bu Asih membuatkannya juga untuk Rosa.
Rosa mengangguk menerima.
Rama tersenyum saat melihat adiknya berjalan ke arah mobil baru mereka.
Kemarin Rama bilang mobil itu ditukar tambah dengan motornya, tapi nyatanya Rosa melihat motor Rama terparkir di dalam garasi. Jadi sepertinya Rama dan Papa sudah berdiskusi tentang mobil ini. Terserahlah, Rosa tidak mau ambil pusing.
Mereka berangkat lebih pagi. Selain karena ini hari senin, membawa mobil berarti harus lebih sabar. Tidak seperti naik motor yang bisa lebih leluasa menyalip.
“Udah baikan?” tanya Rama. Dia berhenti saat lampu berubah merah.
Rosa mengangguk. Dia menatap lurus ke depan.
“Maaf sabtu kemarin, aku kaget, dan gak tau harus bilang apa,” katanya jujur.
Kebisuan Rosa membuat jarak seakan lebih menjauh. Rama melajukan mobil saat lampu jadi hijau. Dia tidak berusaha untuk membuat Rosa mengerti apa yang dia rasakan. Rama sendiri tahu, adiknya sudah penuh dengan perasaannya sendiri.
Tapi sekali lagi, meskipun sulit, meskipun lama. Meskipun jurang diantara mereka semakin melebar. Ucapan Rosa kemarin tak akan terucap begitu saja jika Rosa tidak percaya padanya. Jadi, Rama akan terus mencoba. Dia akan jadi kakak yang baik.
-o0o-
Bel istirahat kedua terdengar. Rosa bergegas ke toilet. Bella dan Najwa bilang akan menunggunya di kantin. Rosa mengangguk menyetujui. Jadi dia bergegas menyusul keduanya setelah selesai. Sampai di pintu menuju kantin, Angkasa berdiri di depannya.
“Lo bawa?” tanyanya.
Mata Rosa menatap tak percaya. “Kak Asa jangan bercanda sekarang,” katanya dengan muka memerah.
Angkasa menatapnya tak mengerti, lalu dia ingat kejadian kemarin. Rosa pasti salah sangka, “Foto, Sa,” kata Angkasa dengan nada lembut. Dia mengangkat kedua alisnya, menunggu jawaban Rosa.
Tersadar dari kebodohannya, Rosa menutup mata, dia menggigit bibir dalamnya, kemudian kembali menatap Angkasa. Dia malu sekali. Jadi Rosa tersenyum kecil, “Aku lupa bawa juga, Kak,” jawabnya.
Tawa kecil Angkasa membuat Rosa sedikit lega. Cowok di depannya kemudian menunduk. “Kalau udah bawa, kabarin gue ya,” katanya dengan bisikan yang jelas.
Anggukan Rosa menjadi jawaban. Tangan Angkasa terulur menyentuh puncak kepala Rosa. Dia berjalan melewatinya tapi segera berhenti saat Rosa kembali memanggilnya.
“Kak Asa, kemarin ...,” Rosa merasa sulit meneruskan kata-katanya.
Angkasa berbalik, mengajak Rosa menepi ke sudut sepi. Dia kembali mensejajarkan tingginya dengan Rosa, “Kemarin udah lewat. Kalo lo gak mau ngomongin itu, gue juga gak mau bahas,” katanya. Angkasa tahu apa yang membuat Rosa cemas.
Merasa tak akan ada yang mencuri dengar sambil lewat, Rosa meneruskan pertanyaanya, “aku mau nanya, kenapa Kak Asa bisa tau?”
“Lo penasaran sama itu?” tanyanya. Dia kembali menegakan punggungnya.
Rosa mengangguk kecil. Dia ingat kemarin belum sampai tembus. Jadi tidak terlihat. Tapi Angkasa bisa tahu.
“Gue belajar dari Mama, Sa. Mama beberapa kali kedatangan tamu pas kita lagi diluar. Jadi gue tau apa yang harus gue lakukan. Gue udah bilang gue cuma hidup sama Mama kan?” jelas Angkasa.
Rosa mengangguk.
“Kira-kira begitulah. Mama kasih tau biar gue gak jadi cowok brengsek katanya,” Angkasa meneruskan. Dia bersandar pada tembok.
Mata Rosa menatap cowok di depannya itu. Menarik napas panjang, “Aku belum sempet bilang kemarin karena aku malu banget. Tapi makasih banyak, Kak Asa,” katanya kemudian.
Angkasa mengangguk, “No problem,” katanya ringan.
Rosa tersenyum.
“Tapi, Sa, jangan memaksakan. Apa yang gak mau lo bahas, apa yang gak mau lo omongin sama gue, jangan membahasnya. Yang kemarin biarlah terjadi kemarin. Gue gak akan minta lo untuk ngasih tau semuanya ke gue. Kalau lo gak nyaman, lo bisa keep buat sendiri aja. Kita bicarain apa yang nyaman buat lo.” Angkasa bicara sambil menatap ke dalam mata coklat Rosa. Tidak ada senyum. Angkasa serius dengan ucapannya.
Mendengar itu Rosa tidak bisa menjawabnya. Dia melihat mata itu menatapnya dengan tegas.
“Lo gak nyaman ngomongin yang kemarin kan?” tanya Angkasa.
Mengerjapkan matanya, Rosa kembali hanya mengangguk.
“Jadi jangan dibahas. Gue ngelakuin apa yang harus gue lakuin saat itu,” Angkasa menegaskan. Dia tidak mau cewek itu terbebani dengan perasaannya. “Jadi besok bawa fotonya. Gue mau liat,” katanya kemudian.
Rosa kembali kaget. Cowok ini gak bisa ditebak. Dia tersenyum, “Oke, aku bawa besok,” jawabnya kemudian.
Angkasa segera berpamitan pergi. Dia melambaikan tangan sambil berlalu. Rosa masih mematung. Tidak percaya dengan apa yang dibicarakan Angkasa tadi.
-o0o-
“Ngobrolin apa, sih?” tanya Bella setelah Rosa duduk bersama.
Rosa tersenyum kecil, “Kak Asa mau lihat-lihat foto. Aku punya kamera penuh foto waktu di desa,” jawabnya.
Najwa mengangguk, “Jadi sejak kapan Kak Angkasa berubah jadi Kak Asa?” godanya.
Pipi Rosa bersemu merah jambu, “Kemarin,” jawabnya. Dia memang belum memberi tahu Bella dan Najwa tentang kemarin.
“Ada apa kemarin?” tanya Bella dengan semangat.
Rosa menatap kedua temannya, “kemarin, aku dan Kak Asa, pergi main,” katanya kemudian. “Kita mau temenan.”
Bella dan Najwa menatap tak percaya. “Kalian kemana aja?”
Rosa menceritakan sedikit yang terjadi kemarin. Tidak sampai bagian terakhir. Rosa malu.
“Aduh, cocok nih,” kata Najwa.
Bella mengangguk setuju, “Kita dukung!”
Kepala Rosa menggeleng. Dia benar-benar suka dengan ide menjadi teman Angkasa. Cowok itu membuat Rosa nyaman dengan caranya. Angkasa juga yang membuatnya bisa tertawa. Menguapkan beban di hatinya.
-o0o-
Besoknya, Rosa membawa kameranya. Dia bahkan belum berniat mencetak satupun foto yang sudah diambilnya. Kebanyakan hanya foto awan, gunung, sawah, sungai, kucing, daun, dan bunga. Rosa tidak tahu kenapa Angkasa ingin melihatnya.
Tapi mungkin dia bisa belajar sedikit. Selain belajar pelajaran, dia sepertinya harus belajar yang lain. Mengisi harinya dengan kegiatan lain. Rosa sedang mempertimbangkan untuk masuk klub photography.
Sesaat setelah bel istirahat berbunyi, Angkasa muncul di depan pintu. Dia melambaikan tangan pada Rosa. Najwa yang melihatnya langsung menyikut Rosa yang masih membereskan bukunya.
Rosa mengalihkan pandangannya, lalu tersenyum. Dia didorong Bella untuk tidak mempedulikan mereka berdua.
“Udah, kita ke kantin berdua aja,” katanya saat Rosa mengajak keduanya untuk ikut.
Jadilah Rosa menenteng tas kameranya keluar kelas. Angkasa langsung mengambil alih saat Rosa sudah di depannya. Dia menuntun Rosa ke bangku-bangku panjang di dekat taman sekolah, di antara pohon cemara berdaun panjang.
Segera Angkasa melihat-lihat foto-fotonya.
“Kak Asa mau lihat apa, sih? Aku bukan pro. Itu diambil gak pake pedoman apa-apa.” Rosa melihat Angkasa yang serius dengan kameranya.
“Lo seneng ambil fotonya?” tanya Angkasa.
Rosa menggigit bibir dalamnya, mengingat perasaan apa yang dulu dirasakannnya. “Kayaknya aku suka. Aku inget bisa jalan-jalan dan ga mikirin apapun,” jawabnya kemudian.
Senyum Angkasa terkembang, “Mau ikutan klub foto? Mereka masih buka anggota,” katanya. Dia mengulurkan kamera Rosa ke pemiliknya, “Bagus, gue suka. Jadi tau gimana tempat lo dulu.”
Menerima kameranya, Rosa ikut melihat-lihat kembali. “Aku kangen suasana ini,” katanya. Dia senyum sekilas, memindahkan pandangannya pada Angkasa di sampingnya, “mungkin aku harus ikut klub?”
“Kalo lo minat. Sekolah kita punya banyak extra,” Angkasa menatap Rosa, “atau ikut band kita?” tanyanya.
Rosa tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya, “Gak bisa, Kak Asa, aku gak bisa nyanyi,” tolaknya.
“Kita latihan pulang nanti. Lo udah pernah lihat kita latihan?”
Rosa mengangguk lagi, “Udah, tapi cuma sebentar.”
Angkasa mengangguk, “Udah dua minggu yang lalu. Waktu itu kita test vokal.”
“Kak Asa nyanyi lagu apa hari ini?” Rosa tidak mau mengingat lirik lagu yang dinyanyikan Angkasa waktu itu.
“Hari ini gak nyanyi. Kita udah ada anggota baru, jadi kita tes mereka dulu,” Angkasa tersenyum. Dia sudah kelas XII tahun ini. Jadi secepatnya akan berhenti dari klub untuk persiapan ujian.
Rosa mengangguk mengerti. “Apa aku masih bisa denger Kak Asa nyanyi?”
“Bisa,” Angkasa menjawab pasti.
Rosa tersenyum. Sedikit berharap nanti Angkasa akan membawakan lagu yang lebih baik untuk perasaannya.
“Mau coba ikut gue ke tempat bagus buat foto?” tanya Angkasa saat mengantarkan Rosa kembali ke kelas.
Rosa mencoba mempertimbangkannya, “Boleh,” jawabnya akhirnya.
-o0o-