Ternyata tinggal bersama ibu mertua tak seindah bayangan Gita. Miranti terus saja menyiksa batin serta fisiknya.
Gita mengalami baby blues pasca melahirkan hingga hampir mencekik bayinya sendiri.
Miranti dengan rencana yang telah tersusun rapi di dalam otaknya, semakin kejam dalam menyiksa batin Gita. Melayangkan berbagai fitnah, hingga sang putra, Pramudya membenci, Gita dan memasukkannya ke rumah sakit jiwa.
Apa langkah yang harus Gita ambil dalam rumah tangganya. Ketika sang ibu mertua menyimpan dendam padanya dari kehidupan masa lalu.
Apakah Gita tetap bertahan dengan rumah tangga yang bagaikan neraka itu?
Atau pergi dan membuat Pram menyesal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chibichibi@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 31. Rencana Miranti.
Miranti datang lagi pagi itu karena memang dirinya berniat untuk kembali menjalankan rencananya yaitu menyiksa batin Gita. Mendengar kejadian semalam memberikannya kesempatan untuk kembali menjadi kompor meleduk dalam rumah tangga putranya itu.
Keadaan hati Pram yang panas pun di manfaatkan oleh Miranti untuk menjejalkan informasi yang salah agar sang putra perlahan menanamkan kebencian terhadap menantunya itu.
"Sudah kau sarapan saja dulu. Kalau terus memikirkan kelakuan istrimu itu yang ada nanti kau terserang penyakit. Ayo makan, Mama sengaja kesini pagi-pagi, karena sudah punya firasat. Kau itu, telah salah memilih perempuan. Rumah tanggamu bukannya adem ayem tapi terus saja berasap dan ada saja masalah yang timbul," oceh Miranti sambil menyendok nasi goreng ke dalam piring Pram.
Mereka berdua pun makan tanpa memikirkan Gita. Padahal, wanita itu tadi pamit mandi sebentar. Setelah Gita keluar dari kamar mandi, keduanya telah selesai sarapan. Pram bahkan pamit bekerja tanpa bicara sepatah katapun pada istrinya itu.
"Mas!" panggil Gita. Ia berharap pagi ini kemarahan suaminya akan mereda. Siapa sangka justru dirinya malah bangun kesiangan. Padahal Gita sudah berencana untuk memasak makanan kesukaan Pramudya.
"Sudah, untuk apa kau panggil suamimu! Dia mau kerja, apa kau mau Pram terlambat dan di pecat, itu maumu hah!" bentak Miranti seraya memukul bahu Gita.
Wanita itu, tak enak kalau tidak menjatuhkan tangannya ke tubuh sang menantu. Meskipun, tak berniat melawan namun Gita tetap berusaha payah menahan dirinya agar tidak marah.
"Pasti, mas Pram telah cerita sama Mama tentang kejadian semalam, kan? Aku minta maaf, Ma. Itulah adalah kecerobohan yang tidak di sengaja," jelas Gita. Sebelum sang mertua marah dan menyalahkannya.
"Kau memang perempuan bodoh. Istri yang tidak bisa dibanggakan. Menantu yang tidak pantas diandalkan. Kau itu tidak berguna!" hardik Miranti lagi seraya mendorong kepala sang menantu dengan ujung jarinya.
Betapa Gita merasa tak ada harganya. Di depan suami maupun mertuanya sendiri. Padahal, bayangan Gita ketika menikah nanti maka ia akan mendapatkan sebuah keluarga yang utuh. Hal yang tak pernah ia miliki sejak kecil.
Akan tetapi, semau itu di luar ekspektasinya. Gita, bukannya mendapat keluarga yang bisa melindungi dirinya, justru malah mendapatkan keluarga yang tak pantas di sebut keluarga. Rumah yang sama sekali tak menentramkan hatinya.
Manusiawi, jika pada akhirnya ia menyesali semua keputusannya dulu.
"Kenapa Mama selalu kasar? Seharusnya Mama menasihati mas Pram agar memaafkanku. Semua itu kecelakaan, aku terlalu lelah mengurus Asha sendirian dari pagi hingga tengah malam. Padahal, dia adalah anak kami berdua!" Gita yang tak tahan lagi, mengeluarkan uneg-unegnya pada Miranti.
"Hei, bodoh! Aku ingin Pram membencimu. Jadi, kenapa aku harus menasihati dia? Lagipula, kejadian semalam sedikit memberiku ide," ujar Miranti dengan seringai jahat yang tercetak di wajahnya.
"Kenapa Mama ingin mas Pram membenciku?" Gita masih menahan emosinya hingga seluruh tubuhnya bergetar.
"Agar kau tersiksa dan menyesal telah terlahir keduanya sebagai manusia tak berguna lagi bodoh!"
"Hahaha!" Miranti tertawa kencang tanpa memikirkan apakah bayi yang tengah tertidur di dalam kamar akan terganggu atau tidak.
Mendengar ucapan Miranti membuat Gita sontak mencengkeram dadanya. Rasanya sakit sekali, bahkan ia merasa kesulitan untuk bernapas saking kesal yang hanya mampu di tahan. Gita menarik napasnya dalam-dalam, lalu segera berlari kekamar.
Gita segera mengangkat sang bayi. Meletakkannya di atas kasur. Lalu, Gita keluar kamar untuk mengambil air hangat.
Pada saat itulah, Miranti masuk ke dalam kamar.
Wanita penuh baya itu menatap ke arah bayi yang tak berdosa itu.
"Maaf, aku harus menggunakanmu untuk menyiksa ibumu," gumamnya dengan sebuah seringai jahat.
...Bersambung ...
walaupun singkat tapi mantap..terus berkarya dan sehat selalu 😘😘