Muka Dua Ibu Mertua
Pramudya dan Gita telah memutuskan untuk mengikat janji sebagai suami-istri. Mereka berkenalan singkat di perusahaan yang sama. Acara pernikahan di gelar tidak terlalu mewah. Karena, kebetulan Gita hidup sebatang kara.
Miranti, yang merupakan orang tua tunggal bagi Pramudya, menerima Gita sebagai menantunya dengan sebuah rencana tersimpan di hatinya. Karena itu, ia meminta agar sang putra tetap tinggal bersamanya. Ia takkan membiarkan Gita menguasai Pramudya. Anak yang telah ia besarkan mati-matian sepeninggal suaminya.
"Makasih ya, sayang. Kamu sudah mau menuruti kemauan mama," ucap Pram ketika keduanya telah selesai pada penyatuan panas yang kesekian kalinya. Namun, mereka masih saling berpelukan.
"Karena aku tau, Mas. Seorang istri itu ... harus ikut kemanapun suaminya pergi. Lagipula, mama kan tinggal sendirian. maksudku, Bik Sukma terkadang tidak pulang," sahut wanita muda yang merupakan kepala divisi keuangan di perusahaan, dimana Pram juga bekerja di sana sebagai staff.
Pram, menatap wajah wanita muda berusia sekitar dua puluh lima tahun itu dalam, dan kembali melabuhkan ciuman di kening serta bibir Gita. Karena, pria yang lebih tua tujuh tahun dari istrinya itu bahagia atas jawaban dari wanita cantik nan seksi di hadapannya ini.
Gita berpikir tak ada buruknya jika, dia memutuskan untuk tinggal bersama dengan ibu mertuanya. Lagipula, dia sudah lama hidup seorang diri, maksudnya tanpa kedua orang tua. Mungkin, ia bisa menganggap Miranti sebagaimana ibunya sendiri.
"Mama senang kalian akhirnya memutuskan untuk tinggal di sini. Setidaknya, kini ... Mama tidak akan merasa kesepian lagi. Karena, Mama akan ada teman bicara setiap saat," ucap Miranti dengan senyum penuh arti. Bahkan, ada beberapa kalimat dari perkataan Miranti yang tidak Gita mengerti maksudnya.
Namun, Gita hanya bisa tersenyum menanggapi ucapan ibu mertuanya itu. Pram senang, karena dua wanita yang ia cintai kini bersama dalam satu atap.
Selepas Pram berangkat kerja, Miranti mendekati Gita. Sudah tiga bulan anaknya menikah, akan tetapi wanita muda ini belum juga hamil. Miranti lelah dengan pertanyaan dari para tetangganya.
"Git!" panggil Miranti pada Gita yang sudah rapi dan siap berangkat kerja.
"Ya, Ma. Aku sudah masak makan siang dan membersihkan kamar, Mama," jawab Gita seraya menjelaskan pekerjaannya pagi ini sudah selesai.
"Anak temen mama yang baru sebulan menikah sudah hamil. Pasti sangat bahagia saat dia mendengar kabar itu. Terasa panas ketika mama mendengarkan racauannya disana." Mama mengatakan itu dengan begitu santai didepan mata menantunya, yang saat itu seketika diam seribu bahasa.
"Lalu, kapan kamu hamil dan beri Mama cucu!" tegas Miranti dengan segala pertanyaan yang terulang nyaris setiap hari. "Mama sudah bosan mendengar pertanyaan dan celotehan semua tetangga. Membandingkan kamu dengan anak mereka, yang bahkan baru saja menikah sudah hamil. Sedangkan kamu?" Miranti menatap tajam menantunya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
Sebelum menjawab, Gita terlebih dulu menarik napas dalam. Karena, dadanya tiba-tiba sesak akibat ucapan Miranti. "Gita sama Mas Pram, masih menikmati masa pacaran setelah halal, Ma. Kami berdua--"
Belum selesai Gita menjelaskan, sang mama mertua sudah memotong ucapannya. "Bisa tidak, kalau saya ngomong itu jangan di bantah! Asal kamu tau, Gita. Saya paling tidak suka penolakan, paham kamu!" Miranti membentak sembari mencengkeram lengan menantunya itu.
Tentu saja hal itu membuat Gita, terkesiap.
Semakin hari sikap dan sifat ibu mertuanya ini semakin jelas terbuka. Miranti yang awalnya baik dan perhatian padanya. Kini, nampak kelihatan sifat aslinya.
"Gita ... akan bicarakan lagi sama Mas Pram ya, Ma. Kapan, kita akan mulai program hamil. Karena, pekerjaanku hingga setahun kedepan akan sering keluar kota. Tidak mungkin jika aku hamil, maka--"
Miranti terus saja memotong ucapan menantunya. "Ya sudah berhenti kerja. Tugas istri kan melayani suami dan melahirkan!" Terlihat Gita semakin gelisah, bukan hanya karena waktu yang terus berjalan. Akan tetapi, karena tuntutan mendadak dari Miranti. Wanita cantik yang sangat elegan kala mengenakan pakaian kerjanya ini berusaha kalem menghadapi sifat keras sang mama mertua.
"Iya Ma. Nanti, Gita akan bicarakan ini ke Mas Pram. Mama sabar ya, jangan terlalu mendengar perkataan orang," saran Gita berusaha bicara pelan dan santun. Akan tetapi, tidak dengan Miranti. Wanita paruh baya itu semakin emosi.
"Ingat Gita! Perempuan yang sudah menikah itu harus mengabdi pada keluarganya. Lebih baik, kamu kasih jabatan kamu itu ke Pram. Lalu kamu berhenti kerja dan jadi ibu rumah tangga seutuhnya, biar bisa cepat hamil!" ketus Miranti semakin menjadi. Bahkan, cekalan di lengan menantunya semakin erat. Gita hanya bisa meringis kecil dan menghela napas.
Ternyata tinggal bersama ibu mertua tak seindah bayangan Gita. Miranti terus saja memerintahkannya mengerjakan pekerjaan berat, bahkan yang biasa di kerjakan oleh ART.
Namun, Gita berusaha untuk memaklumi. Ia mencoba berbakti pada pintu surga suaminya itu. Karena, Gita sangat tau jika Pram, sangat menyayangi ibunya.
Gita mengangguk patuh sebelum ia pamit pergi. Karena takkan pernah selesai jika menanggapi keegoisan Ibu mertuanya itu. Dia sudah mencoba untuk menerima segala pekerjaan yang dibebankan kepadanya sebelum berangkat kerja.
Seperti memasak serta mencuci pakaian Miranti dan juga Pramudya. Padahal, mereka bisa saja meletakkan pakaian kotor di laundry. Akan tetapi, Miranti melarang dan mengatakan bahwa itu adalah jalan bakti bagi seorang istri dan juga menantu.
Malam harinya Gita menyampaikan keinginan Miranti pada, Pram. "Aku setuju dengan ide dari Mama. Jika kau mau, aku bisa menghandle semua kebutuhan kita. Jika memang kamu mau menyerahkan kursi jabatanmu pada Mas. Fokuslah menjadi istri dan ibu dari anak-anak kita," tutur Pramudya. Gita sudah menduga, jika suaminya ini pasti akan selalu setuju dengan apapun keinginan dari mamanya.
"Baiklah, Mas. Aku akan bicarakan ini pada atasan. Karena selama ini juga ku perhatikan kinerjamu sudah semakin bagus. Lagipula, terlihat sangat tidak adil jika sepasang suami istri bekerja di perusahaan yang sama," ucap Gita dengan senyum ikhlas.
Setidaknya, ia juga butuh istirahat. Ia ingin menjalani profesi barunya sebagai seorang istri yang bisa sedikit lebih santai menikmati hari-harinya di rumah menunggu hingga sang suami pulang. Begitulah, bayangan indah nan manis yang ada di pikiran Gita.
Singkatnya, proses pemindahan jabatan telah selesai. Pram kini menduduki jabatan sebagai kepala divisi staf keuangan.
Gita kini telah menjalani peran full sebagai ibu rumah tangga. Namun, bayangan indah dan manis yang ada di dalam benaknya ternyata jauh dari kenyataan.
Sikap Miranti semakin menunjukkan bahwa wanita paruh baya itu seperti menaruh kebencian padanya. Karena mereka masih tinggal bersama maka, Miranti yang memegang semua uang gaji Pramudya. Putranya itu, hanya boleh memberi uang jajan ala kadarnya untuk Gita.
Gita diam dan menerima itu semua. Toh memang benar ia tidak memerlukan uang untuk belanja keperluan. Setidaknya ia masih memiliki simpanan di tabungannya sendiri yang tidak diketahui oleh orang lain termasuk Pramudya.
Pram sebelum memberikan uang gaji kepada sang mama telah lebih dulu membelanjakan segala kebutuhan Gita dan kebutuhan di rumah itu untuk satu bulan ke depan.
Didepan putranya, Miranti akan terlihat perhatian sekali pada Gita. Namun, perlakuannya berubah seketika, setelah Pram berangkat bekerja. Miranti, bahkan sengaja memberikan pekerjaan rumah tangga yang banyak dan berat pada Gita dengan alasan bahwa itu adalah bakti dari seorang istri dan menantu. Hingga, Miranti sengaja meliburkan asisten rumah tangga untuk sementara.
Semua badan yang terasa sakit, membuat Gita mengadu pada Pram. "Sudahlah, kamu jangan manja. Memang aku tau selama ini kami hidup enak. Tapi benar kata mama. Kamu harus bisa membiasakan diri. Lagipula, mana mungkin mama memberhentikan Mbok Sumi," timpal Pram.
"Kamu kok gitu, Mas. Kerjaan ini terlalu berat buat aku. Mama tuh sengaja memecat ART kita. Agar aku tersiksa. Gimana aku bisa hamil coba," rajuk Gita berharap, Pram mendengar keluhannya.
"Mana ada! Mama bilang padaku jika dia masih bekerja. Hanya saja sekarang tidak lagi menginap di sini, semenjak suaminya kena stroke," kilah Pram.
Mendengar penuturan Pram yang selalu dan selalu akan membela sang mama, Gita hanya bisa pasrah. Ia hanya bisa mengelus dada karena Miranti sering memutar balikkan fakta. Tak ada lagi yang bisa ia lakukan, selain cepat hamil. Agar pekerjaannya di rumah itu tidak terlalu banyak. Siapa tau juga, Pram bisa memanjakannya. Karena, Gita tak mau juga hubungan antar ibu dan anak ini jadi renggang.
Pagi ini, Miranti kembali marah-marah lantaran pekerjaan Gita berantakan. Wanita paruh baya itu sengaja menyiksa istri dari Pram. Karena, dia sangat membenci menantunya itu.
Gita seharian itu muntah-muntah terus. Ternyata ia hamil. Gita menyembunyikan testpack untuk mengejutkan suaminya nanti. Melihat kesempatan itu, Miranti kembali memiliki rencana.
"Jadi dia hamil. Hemm ...?" Miranti menampilkan seringai di wajahnya. Lalu ia meletakkan ponsel di dekat dapur. Setelah itu ia memanggil Gita dan menyerahkan gelas berisikan minuman.
Karena ia tau bahwa sang putra sangat berharap sekali segera memiliki anak. Dan, Miranti pun menyusun rencana agar Gita dibenci oleh putranya itu.
"Gita! Minum ini!"
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
Miranti orang tua jahat..😠😠 sabar Gita..
2023-09-13
1
Nuraini
liat promo di ig. mampir ya thor
sukses selalu 🔥
2023-06-16
1
Intan Anggraeny
Baca dulu
2023-06-10
1