"Kau hanya perlu duduk dan menghabiskan uangku, tapi satu hal yang harus kau penuhi, yakni kepuasan!" Sagara Algyn Maheswara.
"Asal kau bisa membuatku keluar dari rumah sialan itu, aku bisa memberikan apapun termasuk yang satu itu, Tuan." Laura Alynt Prameswari.
Laura menderita karena hidup dengan keluarga tirinya, ayahnya menikah lagi dan selama itu dia selalu ditindas dan diperlakukan seenaknya oleh keluarga barunya itu, membuat Laura ingin bebas.
Akhirnya, dia bertemu dengan Sagara. berawal dari sebuah ketidaksengajaan, namun siapa sangka berakhir di atas ranj*ng bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sendi andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Pria itu menatap gadis di depannya dengan senyuman kecil, keduanya sedang berada di ruang ganti butik saat ini. Sagara meminta Laura untuk membantunya mencoba jas yang direkomendasikan oleh gadis itu tadi.
Dengan tangan bergetar, Laura membuka satu persatu kancing kemeja yang dikenakan oleh pelanggannya. Dia berusaha untuk menetralkan ekspresi wajahnya, jujur saja ini pengalaman pertamanya.
"Kau gugup, Nona?"
"M-maaf, Tuan. Ini pertama kalinya.." Laura meminta maaf karena pelayanannya mungkin sangat kurang.
"Apa kau benar-benar melupakanku?"
"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Laura tanpa berniat untuk menatap wajah pria di depannya.
"Apa luka di siku mu sudah membaik?"
"Hah?"
"Laura."
"Aaahh, sudah membaik. Anda pria yang menabrak saya tempo hari, benar?"
"Hmmm.."
"Saya lupa, maaf." Jawab Laura. Dia sedikit lupa dengan perasaan gugupnya, dia bisa dengan mudah membuka semua kancing kemeja pria itu dan menggantinya dengan kemeja yang baru. Konon, Sagara akan pergi ke acara penting sekarang juga, jadi dia harus mengganti semua pakaiannya sekarang juga.
"Laura AP, itu singkatan?" Tanya Sagara saat memperhatikan name tag yang ada di seragam Laura.
"Benar." Sagara mengangguk-anggukan kepalanya, dia meneliti wajah Laura dengan seksama. Cantik.
"Maaf.." Laura memasukkan kemeja berwarna hitam itu ke dalam celah celana yang dikenakan oleh Sagara, membuat pria itu tersenyum puas. Sebagai langkah terakhir, Laura membantu Sagara memasang vest dan jasnya, selesai sudah.
"Sudah selesai, Tuan." Gadis itu menepuk-nepuk pelan jas yang telah terpasang rapi di tubuh tegap Sagara.
"Hmm, lumayan." Sagara melihat pantulan dirinya di cermin dan pilihan Laura ternyata bagus juga.
"Aku akan memberimu tips, Nona."
"Terima kasih, Tuan." Laura tersenyum kecil, setelahnya keduanya keluar dari ruang ganti. Tapi beberapa waktu kemudian, Laura kembali masuk sambil membawa paperbag. Dia melipat pakaian yang dikenakan oleh Sagara tadi dan memasukkannya ke dalam paperbag itu. Sedangkan Sagara tengah melakukan pembayaran di depan.
"Permisi, ini pakaian anda, Tuan."
"Terima kasih. Ini tips untukmu." Dengan sengaja, Sagara menyelipkan beberapa lembar uang ke dalam saku seragam Laura. Gadis itu membulatkan kedua matanya, bukan apa-apa tapi saku seragam itu tepat berada di dadanya.
"See you next time, Laura." Sagara tersenyum lalu berbalik dan pergi meninggalkan butik.
"Astaga, pria itu! Apaan banget sih, gak sopan. Mana bilang see you next time lagi, emangnya bakalan ketemu lagi?"
"Kenapa sih, misuh-misuh gitu?" Tanya Lily, dia juga baru selesai menangani pelanggan yang meminta dibantu fitting gaun.
"Gapapa kok."
"Ohh iya, katanya ketemuannya di undur jadi hari ini, Lau. Gapapa?"
"Kok gitu?"
"Gak tahu sih, tapi kayaknya calon papa gula Lo udah gak tahan pengen ketemu calon baby nya yang cantik dan manis ini."
"Astaga, Ly.."
"Mau gak? Tajir melintir lho ini, atasan papa gula gue."
"Serah dah, atur aja atur."
"Haha, siap. Nanti kalo jadi, Lo traktir gue tas branded yaa. Anggap aja, sebagai PJ. Gimana?"
"Lihat nanti aja, Ly. Ketemu juga belom."
"Iya-iya. Tapi, Lo alesan apa sama orang rumah nanti?" Tanya Lily sambil mengambil kemoceng.
"Kerja lembur." Jawab Laura. Sudah biasa kalau Laura pulang terlambat, dia pasti akan beralasan lembur. Kalau tidak begitu, pasti dia habis dimarahi nanti. Masih mending kalau hanya dimarahi, tapi lebih parahnya lagi, biasanya ibu tirinya itu akan memukulnya juga.
"Oke deh. Miris gue lihat hidup Lo, Lau. Semoga aja, papa gula ini bisa bikin hidup Lo berkecukupan. Kalo nanti kalian cocok, gue saranin mendingan Lo keluar dari rumah itu, Lau."
"Niatnya gitu, tapi gue takut jadi beban."
"Dia kaya, Lau. Percaya sama gue, kalo Lo minta dibeliin apartemen atau villa sekalian pun pasti dibeliin sama dia."
"Gue morotin dia dong kalo gitu?"
"Heh, tujuan Lo mau jadi sugar baby tuh apa sih kalau bukan morotin duit orang kaya?" Tanya Lily.
"Gapapa disebut materialistis, pria yang bilang begitu sama cewek, itu kemungkinannya cuma satu, gak mampu menuhin kebutuhan perempuan. Jadi, jangan didengerin."
"Iya iya, Ly. Bawel banget dah heran.."
"Haha, iya deh. Gue lanjut kerja yaa, disana ada kerjaan keknya." Laura hanya menjawab dengan anggukan kepalanya.
Sedangkan di sisi lain, Sagara tersenyum kecil sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran mobil mewahnya. Sam yang duduk di depan sambil mengemudi, tentu saja heran dengan tingkah bosnya itu.
"Ada apa, Tuan?"
"Apa?"
"Saya perhatikan setelah keluar dari butik tadi, anda terus saja senyam-senyum sendiri. Apa yang terjadi disana memangnya?"
"Kau tidak perlu tahu, Sam. Tapi satu hal yang harus kau tahu, aku tertarik dengan yang satu ini."
"Benarkah? Aaahh, syukurlah. Akhirnya, pekerjaan paling menyita waktu akan segera usai." Jawab Sam sambil tersenyum senang. Sagara memang pilih-pilih saat mencari piaraan alias sugar baby, dia tak mau gagal dan harus repot mencari lagi.
Sejauh ini, Sagara tidak pernah memelihara sugar baby, hidupnya terlalu monoton. Tapi dia merasa kesepian, barulah terbersit untuknya mencari sugar baby untuk menemaninya dan Sam adalah orang yang bertugas mencari kandidat untuk menjadi sugar baby-nya. Sudah banyak sekali gadis yang pernah Sam tunjukkan, tapi tak ada satupun yang membuatnya tertarik.
Maka dari itu Sam sangat senang saat Sagara mengatakan bahwa dia tertarik dengan Laura, semoga saja tugasnya selesai kali ini agar dia hanya perlu fokus dengan pekerjaan di kantor saja.
"Kita bertemu hari ini, bilang sama baby mu itu, Sam."
"Baik, Tuan."
.
.
Sore harinya, Laura dan Lily pun pergi menuju tempat yang sudah ditentukan di awal, Lily menyewakan dress berwarna merah muda untuk Laura. Dia benar-benar effort untuk membantu sahabatnya, dibandingkan Laura, yang paling excited disini adalah Lily.
"Gak usah gugup, Lau. Biasa aja, ini cuma ketemuan biasa kok. Kalau misalnya Lo gak cocok, Lo bilang aja."
"Iya, Ly. Tapi dress ini agak gatel.."
"Haha, karena Lo gak kebiasa aja makenya." Lily terkekeh, dia juga mengenakan dress selutut berwarna biru dongker. Dia tidak menyewa dari butik, tapi sengaja membawa pakaian itu dari rumah tadi.
Laura meremas pelan ujung dress-nya, jujur saja perasaannya benar-benar tak karuan saat ini. Gugup, cemas dan khawatir bercampur jadi satu. Tapi yang paling mendominasi adalah perasaan takut, dia takut kalau Lily menjebaknya dan mempertemukannya dengan aki-aki berperut buncit dan kepala botak setengah.
"Ly, dia ganteng gak?"
"Gak usah ditanya lagi, ganteng banget. Tapi, lebih gantengan Daddy gue." Jawab Lily sambil tersenyum. Laura menghela nafasnya secara perlahan. Bahkan, saat sampai di mall tempat mereka akan bertemu, Laura masih merasakan kegugupan yang luar biasa, sampai-sampai tangannya terasa begitu dingin saat Lily menggenggamnya.
"Ayo, gapapa kok.."
"Ini gue gak bakalan langsung dibungkus kan, Ly?"
"Astaga, Laura. Enggak dong, kan harus ada kesepakatan dulu, pembicaraan dulu. Udah, ayo cepetan." Ajak Lily sambil menarik pelan tangan Laura. Keduanya pun berjalan masuk ke dalam mall dan segera menuju tempat makan.
"Mereka udah sampai sih harusnya, bentar.." Lily menghubungi daddy-nya dan ternyata benar saja, mereka sudah ada di salah satu meja.
"Yuk, itu mereka."
"Aduh, Ly. Kok mendadak mules yaa?"
"Gugup itu, tahan aja. Nanti juga hilang sendiri." Jawab Lily. Dia pun kembali menarik tangan Laura dan mengajaknya ke meja yang telah di persiapkan.
"Maaf, Dad. Tadi agak sedikit macet."
"Tidak apa-apa."
"Ini Laura, Dad." Lily mendorong pelan tubuh Laura.
"Ini atasan Daddy, Tuan Sagara." Pria itu menatap wajah Laura dengan datar, membuat Laura membulatkan kedua matanya saat menyadari kalau itu adalah pria yang tadi di butik.
"Lho, anda.."
lanjut Thor dobel Napa Thor...