Dua kali Kenan melakukan kesalahan pada Nara. Pertama menabrak dirinya dan kedua merenggut kesuciannya.
Kerena perbuatannya itu, Kenan terpaksa harus menikah dengan Nara. Namun sikap Kenan dan Mamanya sangat buruk, mereka selalu menyakiti Nara.
Bagaimana perjalanan hidup Nara?
Akankah dia mendapat kebahagiaan atau justru menderita selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZiOzil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 31.
Jessi akhirnya tiba di kediaman Hendra dan langsung disambut hangat oleh Windy.
"Hai, apa kabar, sayang?" sapa Windy ramah sembari cipika-cipiki pada Jessi.
"Baik, Tante."
"Lama kita enggak ketemu, kamu makin cantik saja," puji Windy.
Jessi tersipu, "Tante juga bertambah cantik, bahkan kelihatan sepuluh tahun lebih muda."
"Ah, kamu bisa aja. Nih, kerutan sudah di mana-mana." Windy menunjuk garis di sudut matanya.
"Masih sedikit, Tan."
Windy pun tertawa, dia memang sudah mengenal Jessi yang merupakan anak tiri dari teman arisannya.
"By the way, kamu ke sini pasti mau ketemu dengan Kenan, kan? Sebentar Tante panggilkan." Windy hendak ke kamar Kenan, tapi Jessi menahannya.
"Tunggu, Tan. Aku enggak yakin Kenan mau bertemu aku," ujar Jessi dengan wajah sedih.
Windy mengernyit, "Kenapa? Kalian bertengkar?"
Jessi tertunduk, "Waktu itu aku mengadakan party, aku mengundang Kenan dan teman-teman ku. Tapi tiba-tiba Kenan pulang, aku enggak tahu kenapa. Lalu besoknya Kenan datang lagi dan marah-marah, dia menuduhku mencampurkan sesuatu ke dalam minumannya, padahal aku cuma memberinya Coca Cola, Tan."
Windy heran, "Tapi kenapa Kenan sampai marah begitu?"
"Aku enggak tahu, Tan. Aku sudah coba menjelaskan semuanya tapi dia tetap menuduhku, dia marah padaku. Padahal aku enggak melakukan apa yang dia tuduhkan." Jessi mulai terisak-isak.
"Kamu jangan sedih, ya! Maafkan Kenan. Belakangan ini dia sedang banyak masalah, jadi mungkin itu yang membuat dia sulit berpikir jernih dan mengontrol emosinya," dalih Windy.
Jessi sontak menengadahkan kepalanya menatap Windy, "Masalah apa, Tan?"
"Masalah keluarga," jawab Windy, dia tak ingin Jessi tahu apa yang terjadi antara Kenan dan Nara.
Jessi bergeming, dia menebak-nebak apa masalah yang tengah Kenan hadapi, apa ada sangkut pautnya dengan minum yang tempo hari dia berikan untuk pemuda itu?
"Kalau begitu sekarang Tante panggilkan Kenan dulu agar kalian bisa bicara baik-baik. Kamu tunggu di sini!"
Jessi hanya mengangguk sembari mengusap air matanya.
Windy pun bergegas ke kamar Kenan untuk memanggil putranya itu. Setelah kepergian Windy, Jessi tersenyum penuh arti.
***
Kenan sedang duduk di sofa kamarnya sambil bermain game online, tadi dia kembali ke kamar untuk memastikan kondisi Nara, dan karena istrinya itu tengah tertidur pulas, dia memilih untuk bersantai di kamar.
Windy membuka pintu kamar Kenan dan menyelonong masuk, dia melirik sinis Nara yang terlelap seraya berjalan mendekati sang putra.
"Sayang, di bawah ada Jessi. Dia ingin bertemu dengan kamu," beber Windy.
"Mau ngapain dia ke sini?" tanya Kenan tak acuh, dia masih fokus pada gadget nya.
"Ada yang mau dia bicarakan. Cepat temui sana!"
"Aku malas bertemu dia, Ma. Bilang saja aku sedang tidur dan suruh dia pulang saja," sahut Kenan.
"Jangan gitu, dong! Mama tahu kamu marah padanya, tapi kamu coba dengarkan dia dulu! Kasihan dia sampai nangis cerita ke Mama."
"Oh, jadi dia ngadu ke Mama? Mau cari simpati?" sindir Kenan sinis.
"Sayang, Jessi itu anak yang baik. Mama rasa kamu hanya salah paham, jadi temui dia dan bicara lah baik-baik."
Kenan mendengus jengkel, dia lantas beranjak dan keluar dari kamar, dia tak ingin perdebatannya dengan sang mama semakin panjang dan membuat tidur Nara terganggu. Windy pun tersenyum, dia buru-buru mengikuti sang putra.
Beberapa saat setelah Kenan dan Windy pergi, Nara yang sudah terlelap selama tiga jam, tersentak bangun ketika suara ponselnya yang berdering menusuk indera pendengaran sampai ke alam mimpi. Dia mengerjap beberapa kali, berusaha memfokuskan pandangan. Matanya masih terasa sepat dan perih, kepalanya juga masih pusing walaupun dia sudah tidak kedinginan lagi.
Dengan perlahan dia bangkit dan turun dari atas ranjang, kakinya melangkah menuju meja hias, tempat benda pipih itu terus bergetar dan berbunyi nyaring. Nara meraih telepon genggamnya dan tersenyum saat melihat ID si penelepon.
"Halo, Ren," sapa Nara saat berhasil menjawab panggilan masuk dari teman baiknya itu.
"Kamu kenapa, Ra? Kok suaranya serak?"
"Aku baru bangun tidur, Ren. Soalnya lagi enggak enak badan," jawab Nara.
"Kamu sakit?"
"Cuma demam aja, kok. Paling juga masuk angin."
"Kamu sudah minum obat?"
"Sudah."
"Kalau begitu aku ke sana, ya? Aku mau jenguk kamu."
"Eh, enggak usah, Ren! Aku sudah baikkan, kok," tolak Nara, dia tak ingin membuat masalah kalau Rendy sampai datang ke rumah ini.
"Ra, aku harus pastikan sendiri keadaan kamu, biar aku enggak cemas. Ya sudah, aku ke sana."
Rendy langsung mematikan teleponnya tanpa Nara sempat protes atau bicara apa-apa. Nara hanya bisa mengembuskan napas, dia khawatir kedatangan Rendy akan membuat masalah baru. Apalagi ini sudah waktunya Hendra pulang dari kantor, dia merasa tak enak pada mertuanya itu.
Lima menit kemudian, telepon genggam Nara kembali berdenting, ada sebuah pesan dari Rendy. Nara pun buru-buru membukanya dan tercengang saat membaca pesan tersebut.
"AKU SUDAH DI DEPAN RUMAH OM HENDRA."
"Astaga, cepat sekali!" Nara mendadak panik, dia bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka.
***
beruntung papa Hendra bersikap tegas