Descendant Of A Mafia

CIUMAN SUNSET

Masih berada di luar, Sarah maupun Luca sama-sama terdiam.

“Kau tahu. Tobias bilang, ada saksi mata yang mengatakan kalau sang pelaku pembunuhan memakai jaket merah, dan itu adalah seorang pria.” Ujar Sarah yang entah kenapa dia sangat tertarik dengan pembicaraan tersebut. Jantungnya berdebar antara takut jika menjadi target selanjutnya atau berdebar karena hal lainnya.

“Tidak usah terlalu dipikirkan. Mereka tidak akan membunuh orang biasa, mereka hanya membunuh orang kaya.” Bakas Luca terlihat santai. Ya, dia tak takut sama sekali karena para pelaku pembunuhan tidak akan berani mengincarnya yang juga sama-sama seorang pembunuh hanya berbeda selisih.

Bukan itu yang Sarah maksud. Ada sesuatu yang mengganjal soal kasus pembunuhan itu. Kenapa sang pelaku hanya membunuh orang kaya? Apalagi yang dia bunuh adalah seseorang yang berteman satu sama lain.

Aren Alberto, Andriano Benito dan Rico Nestore adalah teman kental. Seakan ada yang aneh dalam kasus tersebut hingga membuat warga biasa seperti Sarah ikut penasaran dan berpikir bahwa pembunuh itu seperti sengaja dan hanya mengincar orang-orang itu saja.

“Ayo kita kembali.” Ajak Luca memudarkan lamunan wanita itu. Namun tiba-tiba, sebuah pemandangan yang indah berupa sunset di tengah lautan membuat Sarah terpesona hingga tidak mendengar apa yang Luca ucapakan tadi.

“Lihat!! Itu sangat indah bukan!” serunya hingga Luca menoleh dan melihat pemandangan tersebut.

Sarah sudah pernah melihatnya, tapi itu sudah lama sekali. Tanpa pikir panjang, wanita cantik dengan pakaian kaos putih tipis berlari masuk ke dalam laut tersebut. “C'mon!” ajaknya kepada Luca.

Pria mengamati keseruan Sarah. Wanita yang saat ini bermain air sendirian, menikmati pemandangan itu sendirian— oh yang benar saja, Luca tidak akan melewatkan kesempatan itu.

Pria itu segera menyusul, membuka kaosnya hingga bertelanjang dada, sedangkan pakaian yang Sarah kenakan basah kuyup sampai tembus pandang dan memperlihatkan pakaian dalam atasan ditambah rambut panjangnya yang juga basah.

Seolah sudah terhipnotis oleh keindahan di sana sampai-sampai mereka terlihat biasa-biasa saja hingga bermain cipratan air bersama. Derttt! Derttt!! Ponsel Sarah terus saja bergetar di atas kursi mobil.

“Wooooooo!!!!” seru wanita itu bersorak.

“Kita harus kembali, jika tidak mereka semua akan mencari.” Ajak Luca sekali lagi. Bukankah dia tipe pria yang baik? Sarah yang puas dan pasrah pun akhirnya setuju.

Hendak berputar, kakinya licin hingga tanpa sengaja dia berpegangan di kedua bahu telanjang milik Luca. Sedangkan Luca sendiri sontak memegang pinggang Sarah hingga berakhirlah dengan saling pandang.-‘Aku tidak bisa berhenti menatapnya. Hentikan... ’ Batin Sarah yang baru menyadari bahwa Luca bertelanjang dada.

Dia menyentuh tubuh kekar itu dengan tangannya sendiri tanpa sengaja. Luca menyeringai kecil, seperti biasa, pria itu tak bisa menahan nafsunya sendiri. Luca langsung mencium bibir Sarah, melumatnya dengan gerakan ringan.

Tubuh mereka yang saling menempel di dalam air membuat keadaan semakin memanas. Sarah tak bisa bergerak seolah dia juga merasakannya. Ya! Wanita itu perlahan mulai menggerakkan bibirnya dan ikut bermain ke dalam ciuman Luca, meremas rambut pria itu dan terus membalas lumatan di bibirnya.

Ditemani oleh pemandangan sunset yang indah benar-benar seperti honeymoon. Tangan Luca mengusap lembut punggung Sarah.

Hingga cukup lama mereka berciuman dan menikmatinya bersama, Sarah kembali tersadar dan mulai melepaskan ciuman tersebut. Napas mereka memburu, kening mereka menyatu dengan tatapan ke bawah.

“Maafkan aku— ” Lirih Sarah bergerak terlebih dahulu dan pergi menuju ke dekat mobil.

Dia seperti tengah menyesal karena menikmati ciuman tadi dengan pria lain. Luca yang mengerti dengan kecemasan itu, tak ada komentar apapun darinya, mendapatkan ciuman balasan dari Sarah sudah membuatnya puas.

.

.

.

Tobias mendengus kesal, sudah berulang kali dia mencoba menelepon Sarah tetapi tidak dijawab.

“Lupakan sejenak kekasihmu dan fokus ke perkejaan mu tuan.” Sindir Robbie yang baru saja tiba di kediaman keluarga Benito.

“Aku tidak butuh teguran mu.” Balas Tobias langsung masuk, melewati gerbang kediaman Benito dengan rumah yang cukup besar.

Tak ada balasan yang Robbie berikan, melainkan tatapan herannya. Baru pertama kalinya dia mendapati polisi sekeras Tobias yang sangat sulit diajak kompromi dengan halus dan tenang.

Tak berselang lama, ketika saling berkenalan dengan Pretty Benito, kedua polisi tadi duduk diam di ruang tamu. Robbie tak merasa canggung karena dia juga salah satu teman dari Andriano, pastinya dia juga sudah mengenal Pretty Benito.

“Soal kertas yang kau maksud waktu itu— ”

“Aku sudah menemukannya beberapa hari yang lalu.” Sela Pretty dengan wajah datar.

Itu adalah peluang besar untuk kedua polisi tadi mendapatkan petunjuk. Tanpa berlama-lama, wanita paruh baya itu segera pergi mengambilnya di ruang kerja suaminya, lalu kembali dan memberikannya kepada Tobias.

“Aku tidak tahu kenapa Andriano mengecek berkas orang itu. Tapi aku yakin bahwa dia sudah tahu tentang pembunuh itu.” Jelas Pretty yang mulai menangis terisak ketika harus mengingat mendiang suaminya lagi.

“Tenanglah Nyonya. Kami akan melakukan yang terbaik untuk menangkap pembunuh itu.” Ujar Robbie yang masih berbincang ringan dengan Pretty sedangkan Tobias yang sudah melihat foto identitas seorang pria pun terdiam.

Sorot matanya masih mengamati pria tersebut dengan saksama hingga Robbie menyahutnya dan ikut melihat wajah pria tampan tercantum beserta nama lengkap dan kasus-kasus kriminal yang pernah pria asing itu lakukan.

“Siapa dia? Apa suamimu kenal?” tanya Robbie kepada Pretty. Tak sempat menjawab karena Tobias menyelanya lebih dulu.

“Dia salah satu tahanan 8 tahun lalu. Aku masih ingat dengan kasus itu.” Jelas Tobias mencoba mengingat kembali kasus dari pria tersebut. Dulu Tobias masihlah polisi baru jadi dia kurang paham dengan kasus tersebut, tapi dia juga yakin bahwa pria yang ada dalam kertas tersebut adalah pria yang sama yang membunuh seorang menteri.

“Di sini dikatakan bahwa dia membunuh seorang menteri dan pesta narkoba.” Eja Robbie yang masih memandangi kertas tersebut.

“Dia juga menyuntikan narkoba yang sama seperti yang dia lakukan saat ini kepada menteri itu.” Lanjut Tobias mulai ingat kembali akan kasus itu.

“Kapan pembunuhan itu terjadi?” tanya pria bernama Robbie yang kini mulai serius.

“Di malam tahun baru.”

Sebuah foto seorang polisi baru saja Grey pasang di papan target. Itu adalah foto Tobias dan Robbie yang berusaha menangkapnya dan berusaha menggagalkan misi mereka.

Dengan tatapan seperti biasanya, kedua orang yang tanpa memakai jaket merah seperti biasa itu, menatap lekat rencana-rencana selanjutnya yang akan mereka lakukan hingga semuanya tuntas.

“Apa perlu aku menunjukkan diri?” tanya Zoe mengalun ringan dan dingin.

“Jangan. Biarkan kefokusan mereka tertuju kepadaku, tetaplah di belakang karena kita akan membutuhkannya.” Jelas Grey tak kalah dinginnya dengan si wanita itu.

Meski mereka pembunuh, kebaikan di hati tak akan pernah hilang. Zoe sedikit merasa khawatir dengan Grey yang akan menjadi incaran pertama para polisi bedebah itu, sementara dia akan tetap di perannya belakang. Mereka harus segera menyelesaikannya karena ada dua orang yang menunggunya di Istanbul.