Sharmila, seorang wanita cantik, sedang bersiap untuk hari pernikahannya dengan Devan, bos perusahaan entertainment yang telah dipacarinya selama tiga tahun.
Namun, tiba-tiba Sharmila menerima serangkaian pesan foto dari Vivian, adik sepupunya. Foto kebersamaan Vivian dengan Devan. Hati Sharmila hancur menyadari pengkhianatan itu.
Di tengah kekalutan itu, Devan menghubungi Sharmila, meminta pernikahan diundur keesokan harinya.
Dengan tegas meskipun hatinya hancur, Sharmila membatalkan pernikahan dan mengakhiri hubungan mereka.
Tak ingin Vivian merasa menang, dan untuk menjaga kesehatan kakeknya, Sharmila mencari seorang pria untuk menjadi pengantin pengganti.
Lantas, bagaimana perjalanan pernikahan mereka selanjutnya? Apakah pernikahan karena kesepakatan itu akan berakhir bahagia? Ataukah justru sebaliknya?
Ikuti kisah selengkapnya dalam
KETIKA MUSUH MENJADI PENGANTIN PENGGANTI
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Liciknya Devan. # Rencana Zayden
Baru saja kakinya menginjak lobi kantor, beragam cuitan karyawan langsung menyapa telinga Sarmila. Pernikahan dengan Devan yang batal karena pria itu yang tidak datang di hari pernikahan dan malah viral bersama dengan Vivian, ternyata masih menjadi perbincangan hangat hingga hari ini.
"Tapi, aku merasa Bu Direktur lebih beruntung menikah dengan Tuan Zayden Pratama," celetuk seorang karyawan.
"Iya, siapa sangka ya? Malah dapat yang lebih dari Tuan Devan," timpal yang lain.
"Aku tidak habis pikir, Vivian itu kan adiknya Bu Direktur, tapi kenapa tega mengkhianati kakaknya sendiri?" sahut karyawan lainnya dengan nada heran.
“Aku tidak suka dengan Nona Vivian itu. Kalian ingat tidak waktu dia datang ke sini? Sombong sekali laganya! Mentang-mentang dia adalah putri dari Tuan David."
"Iya, aku juga tidak suka!” Suara mereka terus bersahutan.
Sarmila menarik nafas dalam-dalam, berusaha bersikap cuek dan acuh. Ia melangkah dengan tegas. Suara sepatunya yang beradu dengan lantai keramik, membuat semua karyawan menoleh.
"Selamat pagi, Bu Direktur," sapa seorang resepsionis dengan nada prihatin.
"Pagi," jawab Sharmila singkat.
Dengan langkah tegas, Sarmila segera masuk ke dalam lift untuk menuju ruangannya. Sesampainya di sana, ia menutup pintu rapat-rapat, meredam suara-suara yang membuatnya tidak nyaman.
"Lebih baik membereskan semua yang penting daripada memikirkan orang-orang yang tidak berguna. Mereka berdua, tidak boleh membuat aku kehilangan konsentrasi pada pekerjaan," gumam Sarmila pada dirinya sendiri.
Ia duduk di kursinya, menatap tumpukan dokumen yang menanti untuk diperiksa. Pikirannya masih berkecamuk, namun ia berusaha fokus pada pekerjaannya.
"Aku tidak boleh membiarkan apapun mempengaruhiku," tekad Sarmila. "Aku harus membuktikan bahwa aku bisa menjalankan perusahaan ini dengan baik. Apalagi saat ini David sedang menunggu kelengahanku.”
Sarmila meraih sebuah dokumen dan mulai membacanya dengan seksama. Ia mulai fokus pada pekerjaannya.
0
*
*
*
Sementara itu, Devan sudah mendapatkan semua informasi tentang Zainal. Ia menemukan fakta bahwa Zainal memiliki seorang adik perempuan lain selain Pricilia, yang saat ini bekerja di sebuah pabrik di luar kota. Sebuah ide licik muncul di benaknya.
"Hubungi Zainal," perintah Devan pada Boby. "Katakan padanya, aku ingin bertemu dengannya sekarang juga.”
"Baik.” Boby menundukkan kepala lalu melakukan apa yang diperintahkan oleh Devan.
*
Satu jam kemudian, di sebuah kafe sederhana, Devan duduk berhadapan dengan Zainal. Wajah Zainal tampak lelah dan penuh kekhawatiran. Sengaja Devan memilih tempat terpencil di pinggiran kota agar dirinya tak dikenali.
"Saya tahu Anda pasti bertanya-tanya kenapa saya mengajak Anda bertemu," kata Devan membuka percakapan.
Zainal hanya menatapnya dengan tanpa suara. Menunggu apa yang akan diucapkan Devan selanjutnya. Entah kenapa ia memiliki firasat tidak baik pada pria di hadapannya ini.
"Saya tahu Anda marah dan kecewa pada perusahaan saya," lanjut Devan. "Dan saya tidak menyalahkan Anda. Tapi saya mohon, beri saya kesempatan untuk memperbaiki semua ini."
"Memperbaiki?" Zainal tertawa sinis. "Bagaimana caranya? Adik saya sudah meninggal!"
"Saya tahu saya tidak bisa menggantikan Pricilia dengan apa pun," kata Devan dengan nada lembut. "Tapi saya bisa memberikan kompensasi yang layak untuk keluarga Anda."
"Kompensasi? Seperti apa? Uang? Kamu tidak butuh. Aku hanya ingin keadilan untuk adikku. Aku tahu ada permainan di balik layar sehingga adikku digugurkan secara paksa. Aku mau orang yang mengambil posisi Pricilia di…”
"Saya tahu Anda punya adik perempuan lain, yang saat ini bekerja di luar kota." Dengan cepat Devan memotong ucapan Zainal lalu menarik napas dalam-dalam.
Zainal terkejut. "Apa maksud Anda?"
"Lihat ini!" Devan membuka layar ponselnya dan menunjukkan pada Zainal. Dan Zainal terkesiap melihat wajah adiknya di layar ponsel tersebut.
"Saya hanya ingin Anda tahu," kata Devan dengan nada mengancam. "Saya bisa saja membuat adik Anda itu menderita, jika Anda terus-menerus berkonfrontasi dengan perusahaan saya."
Zainal terdiam. Rahangnya mengeras. Ia tahu Devan tidak main-main dengan ucapannya. Ia hanya tidak menyangka, seorang bos perusahaan entertainment yang begitu di hormati, ternyata memiliki sifat culas. Bahkan menghalalkan segala cara untuk kehormatan diri sendiri.
"Jadi, apa yang akan Anda pilih?" tanya Devan. "Keadilan untuk Pricilia, atau keselamatan untuk adik Anda?"
Zainal mengepalkan tangannya erat. Matanya menatap tajam wajah Devan tanpa takut. Namun, ia merasa dilema. Di satu sisi, ia ingin menuntut keadilan untuk adiknya yang telah meninggal. Tapi di sisi lain, ia tidak ingin adiknya yang masih hidup menderita.
"Apa maumu?" tanya Zainal akhirnya.
"Bagus," kata Devan sambil tersenyum licik. "Sekarang juga ikut ke perusahaan saya. Saya akan mengadakan konferensi pers, Anda harus mengatakan bahwa kita telah berdamai dan tidak lagi menyalahkan perusahaan saya atas kematian adik Anda."
Rahang Zainal mengeras. Tapi ia tak punya pilihan.
*
Siang harinya, Devan mengadakan konferensi pers. Puluhan wartawan sudah berkumpul, siap untuk melontarkan pertanyaan-pertanyaan pedas.
Devan berdiri di depan podium, dengan wajah tenang dan penuh percaya diri. Di sampingnya, berdiri Zainal dengan wajah datar.
"Selamat siang, semuanya," kata Devan membuka konferensi pers. "Saya ingin menyampaikan beberapa informasi penting terkait kasus Nona Pricilia."
Devan kemudian memberikan penjelasan panjang lebar tentang kasus tersebut. Ia memutar balikkan fakta, bahwa sebenarnya Pricilia menjadi depresi karena gagal dalam audisi, hingga kemudian bunuh diri.
"Dan yang terpenting," kata Devan, "Saya ingin menyampaikan bahwa saya dan keluarga Pricilia telah mencapai kesepakatan damai."
Devan kemudian memberikan kesempatan kepada Zainal untuk berbicara.
"Saya ingin menyampaikan bahwa saya meminta maaf pada perusahaan Silverstar Entertainment atas ucapan tempo hari tentang kematian adik saya," kata Zainal dengan nada datar. Mencengkeram mikrofon di tangannya dengan erat.
Para wartawan terkejut mendengar pernyataan Zainal. Mereka tidak menyangka bahwa ternyata Zainal hanya sedang mencari sensasi. Kini nama pria itu banya dicibir dan dihina. Justru perusahaan Devan yang namanya menjadi harum karena dengan murah hati memberikan santunan yang sangat besar jumlahnya.
Konferensi pers pun berakhir dengan lancar. Devan berhasil menyelamatkan reputasi perusahaannya, meskipun dengan cara yang kotor.
*
“Dasar bajingan!”
Di dalam ruangannya, Zayden mengumpat marah menatap siaran konferensi pers yang masih berlangsung.
“Aku tidak menyangka dia lebih licik daripada rubah."
"Orang kita baru saja mengirimkan rekaman pembicaraan tuan Devan dan Tuan Zainal di kafe beberapa jam sebelumnya.” Joshua yang ada dalam ruangan itu mengulurkan ponselnya yang dalam keadaan on.
Zayden memang memerintahkan Joshua untuk mengatur orang kepercayaannya terus mengawasi gerak-gerik Devan.
"Manusia tidak punya hati itu tak kan jera jika tak diberi pelajaran,” ucap Zayden usai melihat rekaman di ponsel Joshua. “Simpan rekaman ini. Kita gunakan di saat yang tepat!”
"Baik.”
"Menurutku, Zainal tidak akan menerima uang pemberian Devan. Dia pasti tak sudi nyawa adiknya ditukar dengan uang,” ucap Zayden sambil memutar-mutar kursi yang ia duduki.
“Atur seseorang untuk memberikan dia pekerjaan yang layak di salah satu cabang Pratama group. Dan cari tahu tentang adiknya, atur seseorang untuk mengawasi dia! Jangan sampai orang-orang Devan mencelakai!” perintahnya.
"Baik.”
"Kita akan manfaatkan Zainal untuk menghancurkan Devan, tapi kita juga harus melindungi keluarganya.”
Keren Thor novelnya 👍😍
tul nggak Mama 😄😄😄
kira2 berapa derajat ya suhu ruangan di butik itu....
aku rela ko bang bantuin isi dalma kartu hitam mu itu...
karna banyak yang mau saya beli... 🤣🤣🤣🤣🙏
dari motor, renov rumah biaya sekolah 3 anak...
boleh ya bang... boleh lah... boleh lah...
Zayden berkata....
Apa aku mengenalmu...
kita ta se akrab itu ya... 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣