21+🔥🔥🔥
Ben Alberto Adiwangsa, seorang laki-laki dewasa berumur 29 tahun, yang memiliki wajah tampan dengan hidung runcing, alis tebal, rahang yang kokoh, serta memiliki tubuh tinggi tegap, sosok sempurna yang mampu membuat gadis manapun tak akan mampu menolak pesonanya.
Namun siapa sangka, seorang Ben memiliki kisah yang begitu rumit, sebuah kisah cinta pahitnya di masa lalu, yang membuat Ben sampai kini enggan untuk memulai kembali hubungan serius dengan gadis manapun.
4tahun yang lalu tepatnya 2 hari menjelang pertunangannya dengan Sandra kekasihnya, ia tak sengaja memeregoki gadis yang dicintainya itu tengah berduaan dengan seorang laki-laki dalam keadaan yang begitu intim, di dalam Apartemen milik kekasihnya.
Hingga suatu hari ia harus menerima kenyataan, bahwa dirinya dipaksa menikahi gadis cacat yang telah ia tabrak, akibat dari keteledorannya saat berkendara.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawarjingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Istriku
"Tu_euhm kak Ben mau kemana?" tanya Putri, saat Ben menarik tangannya dari hadapan ketiga sahabatnya.
"Mau menemui pak Roni sebentar, kamu ikut ya!"
"Kalau saya tetap disini aja, boleh?"
"Kenapa?" tanya Ben dengan mata menyipit.
"Saya malu ketemu orang-orang seperti mereka kak."
"Tapi ini_"
"Kak please ya!"
Tak ingin membuat perdebatan semakin panjang, akhirnya Ben memilih mengalah, membiarkan Putri menunggunya ditempat semula, sedangkan ia mulai menghampiri laki-laki yang bernama Roni itu, serta kenalan Ben yang lainnya, yang juga turut hadir di pesta itu.
"Hai cantik ketemu lagi kita ya!" ujar Algar seraya menarik kursi lalu duduk disamping Putri yang terlihat tidak nyaman.
"Bini orang Al, jangan lo ganggu, bisa-bisa leher lo jadi 2 patahan entar!" ujar Raka yang masih berdiri berhadapan dengan Arsen yang menyender di samping meja.
"Mending cuma leher, gimana kalau aset berharga lo yang di potong-potong!" timpal Arsen seraya tergelak.
"Sialan lo berdua, nggak usah dengerin mereka ya, mereka emang agak sengklek, muka doang yang cakep!" bisik Algar, yang membuat Putri tertawa kecil.
"Oh ya, mama saya katanya peng_"
"Ri, kamu disini juga dek?" ucapan Algar terpotong oleh kedatangan Rezza yang entah dari mana.
"Eh kak Rezza,?" pekik Putri dengan mata berbinar, sementara Algar berdecih pelan meninggalkan keduanya, namun dalam hati ia bertanya-tanya tentang hubungan apa antara Putri dan laki-laki yang menjadi musuh bebuyutannya itu.
"Gar, kok bisa sih Putri kenal sama si brengsek Rezza?" bisik Arsen yang tak mengalihkan tatapannya dari Putri dan Rezza yang tengah tertawa.
"Aduh kalau si Ben tahu, bisa berabe ini?" timpal Raka dengan raut wajah khawatir.
"Ya terus kita musti gimana dong!" Algar tampak ikut bingung.
"Anjirrr, bener kan! ini sih bakalan ada peperangan." lanjut Algar, saat melihat raut wajah Ben yang begitu kaku, melangkah menuju keberadaan istrinya.
"Velancia Flora Putri, kita pulang sekarang!" ujar Ben dengan penuh penekanan, seraya menarik sebelah tangannya hingga gadis itu berdiri dengan sedikit meringis merasakan perih di pergelangan tangannya, yang dicengkram erat oleh Ben.
"Ben?" ujar Rezza dengan raut wajah yang terlihat syok, bahkan tanpa sadar ia ikut berdiri, terlebih saat melihat gadis kecilnya meringis kesakitan karena Ben.
"Apa yang anda lakukan dengan adik saya, lepaskan dia Ben!" ujar Rezza dengan rahang yang mulai terlihat mengeras.
Ben tertawa lirih, "Adik,? sejak kapan anda memiliki seorang adik perempuan, dia istriku asal kau tahu!"
Setelah mengatakan itu Ben segera menarik paksa istrinya, untuk segera keluar dari pesta tersebut, sama sekali tak mempedulikan pandangan sahabat maupun orang lain terhadapnya, yang pasti ia tidak suka istri kecilnya didekati laki-laki lain, terlebih sampai tertawa karenanya.
"Kak_" rengekan Putri terhenti saat melihat seseorang yang memukuli suaminya beberapa hari yang lalu tengah berdiri menatapnya dengan tatapan yang sulit terbaca.
Putri melengos, memilih pura-pura tidak melihatnya, begitupun dengan Ben, namun langkah keduanya terhenti saat seseorang yang berdiri di belakang Alby menghadangnya.
"Ben, kamu bisa jelasin siapa dia Ben?" ujar wanita yang tak lain adalah Sandra seraya menggenggam sebelah tangan Ben.
Ben mengulas senyum, memandangi Sandra membuat wanita itu berbinar senang.
"Dia istriku!" balasnya singkat, seraya menghempaskan tangan Sandra yang menggenggam tangannya.
"Hah?" untuk sepersekian detik Sandra hanya berdiri mencerna apa yang dikatakan Ben, menit berikutnya ia sedikit berlari mengejar langkah Ben yang semakin menjauh menuju mobilnya.
"Ben tunggu, ulangi sekali lagi yang kamu bilang tadi, aku tidak percaya ini Ben, tidak mungkin kan Ben kamu menikahi gadis kecil seperti dia!" telunjuknya mengarah tepat di wajah pucat Putri.
"Kenapa, apa yang menurut kamu tidak mungkin hm?"
"Ben, aku tahu dia bukan tipe kamu kan, aku tahu itu."
"Lalu seperti apa tipe wanitaku yang kamu maksud,?" balas Ben dengan kening berkerut.
"Sepertiku."
Ben tersenyum tipis, bahkan menit berikutnya ia tergelak seraya menggelengkan kepalanya, membuat Sandra menatapnya bingung.
"Sepertimu kau bilang,?!"
Sandra mengangguk samar, masih dengan raut wajah bingungnya.
"Dengar! saya tidak pernah menginginkan wanita yang dengan mudahnya bergulat diatas ranjang dengan banyak laki-laki, bahkan di dalam mimpi sekalipun saya tidak sudi!"
lanjut Ben sarkas, lalu membukakan pintu mobil untuk istrinya.
"Ben tunggu, dengerin aku dulu selama ini kamu salah paham Ben." Sandra berusaha kembali meraih tangan Ben, sebelum laki-laki itu benar-benar memasuki mobilnya.
Terlihat Ben menyentak nafasnya kasar, belum hilang rasa kesal terhadap istrinya kini Sandra menambah kekesalannya semakin besar.
"Saya tidak peduli, itu bukan urusan saya!" Ben kembali menepis tangan Sandra, lalu secepat kilat melajukan mobilnya, meninggalkan area gedung tersebut.
Sesampainya dirumah Ben kembali menyeret paksa Putri hingga gadis itu menangis, tak sanggup lagi menahan perih di pergelangan tangannya, setelah Ben mencengkramnya beberapa kali.
Ben menjatuhkan Putri di atas kasurnya, kemudian melepas jas yang ia kenakan ke sembarang arah, lalu kembali menghampiri Putri yang masih meringis memegangi pergelangan tangan sebelah kirinya.
Ben mengusap wajahnya kasar saat menyadari istrinya terluka yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
"Aku bantu obati!" ujar Ben setelah mengambil salep dari dalam laci nakasnya.
"Menurutlah," pinta Ben saat Putri menepis tangan Ben yang hendak menyentuhnya.
"Maafkan aku, aku terlalu emosi tadi." gumamnya lirih, yang membuat Putri mendelik menatapnya kesal.
"Apa jika setiap anda marah, anda akan terus memperlakukan saya seperti ini,?" ujar Putri yang tak berhenti menangis.
"Aku_"
"Tuan saya mohon, beri saya kebebasan, tolong lepaskan saya, ceraikan saya!"
Deg!
Kilatan amarah jelas terlihat dari mata Ben yang menyoroti nya dengan tatapan tajam.
"Bukankah Tuan tidak menginginkan saya, lalu kenapa sampai detik ini anda mempertahankan saya."
"Aku sudah mengatakan hal ini sebelumnya bukan, bahwa aku tidak akan pernah menceraikan mu."
"Kenapa, apa alasannya, apa anda belum puas menyiksa saya, begitu?"
"Apa kamu butuh alasan?" balas Ben dengan suara yang berubah melemah.
"Tentu saja."
Ben memandangi Putri lekat, membuat gadis itu repleks memalingkan wajahnya.
"Apa kau percaya jika aku mengatakan bahwa aku mencintaimu?"
Deg!
Tubuh Putri mendadak membeku, dengan jantung yang berdetak tak karuan, menoleh menatap Ben tepat di kedua manik matanya yang terlihat sayu.
"Aku tahu ini bukan sesuatu yang mudah untuk kau percaya, setelah semua yang aku lakukan dulu terhadapmu, untuk itu aku mohon bertahanlah di sisiku, sampai aku benar-benar membuktikan semua ucapanku."
Deg!
"Aku akan berusaha mengembalikan kepercayaanmu terhadapku sepenuhnya."
"Dan kamu bisa pastikan, bahwa kali ini aku tidak main-main dengan perasaanku."
.
.
cakep putri triple kills wkwkwkwkwk