Dua keluarga yang terlibat permusuhan karena kesalahpahaman mengungkap misteri dan rahasia besar didalamnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MagerNulisCerita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terbongkarnya
Sore Hari Di Kafe Kenanga
Saat ini Alvaro telah berada di Kafe kenanga sesuai janji temu yang Shela informasikan. Sudah pukul 15.40 namun Shela belum juga terligat batang hidungnya.
"Mau minum dan makan apa Kak?" —Pelayan
"Oh iya, saya mau pesan white coffe dengan sedikit gula dan es, lalu camilannya kentang goreng saja dengan saus BBQ"—Alvaro
"Baik kak, mohon ditunggu"—Pelayan
"Dengan pak Hendra? Kenalkan saya Shela istri mendiang Danu. Maaf pak saya terlambat. Karena ada sedikit urusan di rumah."—Shela.
Shela memperkenalkan diri sebagai istri Danu dan menjabat tangan Alvaro.
"Selamat sore Bu Shela, Saya Hendra."—Alvaro memperkenalkan diri sebagai Hendra kepada Shela.
"Langsung saja bu, ada informasi apa yang ingin anda sampaikan kepada saya"—Alvaro
Tanpa Shela sadari Alvaro sudah mulai merekam pembicaraan yang akan berlangsung.
"Tenang dulu dong pak, sabar. Tentu saja, saya dengan senang hati memberikan informasi dan buktinya. Tapi, tentu bapak tidak lupa bukan?"—Shela
Alvaro sudah paham apa yang Shela maksud, dan mengeluarkan map kuning berisi uang 100 juta yang Shela minta sebagai syarat pertukaran informasi dan meletakkannya ke atas meja.
"Di dalam map ini sudah ada uang 100 juta seperti yang ibu minta, bahkan jika informasi yang bu Shela berikan sangat bermakna, saya bisa berikan lebih."—Alvaro
Melihat Hendra alias Alvaro mengeluarkan sejumlah uang yang ia minta, ia segera mengambil map itu dan memastikan keasliannya.
"Oke, uangnya pas. Didalam sini sudah ada beberapa bukti tentang peristiwa 17 tahun lalu yang melibatkan mendiang suami saya"—Shela
Kemudian Shela memberikan map coklat berisi diary dan rekaman percakapan antara Danu dan Alfian sehari sebelum Danu melancarkan aksinya.
Kemudian tanpa menunggu lama, Alvaro segera mengeluarkan laptopnya dan melihat rekaman percakapan Danu dengan Alfian.
#Rekaman diputar
"Gimana, apakah persiapan kamu sudah matang. Saya ingin kematian Seluruh putra kakak saya"—Alfian
"Sudah Bos, saya sudah mempersiapkan semuanya. Tapi, sebelumnya apakah saya boleh bertanya atas tujuan apa Bos melakukan semua ini?" —Danu
Alfian semula terdiam kemudian menjawab dengan sedikit emosi "Karena kedua Putra Hendra adalah penghalang anak saya untuk menguasai bisnis Hutomo... Hahaha"—Alfian
"Oleh karena itu, saya tidak ingin misi ini gagal Dan"—Timpal Alfian
"Baik Bos, tapi saya punya syarat sebelum saya melakukan misi ini?"—Danu
"Apa itu?"—Alfian
"Jika terjadi apa-apa dengan saya, saya ingin Bos bertanggung jawab terhadap keluarga saya"—Danu
"Kamu tenang saja Dan, aku pasti bertanggungjawab jika terjadi sesuatu terhadap dirimu. Kamu pegang janji saya"—Alfian
#Rekaman selesai
"Bagaimana, informasi yang bagus bukan?"—Shela
"Jadi sebenarnya selain tuan muda Arnold, dia juga mengincar tuan muda Marvin. Sungguh kejam." —Gumam Alvaro setelah mendengar isi rekaman tersebut.
"Sekarang anda baca diary ini dan Anda cocokkan dengan surat terakhir mendiang suami saya"—Shela
Setelah itu Shela meminta Hendra alias Alvaro untuk membaca isi diary Danu dan meminta untuk membandingkan dengan surat terakhir Danu.
Melihat diary dan kopian surat terakhir Danu membuat Alvaro tercengang. Bagaimana tidak, tulisan tangan di diary dengan di surat terakhir Danu sangat berbeda 180°.
"Kenapa tulisan tangan Danu bisa berbeda?"—Alvaro
"Itulah yang ingin saya sampaikan, surat tersebut bukan ditulus oleh mendiang suami saya. Melainkan ditulis oleh orang yang tentunya punya kepentingan di sini dan suami saya dibunuh secara keji di penjara kemudian oleh mereka membuat skenario seakan suami saya menyesal dan melakukan bunuh diri. Saya sadar pak perbuatan suami saya juga tidak benar, namun ia melakukan itu semua karena terpaksa karena Alfian yang membantu kami membiayai pengobatan anak sulung kami. Tapi saya tidak rela jika suami saya diperlakukan tidak adil sementara otak dari peristiwa tersebut hidup enak dengan bergelimang harta"—Shela membeberkan semua yang terjadi kepada Alvaro yang ia kira Hendra. Shela menjelaskan kronologis yang terjadi dengan berurai air mata karena mengingat sang suami dan nasib keluarganya.
"Saya juga meminta maaf karena saya harus melakukan barter informasi dengan uang. Karena memang saya sedang membutuhkan uang ini untuk biaya sekolah dan pengobatan anak saya"—Shela
Mendengar Shela berbicara demikian, Alvaro hanya mengangguk. Seolah paham, apa yang saat ini Shela lakukan tak lain adakah demi sang buah hati.
Sementara itu, di kampus hijau. Setelah kelas terakhir usai. Semua mahasiswa kampus hijau berhamburan menuju parkir.
"Pak Manat belum nyusul Na?"—Belum
"Yaudah Fick, kita tungguin Naura dulu di sini, sampai Pak Mamat datang"—Tiara
"Oke... Siap"—Ficko
"Eh... Nggak usah, nanti keburu tutup toko ATK di sana, Aku tunggu di sini aman kok. Banyak satpam juga. Besok kita perlu alat-alat tersebut untuk tugas kita"—Ujar Naura
"Kamu yakin Na, menunggu di sini sendirian?"—Tiara
"Ish kaya ada apa aja, sudah... Sudah... Sana kalian duluan belanja untuk perlengkapan besok"—Naura
"Yaudah aku dan Tiara duluan ya,. Awas digodain Satpam"—Ficko sembari tertawa
"Apasih Fick, iya sudah sana cepetan keburu tutup nanti"—Naura
Setelah itu, Tiara dan Ficko pergi menggalkan Naura di Kampus Hijau.
"Duh mana sih ini pak Mamat, ditelpon nggak diangkat, di kirimi pssan nggak dibalas"—Naura mondar mandir di sekitar parkir menunggu Pak Mamat yang belum datang juga.
"Loh mbak, kenapa mbak? Belum dijemput ya?"—Pria asing tempo waktu.
"Iya mas, saya sudah menghubungi namun belu. Merespon"–Naura
"Memang mbaknya tinggal di mana? bareng saya aja mbak, nanti tak anter"—Naura
"Waduh, nggak usah mas merepotkan. Lagi pula tempat tinggal saya di komplek Dahlia."—Naura
"Loh, kebetulan saya tinggal dikompleks Dahlia juga mbak, kalau begitu bareng sata saja."—Pria asing.
"Udah mbak, bareng sama Masnya saja, ini loh kampus sudah sepi. Sebentar lagi juga kami harus pulang."—Ujar satpam tang berjaga diparkir
"Ya sudah mas, saya ikut nebeng masnya saja. Saya naik ya mas"—"Naura
"Monggo mbak"—Pria asing
Perjalanan yang ditempuh mereka kurang lebih 35 menit.
"Mas mampir dulu minum kopi?"—Naura
"Nggak usah mbak, saya terus saja, soalnya ada orang tua saya di kontrakan"—Ujar pria asing.
"oh ya sudah terima kasih ya Mas sebelumnya"—Naura
"Iya sama-sama mbak, saya pamit dulu ya"—Pria asing
"Eh... Mas"—Naura berteriak namun sudah tidak terdengar oleh pria asing tersebut. Karena ia baru sadar setelah pria asing tersebut pergi, Naura belum tahu nama pria asing tersebut. Sehingga, ia memukul pekan kepalanya.
"Duh bisa-bisanya lupa"—Naura
"Loh kak, kok rumah sepi, pak mamat ke mana ya kak? Naura tadi nunggu jemputan kok nggak dateng-dateng"—Naura
"Oh iya Non, Pak Mamat tadi mengantar Tuan Hutomo, Tuan Angga, dan den Micha ke kediaman Tuan Alfian."—Jawab sang perawat Melisa
"Kira-kira kenapa itu kak?"—Naura
"Maaf Non, saya kurang tahu. Yang saya lihat raut wajah Tuan sangat serius dan tuan buru-buru tadi"—Perawat
"Kenapa ya kira-kira, apa Aldi buat Ulah lagi"—Gumam Melisa
"Oh ya sudah kak, saya mau ke atas dulu bebersih. Bunda sudah makan dan minum obat kak?"—Naura
"Aman Non, baru saja Nyonya istirahat. Mari Non"—Perawat
"oke kak, terima kasih"—Naura
Kemudian, Naura segera menuju kamar dan bebersih sembari menunggu kepulangan Kakek, ayah, dan kakaknya dirumah untuk melakukan makan bersama seperti biasa.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Halo guys kira-kira kenapa Pak Hutomo, Angga, dan Marvin tergesa-gesa ke rumah Alfian?
Jawabannya ada di chapter selanjutnya ya guys:)