Ayudia Larasati, gadis cantik yang sudah berkali - kali gagal mendapatkan pekerjaan itu, memilih pindah ke desa tempat kelahiran ibunya setelah mendapatkan kabar kalau di sana sedang ada banyak lowongan pekerjaan dengan posisi yang lumayan.
Selain itu, alasan lain kepindahannya adalah karena ingin menghindari mantan kekasihnya yang toxic dan playing victim.
Di sana, ia bertemu dengan seorang pria yang delapan tahun lebih tua darinya bernama Dimas Aryaseno. Pria tampan yang terkenal sebagai pangeran desa. Parasnya memang tampan, namun ia adalah orang yang cukup dingin dan pendiam pada lawan jenis, hingga di kira ia adalah pria 'belok'.
Rumah nenek Laras yang bersebelahan dengan rumah Dimas, membuat mereka cukup sering berinteraksi hingga hubungan mereka pun semakin dekat
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernanda Syafira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
8. Kencan Terselubung
"Mau kemana, mas?" Tanya Laras pada Dimas yang mengendarai motor dengan santai.
"Keliling aja." Jawab Dimas.
"Mas yang bener aja! Masak mau keliling dua jam. Bisa lengket nanti aku sama jok motor mas Dimas." Protes Laras, membuat Dimas tersenyum di balik helm fullface yang terbuka bagian kacanya.
"Lalu?" Tanya Dimas.
"Gak tau juga, kan mas yang ngajak aku geser dari toko itu tadi. Lagian, aku juga gak tau tempat - tempat di Kabupaten ini." Jawab Laras.
Tak lama, Dimas mengarahkan motornya memasuki alun - alun yang ada di pusat Kabupaten.
Meski siang menjelang sore hari ini cukup terik, namun alun - alun itu tampak ramai oleh pengunjung, terutama anak SMA yang baru pulang sekolah.
Pedagang kaki lima yang berderet disana dengan berbagai macam dagangannya, menjadi daya tarik tersendiri. Alun - alun itu menjadi seperti pusat street food.
"Wahh, surga kuliner." Laras tampak senang walaupun dompet kering kerontang.
Untuk menyervice laptop saja, Uti yang memberikannya uang. Walaupun uang yang di berikan Uti cukup banyak, namun ia sungkan jika memakainya berlebihan.
Padahal, Uti sudah berpesan kalau ia sengaja membawakan uang lebih, supaya Laras bisa mengajak Dimas makan atau jajan sebagai ucapan terima kasih.
"Mau jajan?" Tanya Dimas.
"Mas mau makan apa?" Laras malah balik tanya.
Tapi Dimas hanya mengedikkan bahu dan mengarahkan tangannya ke Laras, menyerahkan semuanya pada Laras.
"Ya Allah, tinggal bilang terserah kamu, atau ngikut kamu aja. Gitu kok susah banget!" Gerutu Laras dalam hati.
"Yaudah, kita lihat dulu aja, barang kali ada yang menarik untuk di coba." Putus Laras.
Mereka berdua pun mulai menyusuri dan melihat - lihat dagangan yang ada di sana. Suasana yang ramai, membuat ruang gerak mereka terbatas.
Laras dan Dimas berjalan pelan sambil melihat ke kanan dan ke kiri, mencari makanan yang menggoda untuk di cicip.
Bruuk...
Laras hampir saja terjengkang jika tangan Dimas tak cepat menangkap tubunya.
"Maaf mbak, maaf. Saya gak sengaja." Siswa SMA itu meminta maaf karena sudah menabrak Laras.
"I-iya, gak apa - apa." Jawab Laras yang justru salah fokus dengan tangan Dimas yang masih merangkul bahunya.
"Hati - hati kalau jalan." Kata Dimas dengan tatapan tajamnya.
"Iya, mas. Sekali lagi maaf ya, mas, mbak." Kata siswa itu sebelum berjalan cepat meninggalkan Dimas dan Laras.
"Gak apa - apa, Ay?" Tanya Dimas.
"Enggak apa - apa kok. Anu tapi ini gak mau di lepas dulu?" Tanya Laras sambil menunjuk tangan Dimas yang masih merengkuh bahunya.
"Maaf." Kata Dimas yang langsung melepaskan bahu Laras.
Mereka berdua kembali berjalan dan membeli beberapa camilan juga dua buah jus. Setelahnya, mereka berdua kembali ke tempat dimana Dimas memarkirkan motor.
Laras duduk di anak tangga yang berada di sebelah motor Dimas. Sementara Dimas duduk bersandar pada motornya.
Dimas menatap Laras yang nampak menikmati bakso tusuk pedas yang ia beli. Selain itu, ada beberapa camilan lain yang di letakkan di samping Laras duduk.
Melihat sinar matahari yang menyorot ke bagian wajah Laras, Dimas pun sedikit bergeser hingga menghalangi sorotan sinar matahari yang terasa cukup panas.
Merasa tiba - tiba menjadi teduh, Laras pun mendongak dan melihat Dimas yang sedikit bergeser dari tempat semula.
"Mas, gak panas?" Tanya Laras yang di jawab gelengan oleh Dimas.
"Mas gak mau makan ini? Minum aja, emang gak kembung?" Cicit Laras.
"Nih, cicipin. Enak tau, mas." Laras memberikan bungkusan bakso tusuk lain untuk Dimas.
"Satu aja." Kata Dimas yang sebenarnya tak begitu menyukai jajanan atau camilan.
Dimas mengambil satu buah bakso dengan menggunakan tusukkan yang di sediakan lalu melahapnya.
"Mas gak suka jajan ya?" Tanya Laras yang di jawab anggukan oleh Dimas.
"Kenapa?"
"Gak biasa." Jawab Dimas.
"ch! Baru kali ini nemuin orang gak suka jajan. Pantes cepet kaya." Kekeh Laras.
"Padahal, jajan camilan kayak gini tuh obat stres tau, mas. Aku kalau lagi marah, kesel atau galau gitu biasanya beli jajan banyak, terus aku habisin sendiri. Coba deh, sekali - kali, kalo mas lagi suntuk, mas makan camilan. Jangan ngerokok terus." Celoteh Laras.
"Makan nasi sekalian, kenyang." Sahut Dimas.
"Ck! Beda lah, mas. Kadang udah makan nasi aja masih nyariin camilan." Sergah Laras.
"Jangan kebanyakan jajan. Gak baik buat kesehatan." Kata Dimas.
"Mending makan jajan, dari pada makan asep rokok." Bantah Laras.
"Aku jarang ngerokok." Dimas membela diri.
"Tapi aku sering lihat mas, kalo malem duduk di teras sambil ngerokok." Ujar Laras.
"Kamu sering ngintip?" Tanya Dimas.
"Bukan ngintip, kalo ngintip kan sembunyi - sembunyi. Aku sering duduk - duduk ruang tamu Uti kalo malem. Dan saat itu, pasti selalu liat mas yang masih pake baju koko, sarung juga peci, lagi ngerokok di teras. Mana gak cuma satu lagi, sambung terus kayak cerobong asep." Jawab Laras panjang yang membuat Dimas menunduk menahan tawa.
"Merhatiin banget?" Goda Dimas.
"Ck! Jangan Ge Er deh, mas. Aku liatin soalnya tuh asep kayak asep kebakaran." Sahut Laras yang membuat Dimas geleng - geleng kepala.
"Mas, ini jajan masih banyak loh. Bantu ngabisin kenapa? Aku kenyang tau!" Cicit Laras.
"Makanya jangan beli banyak - banyak." Sahut Dimas.
"Mas ngapa nyuruh aku beli ini itu, coba?" Protes Laras.
"Maasss... Mubadzir loh ini nanti. Mas juga tinggal makan aja apa susahnya sih? Gak di suruh buat loh. Walaupun mas yang beliin semuanya" Omel Laras sambil tertawa.
Dimas akhirnya berpindah duduk di sebelah Laras. Tepatnya satu tangga di atas Laras agar cahaya matahari yang masih menyorot itu tak langsung terkena pada Laras.
"Coba yang ini deh, mas. Ini cireng isinya padet tau, mas. Kayak omongan Najwa Shihab." Kekeh Laras sambil memberikan sterofoam yang berisi beberapa buah cireng.
Dimas sendiri kembali tersenyum saat mendengar celotehan gadis di sebelahnya. Tangannya kemudian meraih makanan yang di sodorkan Laras dan mulai memakannya.
Setelah menghabiskan semua jajanan yang di beli. Mereka berdua pun bersiap melanjutkan perjalanan.
"Kita sekarang mau kemana, mas?" Tanya Laras sambil memakai helmnya.
"Ke masjid agung, sholat dulu, sebentar lagi ashar." Jawab Dimas.
Adzan ashar berkumandang tepat saat Laras turun dari motor. Mereka berdua kemudian bergegas untuk masuk ke dalam masjid.
"Awas tasmu. Jangan teledor, Ay." Pesan Dimas.
"Iya mas."
"Nanti tunggu di sini aja, jangan kemana - mana, awas ilang." Kata Dimas lagi.
"Ish! Mas ini, emangnya aku anak kecil." Gerutu Laras yang kemudian beranjak dari duduknya.
"Mas gak masuk wudhu?" Tanya Laras saat sadar kalau Dimas masih berdiri di tempatnya dan malah memandangi punggungnya.
"Duluan." Titah Dimas sambil mengode Laras dengan dagunya.
Laras segera berjalan masuk ke ruang wudhu khusus wanita. Sementara, Dimas baru beranjak setelah memastikan Laras masuk ke tempat wudhu.
Setelah melaksanakan sholat ashar, mereka berdua segera kembali ke toko untuk mengambil laptop Laras yang katanya sudah selesai di perbaiki.
Cuaca yang tiba - tiba mendung, membuat udara di wilayah dataran tinggi itu menjadi dingin. Mereka berdua buru - buru mengambil laptop dan bergegas pulang.
Dimas berkali - kali melihat awan gelap yang sudah bergelayut, tanda hujan sebentar lagi akan turun.
"Pake jaket ini." Titah Dimas yang memberikan jaketnya pada Laras.
"Gak usah, Mas. Aku kan di belakang, ketutupan badan mas. Mas itu yang di tabrak angin terus." Tolak Laras.
"Pake, ay." Kata Dimas dengan tatapan yang tak ingin di bantah.
Laras akhirnya hanya bisa pasrah. Ia segera memakai jaket Dimas yang tentu kebesaran di badannya.
"Kancingin yang bener." Kata Dimas sambil melihat ke arah Laras yang tidak mengancingkan jaketnya.
"Iih, iya - iya. Kok mendadak jadi bawel sih." Jawab Laras sambil mengerucutkan bibirnya.
Dimas tak menanggapi omelan Laras. Ia segera menghidupkan motornya setelah memastikan Laras duduk di boncengan dan mulai memacu motornya dengan kecepatan tinggi.
update trus y kk..
sk bngt ma critany