NovelToon NovelToon
The Last Encore: Star Blood Universe

The Last Encore: Star Blood Universe

Status: sedang berlangsung
Genre:Vampir / Teen / Fantasi / Romansa Fantasi
Popularitas:206
Nilai: 5
Nama Author: Kde_Noirsz

"Di bawah lampu panggung, mereka adalah bintang. Di bawah cahaya bulan, mereka adalah pemburu."

Seoul, 2025. Industri K-Pop telah berubah menjadi lebih dari sekadar hiburan. Di balik gemerlap konser megah yang memenuhi stadion, sebuah dimensi kegelapan bernama The Void mulai merayap keluar, mengincar energi dari jutaan mimpi manusia.

Wonyoung (IVE), yang dikenal dunia sebagai Nation’s It-Girl, menyimpan beban berat di pundaknya. Sebagai pewaris klan Star Enchanter, setiap senyum dan gerakannya di atas panggung adalah segel sihir untuk melindungi penggemarnya. Namun, kekuatan cahayanya mulai tidak stabil sejak ancaman The Void menguat.

Di sisi lain, Sunghoon (ENHYPEN), sang Ice Prince yang dingin dan perfeksionis, bergerak dalam senyap sebagai Shadow Vanguard. Bersama timnya, ia membasmi monster dari balik bayangan panggung, memastikan tidak ada satu pun nyawa yang hilang saat musik berkumandang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 4 : Forbidden Vinyl

Aroma kayu cendana dan debu tua memenuhi indra penciuman Wonyoung saat ia melangkah masuk ke dalam ruang penyimpanan rahasia di asrama IVE. Ruangan ini tersembunyi di balik dinding lemari pakaiannya yang penuh dengan koleksi tas desainer. Bagi siapa pun yang melihat, ini hanyalah gudang tambahan, namun bagi Wonyoung, ini adalah tempat suci tempat ia menyimpan sisa-sisa jati dirinya yang asli.

Di tengah ruangan, di atas meja marmer hitam, dua pecahan piringan hitam obsidian (The Genesis Vinyl) tergeletak berdampingan. Pecahan yang ia dapatkan dari Sunghoon semalam seolah memiliki magnet tersendiri; ia terus berdenyut redup, memancarkan cahaya ungu yang sinkron dengan detak jantung Wonyoung.

"Kau seharusnya tidak berada di sini," bisik Wonyoung pada pecahan itu.

Ia menyentuh permukaannya yang kasar. Seketika, sebuah memori yang bukan miliknya merambat masuk ke dalam pikirannya. Ia melihat Sunghoon di masa lalu, berdiri di tengah badai salju, memegang pecahan ini dengan tangan gemetar. Ia merasakan kesepian yang mendalam dari pria itu, sebuah isolasi yang selama ini Sunghoon bungkus dengan sifat angkuh dan dingin.

Wonyoung menarik tangannya dengan cepat. "Berhenti memperlihatkan itu padaku," desisnya. Ia tidak ingin bersimpati pada Sunghoon. Baginya, keterikatan emosional adalah celah yang bisa dimanfaatkan oleh musuh.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi pesan masuk dari nomor yang tidak dikenal:

"Lantai 4 Gedung Agensi. Ruang Arsip Terlarang. Kau akan menemukan alasan kenapa piringan itu memanggilmu. Datanglah sebelum matahari terbit. – S"

Wonyoung tahu siapa pengirimnya. Sunghoon.

Gedung agensi di jam tiga pagi terasa seperti makam raksasa. Lampu-lampu koridor sengaja diredupkan untuk menghemat energi, menyisakan cahaya biru neon yang memantul di lantai marmer yang mengilat. Wonyoung bergerak dalam senyap, menggunakan kemampuan Starlight Step untuk membuat langkah kakinya tidak mengeluarkan suara sedikit pun.

Ia sampai di Lantai 4, sebuah area yang jarang dikunjungi staf karena konon memiliki sistem keamanan yang lebih ketat daripada ruang keuangan. Di depan pintu ruang arsip, sosok Sunghoon sudah berdiri menunggunya. Kali ini ia tidak memakai jas formal, melainkan hoodie hitam besar dengan tudung yang menutupi wajahnya.

"Kau datang," ucap Sunghoon tanpa menoleh.

"Aku tidak suka berutang rasa penasaran," jawab Wonyoung ketus. "Kenapa kau mengajakku ke sini? Bukankah kau bilang kita harus kembali ke jalur masing-masing?"

Sunghoon tidak menjawab, ia hanya menempelkan telapak tangannya ke sensor pintu. Bukannya menggunakan kartu akses, ia mengalirkan sedikit energi dinginnya ke dalam mesin sensor. Mesin itu membeku, mengalami glitch sesaat, dan pintu terbuka dengan suara desis pelan.

Di dalam ruangan itu, ribuan piringan hitam (vinyl) tersusun rapi di rak-rak besi yang menjulang tinggi. Namun, bukannya berisi rekaman lagu hits K-Pop, vinyl-vinyl di sini memiliki aura yang sangat gelap.

"Ini bukan arsip lagu," bisik Wonyoung, indra vampirnya merasakan getaran jahat dari setiap rak. "Ini adalah arsip... jiwa?"

"Tepat sekali," jawab Sunghoon. Ia berjalan menuju sebuah meja di tengah ruangan tempat sebuah piringan hitam tua sedang berputar di atas gramofon tanpa mengeluarkan suara. "Produser kita—pria yang kita temui di atap semalam—dia bukan sekadar manusia yang haus kekuasaan. Dia adalah kolektor frekuensi. Dia merekam emosi murni para idol sebelum mereka debut, lalu menggunakannya untuk memberi makan The Void agar portal tetap stabil dalam kendalinya."

Sunghoon menunjukkan sebuah catatan tua yang tergeletak di meja. "Lihat ini."

Wonyoung membaca catatan itu. Matanya membelalak saat melihat namanya dan nama Sunghoon tertulis di sana dalam daftar yang bertajuk :

Project 13: The Eternal Batteries.

"Baterai abadi?" Wonyoung merasakan kemarahan membakar dadanya. "Dia tahu siapa kita sebenarnya."

"Dia tahu kita abadi. Dia tahu kita Hunter. Dan dia mempekerjakan kita sebagai idol agar dia bisa menyedot energi dari setiap pertunjukan kita. Kita bukan pemburu monster baginya, Wonyoung. Kita adalah ternak yang ia pelihara untuk menjaga portalnya tetap 'aman' agar ia bisa terus memproduksi musik yang menghipnotis dunia," ucap Sunghoon, suaranya terdengar penuh kebencian.

Tiba-tiba, piringan hitam di atas gramofon itu mulai mengeluarkan suara. Bukannya musik, suara yang keluar adalah jeritan lirih ribuan orang yang bercampur dengan melodi yang sangat familiar melodi lagu debut IVE dan ENHYPEN.

"Dia mencampurkan frekuensi penderitaan ke dalam lagu-lagu kita," bisik Wonyoung ngeri. "Pantas saja fans sering merasa kecanduan yang tidak wajar pada lagu itu. Itu bukan karena bakat kita, tapi karena sihir hitam ini."

"Kita harus menghancurkannya," ucap Sunghoon. Ia mengangkat pedang esnya, bersiap menebas piringan hitam terlarang itu.

"Tunggu!" teriak Wonyoung. "Jika kau menghancurkannya sekarang, alarm akan berbunyi dan identitas kita akan terbongkar. Lihat di bawah meja itu."

Di bawah meja gramofon, terdapat sebuah sensor laser merah yang sangat tipis, terhubung langsung ke detektor energi di seluruh gedung. Jika piringan itu berhenti berputar secara paksa, seluruh gedung akan terkunci secara otomatis.

Sunghoon menurunkan pedangnya, rahangnya mengeras. "Jadi kita harus membiarkannya?"

Wonyoung mendekat ke gramofon tersebut. Ia melihat ke arah jarum pemutar yang terbuat dari fragmen Genesis Vinyl yang kecil. "Kita tidak menghancurkannya. Kita mengganti frekuensinya."

Wonyoung mengeluarkan pecahan Vinyl miliknya. Ia menempelkan pecahan itu ke samping piringan yang sedang berputar. "Sunghoon, bantu aku. Alirkan energimu melalui pecahan ini. Kita harus menimpa rekaman kegelapan ini dengan frekuensi murni dari sumpah abadi kita."

Sunghoon ragu sejenak, namun ia meletakkan tangannya di atas tangan Wonyoung yang sedang memegang pecahan piringan hitam itu.

Seketika, sebuah ledakan energi biru dan merah muda memancar di ruang arsip. Keduanya tersentak masuk ke dalam dimensi kesadaran piringan tersebut. Mereka melihat kilasan sejarah dunia yang hancur, ribuan tahun perang antara cahaya dan bayangan. Namun di tengah semua kegelapan itu, mereka melihat satu titik terang: momen di mana mereka berdua berdiri berdampingan di era Joseon, bersumpah untuk saling melindungi semesta.

Suara jeritan di ruangan itu perlahan berganti. Melodi yang tadinya menyeramkan berubah menjadi simfoni yang megah dan jernih. Frekuensi jahat itu tersapu oleh kemurnian energi mereka yang saling bersinkronisasi (Syncing).

Ting!

Lampu sensor laser di bawah meja berubah menjadi hijau. Piringan hitam itu berhenti berputar dengan sendirinya, kini permukaannya tidak lagi hitam pekat, melainkan berkilauan seperti bintang di langit malam.

"Berhasil," bisik Wonyoung. Ia menarik tangannya, namun ia baru menyadari bahwa Sunghoon masih memegang tangannya dengan erat.

Mereka saling menatap dalam keheningan ruang arsip yang kini terasa lebih tenang. Di mata Sunghoon, Wonyoung melihat pantulan dirinya sendiri—seorang pejuang yang lelah namun menolak untuk menyerah. Dan di mata Wonyoung, Sunghoon melihat sesuatu yang sudah lama hilang dari hidupnya: sebuah alasan untuk tidak lagi merasa sendirian.

"Tanganmu dingin," ucap Wonyoung pelan, mencoba memecah kecanggungan.

"Aku seorang vampir es, apa yang kau harapkan?" balas Sunghoon, meski ia tidak segera melepaskan tangan Wonyoung. Ia memberikan sedikit aliran energi hangat, sebuah teknik langka yang hanya bisa dilakukan jika seorang Hunter memercayai Hunter lainnya. "Tapi kurasa, cahayamu sedikit menghangatkannya."

Sunghoon akhirnya melepaskan tangannya dan mengambil piringan hitam yang kini telah berubah itu. "Kita bawa ini. Ini adalah bukti. Dan ini juga bisa kita gunakan untuk melacak di mana sebelas pecahan lainnya berada."

"Sebelas pecahan lagi..." Wonyoung menghela napas. "Artinya kita harus melakukan ini sebelas kali lagi?"

"Lebih dari itu," ucap Sunghoon sambil berjalan menuju pintu keluar. "Kita harus melakukan ini sambil tetap tersenyum di depan kamera, melakukan dance challenge yang konyol, dan pura-pura tidak saling mengenal di acara penghargaan."

Wonyoung mengikuti Sunghoon keluar, namun ia berhenti sejenak di depan pintu. Ia menatap ruangan arsip itu sekali lagi. "Sunghoon-ssi, menurutmu, apakah kita bisa benar-benar bebas suatu hari nanti? Maksudku, setelah semua ini berakhir?"

Sunghoon terhenti, punggungnya menghadap Wonyoung. "Vampir tidak pernah benar-benar bebas, Wonyoung. Kita hanya berganti penjara. Dari pedang ke panggung, dari hutan ke layar kaca. Tapi..." Sunghoon menoleh sedikit, memberikan tatapan yang paling manusiawi yang pernah Wonyoung lihat. "Setidaknya di penjara kali ini, aku tidak keberatan jika harus berbagi sel denganmu."

Pintu ruang arsip tertutup dengan dentum pelan, mengunci rahasia besar mereka di dalam kegelapan.

Matahari mulai mengintip dari ufuk timur Seoul ketika Wonyoung kembali ke asramanya. Ia masuk melalui jendela balkon, bergerak secepat kilat sebelum para member lainnya bangun.

Ia menyembunyikan piringan hitam baru itu di bawah tempat tidurnya. Saat ia berbaring, ia merasakan jas hitam Sunghoon yang masih tergeletak di kursi belajarnya. Ia mengambil jas itu, mencium aroma salju yang masih menempel di sana, dan entah kenapa, rasa haus akan darah yang biasanya menyiksanya setiap pagi, kali ini terasa jauh lebih tenang.

Di sisi lain kota, Sunghoon berdiri di atap asrama ENHYPEN, melihat matahari terbit yang mulai menyinari gedung-gedung tinggi. Ia memegang ponselnya, melihat foto promosi IVE yang terpampang di sebuah papan reklame di kejauhan.

"Forbidden Vinyl," gumamnya. "Lagu kita baru saja dimulai, Wonyoung."

Malam itu, rahasia mereka bertambah satu. Bukan lagi sekadar tentang siapa mereka, tapi tentang apa yang mulai tumbuh di antara dua kutub yang seharusnya tidak pernah bersentuhan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!