MONSTER KEJAM itulah yang Rahayu pikirkan tentang Andika, suaminya yang tampan namun red flag habis-habisan, tukang pukul kasar, dan ahli sandiwara. Ketika maut hampir saja merenggut nyawa Rahayu di sebuah puncak, Rahayu diselamatkan oleh seseorang yang akan membantunya membalas orang-orang yang selama ini menginjak-injak dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Niat Mencelakai Malah Kena Sendiri
Di dalam kamar yang terkunci rapat, Laura melemparkan vas bunga ke arah cermin hingga hancur berkeping-keping. Napasnya memburu, pipinya masih terasa panas bekas tamparan Rio.
"Sialan! Anak buta itu benar-benar udah berani mencabut taringku!" geram Laura dengan suara rendah yang penuh kebencian.
Santi duduk di tepi ranjang sambil meremas ponselnya.
"Ma, kalau Papa benar-benar memutus fasilitas kita, aku bisa gila! Kita harus menyingkirkan Rahayu sebelum dia sah menjadi istri Andika. Kalau dia udah punya kekuasaan Rahardjo, kita tamat."
Laura menyeringai licik di balik sisa air matanya.
"Tenang aja, sayang. Dia pikir dia sudah menang? Dia hanya sedang menabung nyawa. Biarkan dia merasa di atas angin sebentar lagi."
Dua hari sebelum pernikahan, sesuai kesepakatan, Rahayu dan Andika melakukan sesi foto pre-wedding. Lokasi yang dipilih Andika cukup ekstrem sebuah tebing dengan latar belakang air terjun megah yang debit airnya sedang tinggi.
Rahayu berdiri di tepi tebing mengenakan gaun putih panjang yang melambai ditiup angin. Meski matanya tak melihat, ia bisa merasakan dinginnya uap air yang menerpa wajahnya.
Di sampingnya, Andika berdiri tegap, merangkul pinggang Rahayu untuk keperluan pose kamera.
"Tersenyumlah, Rahayu. Jangan biarkan orang mengira aku memaksamu," bisik Andika dingin di telinga Rahayu.
Fotografer dan kru berada sekitar sepuluh meter dari mereka, sibuk mengganti lensa. Saat itulah, suasana berubah mencekam. Andika mempererat cengkeramannya pada lengan Rahayu, menariknya sedikit lebih dekat ke bibir jurang yang licin karena lumut dan uap air.
"Kau tahu, Rahayu?" suara Andika berubah menjadi seringai gelap.
"Papamu terlalu banyak menuntut dalam kontrak ini. Aku benci wanita yang terlalu beban sepertimu. Akan jauh lebih mudah jika kamu menghilang sekarang sebagai 'kecelakaan' tragis sebelum pernikahan." batin Andika.
Rahayu merasakan tubuhnya didorong perlahan ke arah jurang.
"Kamu ingin membunuhku?" batin Rahayu.
"Kematian calon pengantin wanita di air terjun... bukankah itu judul berita yang puitis?" batin Andika sembari memberikan dorongan kuat pada bahu Rahayu.
Namun, di luar dugaan Andika, Rahayu tidak meronta. Ia justru memutar tubuhnya dengan sangat cepat, memanfaatkan kekuatan kakinya yang selama ini ia latih secara diam-diam.
Rahayu merendahkan gravitasi tubuhnya dan dengan sengaja menjatuhkan diri ke arah dalam tanah yang stabil, sambil menarik kuat kerah jas Andika dengan gerakan bela diri yang tak terduga.
"Apa—?!"
Kaki Andika yang memakai sepatu kulit licin tergelincir di atas batu berlumut. Karena ia sedang memberikan tenaga penuh untuk mendorong, ia kehilangan keseimbangan saat Rahayu menghindar.
"Rahayu! Tolong—!"
Tangan Andika menggapai udara, namun jari-jarinya hanya menyentuh ujung kain gaun Rahayu yang terlepas. Dalam hitungan detik, tubuh pria itu terjungkal ke belakang, melewati batas tebing, dan jatuh terhempas ke dalam jeram yang sangat dalam di bawah sana.
Bruk!
Rahayu tersungkur di tanah yang aman, napasnya tersengal. Suara teriakan kru film pecah, mereka berlarian menuju tepi tebing dengan histeris.
"Tuan Andika! Tuan jatuh!"
Rahayu duduk diam di tanah, merapikan rambutnya yang berantakan. Ia tidak bisa melihat kekacauan di bawah sana, tapi ia bisa mendengar suara air yang menelan segalanya. Dengan wajah tanpa ekspresi, ia berbisik pada angin:
"Udah aku katakan, Andika. Aku bukan lagi mangsa yang bisa kau dorong sesukamu."
Suasana di dasar tebing mendadak menjadi sangat kacau. Tim SAR dan beberapa kru yang memiliki peralatan memanjat segera turun ke jeram yang mengamuk. Tubuh Andika yang sempat terseret arus deras berhasil ditarik sebelum ia terbentur batu besar di hilir.
Andika terbatuk hebat, memuntahkan air keruh dari paru-parunya. Seluruh tubuhnya memar, dan kakinya tampak tertekuk pada posisi yang tidak wajar.
Di rumah sakit dua jam kemudian, Andika terbaring di ruang VVIP dengan kaki digips dan perban melilit kepalanya.
Di sudut ruangan, Rahayu duduk dengan tenang, seolah tidak terjadi apa-apa. Bu Laura dan Santi yang baru tiba langsung menghambur masuk dengan tangisan yang dibuat-buat.
"Ini semua pasti gara-gara perempuan buta ini!" teriak Laura sambil menunjuk Rahayu.
"Andika, katakan pada kita, dia yang mendorongmu, kan?!"
Andika membuka matanya yang merah karena iritasi air terjun. Ia menatap Rahayu dengan tatapan yang jauh lebih tajam dari sebelumnya. Ada kilatan amarah yang nyaris meledak, namun ia juga merasa dipermalukan.
Bagaimana mungkin ia, seorang pria perkasa, bisa dijatuhkan oleh wanita yang selama ini ia
anggap lemah?
"Keluar," desis Andika dingin.
"Kamu dengar itu, Rahayu? Keluar!" usir Santi ketus.
"Bukan dia. Kalian semua, keluar. Aku mau bicara berdua dengan calon istriku," potong Andika dengan nada bicara yang penuh penekanan pada kata terakhir.
Setelah ruangan sepi, Andika mencoba bangkit meski harus meringis menahan sakit. Ia menatap punggung Rahayu yang masih membelakanginya.
"Kamu sengaja melakukannya," ucap Andika, suaranya parau namun penuh ancaman.
"Kamu menyembunyikan kemampuan bela diri itu hanya untuk menunggu saat yang tepat untuk membunuhku?"
Rahayu memutar kursinya perlahan. Meski matanya tertutup kain tipis, ia seolah bisa menatap tepat ke jantung Andika.
"Aku gak mendorongmu, Andika. Aku hanya memberikan apa yang kamu berikan padaku, gravitasi. Kamu jatuh karena niat burukmu sendiri."
Andika tertawa sinis, sebuah tawa yang terdengar sangat berbahaya.
"Jangan merasa menang dulu. Kejadian tadi justru meyakinkanku akan satu hal aku gak akan membatalkan pernikahan ini."
Rahayu sedikit mengernyit.
"Kamu sudah hampir mati, dan kamu masih ingin melanjutkan sandiwara ini?"
"Ya," Andika mencengkeram sprei ranjangnya hingga buku jarinya memutih.
"Kalau aku membencimu saat kamu lemah, sekarang aku jauh lebih membencimu karena kamu berbahaya. Aku gak akan membiarkanmu bebas. Aku akan menjadikan pernikahan ini penjara paling gelap yang pernah kamu bayangkan. Kamu akan membayar setiap tetes air yang masuk ke paru-paruku hari ini."
Rahayu berdiri, merapikan gaunnya yang sedikit kotor. Ia berjalan mendekati ranjang Andika tanpa ragu, hingga wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari pria itu.
"Silakan dicoba, Andika. Tapi ingat satu hal," bisik Rahayu tepat di telinga pria itu, suaranya sedingin es.
"Air terjun tadi hanyalah peringatan kecil. Jika kamu mencoba menyentuhku lagi aku pastikan lain kali gak akan ada orang yang datang menolongmu."
Rahayu melangkah keluar dengan anggun, meninggalkan Andika yang gemetar karena perpaduan antara rasa sakit, amarah, dan rasa takut yang mulai tumbuh di sudut hatinya yang terdalam.
"Awas saja kamu Rahayu. Gak akan aku biarkan kamu hidup bahagia setelah menjadi istriku nanti. Camkan itu!"
Bersambung
jangan lupa mampir juga keceritaku PENJELAJAH WAKTU HIDUP DIZAMAN AJAIB🙏