Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 04
...***...
Safira hanya bisa diam seribu bahasa, berusaha mencerna kalimat kalimat yang Bastian ucapkan. Dia menyadari, bahwa bagaimana pun dia bersikeras menolak, tetapi Bastian kini adalah suaminya, dan kewajiban seorang istri adalah melayani suaminya. Suka tidak suka, mau tidak mau.
"Lakukanlah jika memang Anda ingin meminta hak Anda, Tuan. Saya siap melayani Anda, dan anggap saja saya ini sebagai wanita penghibur yang akan Anda datangi ketika Anda membutuhkan. Dengan begitu saya tidak akan pernah mengharapkan sesuatu yang lebih pada Anda," ucap Safira
Wanita itu memberanikan diri membuka suara, meski mengucapkan kata-katanya dengan suara tercekat. Sebisa mungkin menahan airmatanya agar tidak terjatuh di hadapan atasannya yang kini sudah menjadi suaminya.
Bastian tentu saja tertegun mendengar ucapan Safira, wanita yang dinikahinya beberapa jam yang lalu itu.
"Apakah kamu akan melakukannya dengan terpaksa, Fira?" tanya Bastian dengan sendu.
"Tidak, Tuan. Sebagai seorang istri saya akan melayani dengan sebaik mungkin, meskipun di antara kita tidak ada cinta, sebab itu adalah kewajiban," ucap Safira dengan tegas.
"Tapi ijinkan saya untuk menunaikan kewajiban saya sebagai seorang muslim terlebih dahulu, karena waktu sudah beranjak pagi."
"Apakah kamu tak mau menungguku dan kita sholat berjamaah?" tanya Bastian
"Saya akan menunggu, jika Anda menginginkannya," jawab Safira.
Bastian segera berlalu menuju kamar mandi. Dengan secepat kilat dia mandi agar istrinya tidak kelamaan menunggu.
Di sisi lain Safira segera memakai bajunya, lalu mengambilkan baju bersih untuk suaminya. Setelahnya dia menyiapkan keperluan untuknya dan sang suami beribadah.
Bastian keluar kamar mandi, hanya dengan memakai handuk saja yang menutupi sebagian tubuhnya. Safira segera mengalihkan pandangannya, mukanya memerah menahan malu, melihat sesuatu yang tidak seharusnya dia lihat. Safira memilih menundukkan pandangannya, dengan dada bergemuruh.
Dengan cuek Bastian memakai bajunya di hadapan Safira, seolah tidak ada orang. Padahal saat ini dia juga merasakan jantungnya meletup-letup seolah ingin melompat keluar.
Kedua pengantin baru itupun melaksanakan sholat berjamaah untuk pertama kalinya sebagai suami istri. Selesai sholat Safira meraih tangan suaminya dan menciumnya takzim.
Bastian mencium kening istrinya dengan hati bergetar. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini Bastian sangat bahagia. Safira gadis sederhana yang dicintainya dalam diam kini telah menjadi istrinya. Bastian merasakan perasaan membuncah yang tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata.
Safira segera merapikan peralatan sholatnya dan memasukkannya kembali dalam tas.
"Fira, sebaiknya lekas kemasi barang-barangmu, kita pulang ke mansion dan sarapan di sana saja," beritahu Bastian.
"Baik, Tuan," jawab Safira.
"Apa kamu akan terus memanggilku dengan sebutan itu, Fira?" tanya Bastian.
"Kita sudah sah sebagai suami istri. Dan lagi, ini bukan di kantor!" tegasnya.
"Maaf, Tuan. Perlu saya ingatkan bahwa posisi saya di sini HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI. Untuk itu saya harus tetap bisa menempatkan diri saya dan menjaga batasan saya," ucap Fira dengan kepala tertunduk.
Bastian menarik nafas kasar, dia merasa frustasi menghadapi Safira. Dia berpikir setelah menjadi istrinya, wanita itu akan sedikit lebih lunak, tetapi kenyataannya, bahkan lebih kuat lagi membentengi diri, daripada saat menjadi sekretarisnya.
"Tapi aku tidak menganggapmu hanya sebatas istri pengganti, Fira! Pernikahan kita sah di mata hukum dan agama, dan aku tidak berniat untuk mempermainkan pernikahan ini. Aku mencintaimu dan kamu adalah istriku sampai..." ucapan Bastian langsung terpotong.
"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu sampai kapan status ini akan saya sandang. Maka, saya harus sadar posisi saya ada di mana, dan biarkan semuanya seperti sedia kala tanpa ada yang berubah, kecuali status kita saja," cetus Safira.
"Saya juga meminta agar kita bekerja dengan profesional, seperti sebelum terjadinya pernikahan," pinta Safira.
Lagi-lagi Bastian hanya bisa menghela nafasnya kasar, dia sudah tak bisa berkata apa-apa lagi untuk membela diri. Safira tetap pada pendiriannya, tanpa berkeinginan untuk melibatkan dirinya sebagai suami. Namun hal itulah yang justru membuatnya jatuh pada pesona Safira.
"Apa ini karena Mami mengancanmu, Fira? Katakan padaku, Fir!"
"Tidak, Tuan. Nyonya Hanum tidak mengatakan apapun, apalagi mengancam saya."
Akhirnya Bastian hanya mampu terdiam sambil memperhatikan Safira mengemasi barang-barangnya. Akan tetapi dia akan mencari tahu sendiri apa yang membuat Safira begitu rapat menutup pintu hatinya.
"Sudah selesai, Tuan. Saatnya pergi sekarang," ucap Safira.
"Sudah tidak ada yang ketinggalan?"
"Saya rasa sudah tidak ada, Tuan."
Bastian dan Safira meninggalkan kamar hotelnya dan kembali ke mansion.
Safira sudah memantapkan hatinya untuk menghadapi apapun kenyataan yang akan dihadapinya, meski dia belum tahu sejauh mana dia akan bertahan nantinya.
***
Dalam perjalanan menuju mansion keduanya saling bungkam. Baik Bastian maupun Safira tak ada satu pun dari mereka yang berniat memulai obrolan. Bastian sibuk dengan pikirannya yang masih penasaran tentang di mana kira-kira perginya Farah sang calon istri.
Sementara Safira pun tak jauh berbeda. Statusnya telah berubah dari seorang gadis, kini telah menjadi seorang istri. Dalam benaknya dia berpikir apa yang akan dilakukannya nanti ke depannya. Dirinya masih terus terngiang dengan perkataan Nyonya Hanum yang begitu keras menolaknya menjadi bagian dari keluarga mereka. Tentu hal itu menjadi beban mental tersendiri buat Safira.
Mobil yang membawa pasangan pengantin baru itu berhenti di depan bangunan kokoh, dengan arsitektur bergaya eropa nan megah.
Safira merasakan jantungnya berdegup kencang, saat menatap bangunan megah di depannya. Dirinya membayangkan bagaimana hari-hari yang akan dijalaninya nanti, di dalam mansion tersebut.
"Kita sudah sampai, Tuan, Nyonya." Pak Amir sopir yang mengantar Bastian berkata dengan sopan, lantas keluar dari dalam mobil guna membukakan pintu untuk tuannya.
Sedangkan Safira bergegas turun sendiri tanpa menunggu sopir membukakan pintu, sebab dia sadar siapa dirinya yang posisinya sama dengan para pekerja di mansion itu. Yakni sama-sama berasal dari kalangan bawah.
Bastian menghampiri Safira. "Ayo, kita masuk dan aku perkenalkan dirimu pada penghuni mansion," ajak Bastian.
Ia menatap Safira dan tersenyum hangat. Meraih tangan sang istri dan menggandengnya dengan lembut, lalu membawanya masuk ke dalam mansion.
Di dalam mansion mereka disambut oleh beberapa pekerja yang berbaris rapi di kanan kiri depan pintu yang akan Bastian dan Safira lewati.
"Selamat datang, Tuan dan Nyonya," Serentak para pekerja itu menunduk memberi hormat. Dalam hati mereka bingung, dan bertanya-tanya, 'kenapa Nyonya Muda berbeda?' Akan tetapi mereka hanya bisa memendamnya tanpa berani untuk bertanya.
Bastian berhenti di ujung barisan dan Safira mengikutinya lalu berdiri di samping suaminya.
"Perkenalkan, wanita cantik yang berada di sampingku adalah Safira istriku. Dan mulai sekarang dia adalah Nyonya kalian, dan dia juga yang akan memegang kendali di mansion ini." Bastian berkata dengan bangga sambil merangkul pinggang Safira dan menatap istrinya dengan penuh cinta.
***
Bersambung....