Si Villainess tiba-tiba berubah?
Yrina Lavien, si penyihir yang dapat julukan Gadis Beracun sangat mencintai Anthony, Si Putra Mahkota, namun Anthony mencintai Margareth Thatcher. Suatu malam, Yrina tak sadarkan diri dan dia berubah ketika dia bangun. Dia yang awalnya suka pada Bunga Lily of The Valley jadi menyukai Bunga Mawar, dia yang dulunya tergila-gila pada Anthony malah jatuh hati kepada Dimitry Thatcher, kakak laki-laki Margareth yang telah 'merebut' kekasihnya. Dengan dalih 'lupa ingatan' dia benar-benar berubah. Tak banyak yang tahu, jika Yrina Lavien bukanlah dirinya yang asli dan merupakan jiwa lain yang sedang bertransmigrasi. Kini, Yrina yang baru hanya ingin hidup tenang. Mampukah dia mewujudkannya jika dia menjadi gadis paling dibenci dan paling jahat di seluruh kerajaan? Lalu sebenarnya dimanakah jiwa Yrina yang asli?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Venus Earthly Rose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4 : Jiwaku Bernyanyi di Ragamu
"Biar ku tebak, karena itu kalian ingin aku menggantikannya, begitu?" Tanyaku lagi. Rasanya sedikit menyakitkan saat aku menjadi pengganti seseorang di dunia yang gila ini.
Mereka berdua diam dan itu menegaskan jika tebakanku benar. Aku tak bisa melakukan ini, aku tak ingin menjadi pengganti seseorang yang kehadirannya hanya dibutuhkan saat orang lain sudah tiada. Aku tak bisa. Persetan dengan semua hal gila ini, aku rasa aku ingin pulang. Aku tahu dua orang ini pasti bisa mengembalikanku pulang.
"Bisakah kalian memulangkanku ke tubuhku yang asli? Aku tak ingin berada di sini." Ucapku.
Mereka berdua tampak terkejut mendengar ucapanku.
"Kau mau pergi kemana? Ini adalah rumahmu, sayangku." Kata si wanita. Lama-lama dia mulai terlihat panik. "Ibu akan memberimu apapun, apapun itu, cintaku. Ibu mohon, tolong jangan tinggalkan ibu lagi." Sambungnya, sebelum kembali menangis. Ia berusaha mendekat ke arahku namun berhenti setelah beberapa langkah.
"Ini rumahmu, nak. Sekarang ini adalah rumahmu." Si pria menimpali.
"Bukan! Aku bukan Yrina. Aku hanya jiwa tersesat yang kalian panggil ke sini untuk menggantikan puteri kalian yang sudah mati. Aku tak mau! Aku ingin pulang! Kembalikan aku!" Kataku setengah berteriak, aku berdiri dari dudukku.
"Yrina." Panggil mereka dengan suara mengiba.
"Berhenti memanggilku Yrina-Yrina terus menerus! Aku bukan Yrina dan aku mau pulang! Tidak tahukah kalian aku berusaha tidak gila sekarang?" Teriakku dengan kencang.
"Pulang? Kau ingin pulang ke tubuhmu yang sudah mati?" Teriak si pria.
Melihat suaminya berteriak, si wanita menenangkannya. Si wanita lalu marah kepada si pria. "Jangan membentaknya! Tolong mengerti keadaannya!"
Aku terdiam seketika dan tak terasa air mata mengalir di pipiku. Bodohnya aku. Seharusnya aku tahu, jika aku masuk ke dalam tubuh ini itu artinya sudah pasti tubuh asliku sedang tidak baik-baik saja di sana dan ternyata malah sudah mati. Jadi, aku benar-benar mati karena menyelamatkan gadis kecil itu. Bagaimana keadaan tubuhku di sana? Siapa yang mengurusku? Apakah tubuhku sudah ditemukan?
"Ayah minta maaf, nak, karena sudah berteriak kepadamu." Si pria terlihat menyesal. "Kalian adalah jiwa yang sama dengan kehidupan yang berbeda. Kami hanya memanggil jiwamu ke sini karena ini memang tempatmu. Ayah tahu ini terdengar egois. Kau bisa membenci kami sepuasnya. Ya, kau benar, kami memanggilmu karena jiwa Yrina yang asli sudah mati. Tapi, ini adalah tempatmu sekarang dan kami tak masalah dengan hal itu. Mau kamu adalah jiwa Yrina yang asli atau bukan, yang kami tahu, kau adalah puteri kami." Ucap si pria lagi. Dia juga mulai menangis.
Aku terdiam. Tak tahu harus apa. Haruskah aku bersyukur atau semacamnya atas hal ini? Aku tak tahu. Rasanya aku sudah gila.
"Kamu adalah kamu, kamu adalah Yrina. Memang bukan Yrina yang dulu namun kamu tetap Yrina. Puteriku, cintaku." Ucap si wanita.
Pandanganku menggelap lagi dan aku terjatuh ke belakang, kehilangan kesadaranku untuk kedua kali.
Saat kembali sadar, aku kembali terbaring di atas tempat tidur. Saat aku kembali membuka mata, mereka masih ada di dekatku, duduk di samping tempat tidur. Aku tak tahu harus berkata apa. Perutku terasa sangat lapar dan makanan yang letaknya tak jauh dariku terlihat dan tercium sangat menggoda. Melihatku melirik ke arah makanan itu. Si wanita lalu mengambilnya dan menyuapiku. Sepotong roti bawang putih mentega dan sup krim yang hangat.
Aku menolak disuapi dan memilih untuk memasukkan sendok demi sendok makanan itu sendiri ke dalam mulutku dengan tangan yang gemetar. Perasaanku sudah lebih baik dan ku rasa aku sudah menemukan kembali kewarasanku. Kepalaku juga sudah tidak pening lagi. Ku rasa aku harus menghadapi semua ini, semua kegilaan yang ada ini. Aku bahkan tak tahu bagaimana keadaan tubuhku di duniaku yang asli saat ini. Ku rasa sekarang ini adalah duniaku.
"Aku ingin bertanya banyak hal." Ucapku. Memandang mereka berdua bergantian.
Mereka berdua mengangguk mengiyakan.
"Mengapa aku bisa ada di sini?" Tanyaku.
"Kami memanggilmu. Dua bulan lalu, puteri kami koma dengan sangat tiba-tiba. Kami sampai sekarang juga tak tahu apa sebabnya. Keadaannya semakin memburuk setiap harinya. Hingga satu minggu lalu, dia berhenti bernapas. Kami tak tahu harus apa. Aku tahu saat itu bukanlah hari dimana seharusnya puteriku meninggal. Aku tak terima puteriku meninggal seperti itu. Kami mulai berdoa dan melakukan ritual untuk melihat bintang-bintang. Berusaha mencari jiwanya di sana namun hasilnya nihil. Jiwa yang sudah mati, takkan pernah bisa kembali lagi. Lalu suatu ketika, kami merasakan jiwa yang sama di suatu bintang yang sangat jauh. Jiwamu, jiwa yang sama dengan puteri kami. Kami menemukanmu, jiwa kembar puteri kami. Kami melihatmu menangis dan ketakutan di suatu tempat basah yang sempit. Kau begitu kecil dan sangat menderita. Ada seseorang yang berulangkali mnyiksamu. Aku berusaha menarikmu ke sini saat itu namun gagal. Aku tak mau melihatmu sedih dan tersiksa seperti itu di sana." Kata si wanita.
Aku diam mendengar ucapannya. Dia tidak bercanda kan? Kejadian itu sudah lima belas tahun yang lalu. Saat ibuku berusaha menenggelamkan kepalaku di dalam bak kamar mandi. Bagaimana dia bisa tahu?
"Kami tak bisa melakukan apapun, kami hanya bisa melihatmu dari sini dan berdoa untukmu. Semoga kau baik-baik saja. Dan malam itu, kau hampir meninggal. Aku tak mau melihat puteriku meninggal dua kali. Aku berusaha menarikmu ke sini namun gagal lagi dan akhirnya kami hanya bisa memanggilmu. Setelah berkali-kali mencoba panggilan itu berhasil dan kamu tiba. Jiwamu masuk ke dalam ragamu yang di dunia ini." Pungkas si wanita.
Aku diam lagi, mencoba mencermati ucapannya. "Kapan kau melihatku menangis di kamar mandi?" Tanyaku.
"Lima hari lalu." Jawab si pria.
"Kejadian itu terjadi saat aku masih lima tahun, bagaimana bisa?" Tanyaku lagi. Aku sangat tak percaya.
"Waktu di dunia ini dan duniamu berbeda. Itu sebabnya seperti kedipan mata melihatmu tumbuh besar dengan sangat kuat di sana. Kami minta maaf, kami terlalu lemah dan tak bisa membawamu ke sini lebih cepat."
Aku kembali menangis. Orang-orang ini sudah memperhatikanku sejak lama. Ini tak terasa seperti jika mereka sedang berbohong.
"Jangan menangis, sayang. Kamu sudah bersama kami sekarang. Ibu mohon, jangan menangis, jangan bersedih, cintaku." Ucap si wanita memelukku dengan erat.
Aku melepas pelukannya dengan perlahan dan menghapus air mataku.
"Aku minta maaf." Ucapku, seraya memperhatikan ekspresi mereka berdua. "Aku tahu kalian memanggilku ke sini karena kalian pikir aku adalah Yrina, namun kami berbeda. Aku tak memiliki sifat dan sikap yang sama dengannya dan bahkan aku mungkin takkan pernah bisa menjadi Yrina. Ku harap kalian mengerti hal ini. Aku tak ingin kalian berharap lebih dariku. Aku bukan Yrina yang asli."
Mereka berdua tersenyum dan memelukku bersama-sama. Rasanya hangat dan menenangkan.
"Mau bagaimanapun kamu, kamu adalah puteriku, kamu tak perlu berpura-pura dan menjadi orang lain. Kamu adalah kamu. Dirimu. Kami takkan pernah meminta apapun atau berubah." Kata si wanita.
"Sudah bisa bertemu denganmu saja adalah berkah yang tak terkira untuk kami, nak. Kami hanya akan menjagamu dan melindungimu. Sisanya, itu terserah kamu. Apapun yang akan kamu lakukan akan kami dukung. Hiduplah dengan baik dan bahagia mulai sekarang di sini bersama kami. Ini rumahmu sekarang, nak. Rumahmu. Duniamu." Kata si pria.
Aku kembali menangis. Aku tahu ini gila namun bohong rasanya jika aku tak bersyukur bertemu mereka. Cinta, ini cinta yang luar biasa. Aku tak salah lagi, ini cinta. Cinta mereka untuk Yrina, puteri mereka yang mereka lihat dalam diriku. Jadi rasanya seperti ini dicintai orang tua. Seperti ada aliran deras cinta yang mengalir ke diriku. Aku memeluk mereka dengan erat. Maaf, ku rasa aku akan tetap di sini dan takkan pulang. Ini sangat indah, hatiku terasa begitu hangat.
Yrina, kamu benar-benar dikaruniai orang tua yang sangat mencintaimu, terima kasih sudah menunjukkan apa itu cinta dari keluarga kepadaku.