CEO perusahaan literasi ternama, Hyung menjual dirinya di situs online sebagai pacar sewaan hanya karena GABUT. Tak disangka yg membelinya adalah karyawati perusahaannya sendiri. Ia terjebak satu atap berminggu-minggu lamanya. Benih-benih asmara pun muncul tanpa tahu jika ia adalah bosnya. Namun, saat benih itu tumbuh, sang karyawati, Saras malah memutuskannya secara sepihak. Ia tak terima dan terpaksa membongkar jati dirinya.
"Kau keterlaluan, Saras. Kau memperlakukanku semena-mena tanpa menimbang kembali perasaanku. Lihat saja! Kau akan datang padaku secara terpaksa ataupun patuh. Camkan itu!"
Ia pun ingin membalas terhadap apa yang pernah Saras lakukan padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaharu Wood, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
INGIN TAHU
...Hyung...
...Saras...
Beberapa menit kemudian...
Saras menghidangkan makan malam untuk Hyung. Mereka duduk bersama di meja makan lesehan. Tampak Saras yang mengambilkan nasi untuk Hyung. Hyung pun tersenyum melihat Saras melakukan untuknya.
Dibalik sikap manja dan ngambeknya, ternyata ada sisi keibuan yang dia punya.
Saras juga mengambilkan lauk untuk Hyung. Menuangkan air minum baru setelah itu mengambil nasi untuknya. Hyung pun memerhatikan Saras yang bersikap lembut padanya. Tak ada ngambek, tak ada marah, atau hal-hal yang menjengkelkannya.
"Kerja yang bagus." Hyung pun memuji Saras.
Saras tersenyum. "Makanlah selagi hangat." Saras pun mempersilakan Hyung untuk makan.
Keduanya lalu makan bersama dengan suasana yang begitu hangat. Tanpa ada pertengkaran, tanpa ada salah paham atau prasangka buruk. Hyung pun menjadi nyaman bersama Saras. Seolah pilihan hatinya tidak salah. Ya, meskipun Saras lebih dewasa darinya.
Dua puluh menit kemudian...
Makan malam telah usai. Malam pun semakin larut. Saat ini pukul setengah sembilan malam lewat. Hyung dan Saras pun duduk di kursi sambil menonton televisi. Keduanya duduk berdekatan dengan jarak hanya sejengkal. Sepertinya keduanya sudah mulai merasa nyaman. Dan Hyung tak segan meminta Saras membuatkan teh untuknya. Tapi bukan sebagai seorang bos ke bawahan. Melainkan ke pasangan.
"Gulanya banyak atau sedikit?" tanya Saras sambil beranjak berdiri.
"Sedikit saja," jawab Hyung semringah.
Saras pun segera ke dapur untuk membuatkan teh. Sedang Hyung masih duduk di kursi sambil menonton televisi. Ia pun mengecek ponselnya jikalau ada pesan penting yang harus segera dibalas.
Sepertinya semua masalah sudah clear. Tinggal mengurus anniversary perusahaan saja.
Hyung merasa tenang. Tak lama Saras pun datang membawakan minuman. Teh hangat yang dibuat khusus olehnya untuk Hyung.
"Ini, minumlah." Keduanya pun duduk bersama kembali.
"Saras."
"Ya?"
"Mungkin aku tidak bisa sering ke sini. Mungkin juga aku masih harus menutupi kedekatan kita." Hyung membuka pembicaraan.
Saras tampak mengerti. Ia mencoba memaklumi keadaan Hyung saat ini.
"Ibuku adalah orang yang tidak bisa diajak berdebat. Dia juga tidak menyukai penolakan. Satu-satunya cara untuk menaklukkannya adalah dengan kelembutan." Hyung memberi tahu.
Saras memerhatikan Hyung yang bicara. Ia kemudian menanyakan sesuatu. "Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?" tanya Saras.
"Tentang apa?" tanya Hyung balik.
Saras terdiam sejenak. "Zuyu, siapa sebenarnya dia? Mengapa ibumu bisa menjadikannya sekretaris begitu saja? Aku baru melihatnya." Saras penasaran.
Hyung mengangguk. Ia mengerti apa yang Saras rasakan. Ia pun berpikir agar lebih bijak menjawab. "Zuyu adalah teman kampusku dulu." Hyung bercerita.
"Teman kampus?" Saras antusias mendengarkan.
"Ya, teman kampus. Tapi berbeda fakultas," kata Hyung lagi.
"Tapi kudengar kalian--"
"Dijodohkan?" Hyung segera menduga.
Saras mengangguk.
Hyung mengembuskan napasnya. "Ibu selalu bersikap terburu-buru. Dia sedikit ceroboh. Mudah percaya pada orang tanpa menyelidiki lebih dulu," kata Hyung lagi.
Dia berani menceritakan bagaimana sikap ibunya padaku. Dia sudah seterbuka ini. Mungkin ini saatnya aku menanyakan bagaimana kehidupannya di masa lalu. Mungkin aku lebih bisa memahami keadaannya.
"Vi." Saras masih memanggil Hyung dengan sebutan Vi.
"Ya?" Hyung pun meneguk teh yang dibuatkan oleh Saras.
"Bisakah kau ceritakan bagaimana kehidupanmu dulu? Aku ingin tahu." Saras meminta.
Hyung meletakkan kembali cangkir tehnya ke atas meja. "Kau serius ingin tahu?" tanya Hyung memastikan.
Saras mengangguk.
"Tapi ini akan sedikit panjang. Dan juga ... menyedihkan." Hyung memberi tahu.
Menyedihkan? Semenyedihkan apa masa lalunya?
Saras semakin penasaran. "Tak apa. Mungkin aku bisa lebih mengerti keadaanmu sekarang. Aku juga ingin tahu bagaimana kehidupanmu saat kuliah." Saras siap mendengarkan.
Hyung tersenyum. Ia kemudian mengusap kepala Saras. "Andai dirimu seperti ini sejak dulu, mungkin tak akan ada pertengkaran." Hyung menyayangkan.
"Vi, ayo cepat cerita. Jangan membuatku menunggu." Saras pun meminta dengan nada manjanya. Seketika Hyung tertawa.
"Baiklah." Hyung akhirnya menceritakan kehidupan masa lalunya.
Enam tahun lalu...
Hyung sedang asik mencuci piring di dapur kediaman neneknya. Hari yang beranjak siang membuat Hyung harus cepat-cepat merapikan rumah. Dan kini ia sedang membilas piringnya. Namun, tak lama sang nenek pun memanggilnya.
"Hyung! Cepat ke sini! Bantu nenek mengangkat akar pohonnya!"
Dan begitulah yang dikatakan sang nenek kepadanya. Padahal pekerjaan mencuci piring belum selesai juga ditangani olehnya.
"Iya, Nek! Tunggu!"
Hyung pun dengan terburu-buru membilas cucian piringnya. Ia segera meletakkan ke rak lalu mencuci tangannya. Ia lekas berjalan ke halaman belakang rumah untuk membantu neneknya.
"Matahari sudah terik. Cepat pindahkan akar pohon ini ke potnya. Tata di sana. Yang rapi ya." Begitulah yang sang nenek katakan kepadanya.
"Baik, Nek." Hyung pun menurutinya.
Dia sudah dewasa sekarang.
Sang nenek pun melihat kegigihan Hyung yang membantunya. Ia merasa bangga mempunyai seorang cucu seperti Hyung. Rajin dan juga bisa mengerjakan semua pekerjaan rumah.
"Nenek, apakah harus langsung disiram pohonnya?" tanya Hyung ke neneknya.
"Tidak perlu. Nenek baru saja memberinya pupuk. Tanahnya juga masih basah. Biarkan saja di situ. Sekarang masaklah untuk makan siang kita," pinta neneknya.
"Baik, Nek."
Hyung mengangguk. Ia lekas mencuci tangannya lalu kembali ke dapur. Hyung akan memasak makan siang hari ini. Sang nenek pun lekas membersihkan diri. Pekerjaan di taman belakang rumah sudah selesai. Waktunya untuk bersantai.
Malam harinya...
Rintik hujan mulai turun membasahi dedaunan di taman. Hyung pun sedang giat belajar di dalam kamarnya. Sebentar lagi ujian akhir akan segera tiba. Sang nenek pun membawakan secangkir susu dan juga roti basah untuk cucunya.
"Kapan kau mulai ujian?" tanya sang nenek seraya meletakkan susu dan roti ke meja di sebelah Hyung.
"Lusa sudah ujian, Nek. Doakan aku ya," pinta Hyung kepada neneknya.
Sang nenek duduk di pinggir kasur cucunya. Di tengah kamar sederhana dengan perabotan seadanya. "Nenek selalu mendoakanmu, Hyung. Kau harus jadi orang sukses suatu hari nanti. Tanpa perlu mengandalkan ayahmu lagi." Sang nenek berdoa untuk cucunya.
Kaget ya karena dia tamvan 😁